"Mas, dulu Haifa, kan, sering ke kafenya Mas, tapi kenapa kita enggak pernah ketemu?"
Pertanyaan itu sukses mengalihkan perhatian Afzal yang tadi tengah fokus mengetik sesuatu di laptopnya. Afzal menatap Haifa sekilas, lalu satu tangannya mengelus pelan surai hitam milik perempuan itu. Haifa sejak tadi memang anteng tiduran dengan paha Afzal sebagai bantal, padahal Afzal sebenarnya sudah mulai pegal, tetapi tidak tega melihat Haifa yang seperti sudah nyaman dengan posisinya.
"Semua, kan, ada waktunya, Fa. Sedekat apa pun kita, kalau emang enggak ditakdirkan buat ketemu, kita enggak mungkin bisa ketemu," jawab Afzal sambil kembali fokus mengetik di laptopnya.
Setelah itu, hening kembali. Haifa hanya balas mengangguk singkat, sementara Afzal nampak semakin fokus dengan laptop dan berkas-berkas di atas meja. Sebenarnya, Haifa bosen karena sejak tadi hanya tiduran sambil memperhatikan pria itu yang seolah tak memperdulikan keberadaannya. Kalau sudah fokus dengan pekerjaan, Afzal memang suka seperti itu.
Haifa pun akhirnya memilih bangkit, lalu beralih duduk di sofa dan memeluk salah satu bantal di sana. Hal itu tentu langsung mengundang perhatian dari Afzal. Ia menoleh pada Haifa dengan kening berkerut.
"Kenapa?"
"Mas kapan selesainya?" Haifa balik bertanya sambil menoleh sekilas pada pria itu.
"Masih lama. Kamu mau sesuatu?"
Haifa menggeleng. "Enggak, Haifa cuma bosen aja," ucap Haifa jujur.
Tanpa menjawab lagi, Afzal pun langsung membereskan berkas-berkas di atas meja dan mematikan laptop. Afzal mengubah posisi duduk menjadi sempurna menghadap Haifa yang kini duduk di sofa. Ia tersenyum hangat menatap perempuan di depannya itu.
"Ya udah, saya kerjanya nanti. Sekarang mau apa?" tanya Afzal lembut.
Seperti biasa, Afzal memang selalu menjadi sosok yang begitu pengertian. Meskipun Haifa tidak bilang dengan gamblang jika ia ingin ditemani, Afzal selalu lebih dulu mengerti apa yang diinginkan oleh perempuan itu.
"Haifa udah ngantuk," jawab Haifa setelah menguap beberapa kali.
"Ya udah, mau tidur di kamar?"
Haifa menggeleng. "Setelah Haifa tidur, Mas mau lanjut kerja?"
"Iya, Haifa. Maaf, ya. Tapi kerjaan saya emang masih banyak," jawab Afzal.
"Kalau gitu Haifa tidur di sini dulu aja. Nanti kalau Mas udah selesai, bangunin Haifa." Perempuan itu pun kini berbaring di atas sofa dengan menghadap ke arah Afzal.
Afzal pun sedikit mundur, menyejajarkan posisi duduknya dengan kepala Haifa. Pria itu kini mengelus puncak kepala Haifa dengan lembut. "Ya udah, saya temenin dulu. Setelah kamu tidur, baru saya kerja lagi," katanya.
Haifa tidak menjawab lagi. Perempuan itu memilih untuk memejamkan mata sambil menikmati elusan lembut di kepalanya, sementara Afzal kini tersenyum simpul dengan pandangan yang tak lepas dari wajah cantik Haifa.
Semua sudah kembali membaik, bahkan jauh lebih baik dari sebelumnya. Hanya saja pertengkaran-pertengkaran kecil lebih sering terjadi, apalagi suasana hati Haifa yang akhir-akhir ini mudah sekali memburuk. Afzal harus ektra sabar menghadapi sikap Haifa yang terkadang membuat Afzal harus rela menunda pekerjaan hanya untuk menemani perempuan itu. Contohnya seperti sekarang. Namun, Afzal sama sekali tak pernah masalah dengan hal seperti ini.
🌹🌹🌹
Haifa seketika terbangun saat merasa tidak enak pada perutnya. Tanpa menghiraukan Afzal yang masih sibuk dengan laptop di atas meja, Haifa buru-buru berlari menuju kamar mandi karena benar-benar mual. Hal itu tentu membuat Afzal ikut menoleh, lalu bangkit dan mengejar Haifa karena takut terjadi apa-apa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pilihan
Storie d'amoreMenikah dengan sahabat sendiri? Siapa sangka? Setelah hampir dua tahun tidak bertemu dan bertukar kabar, Haifa tiba-tiba kembali melihat wajah Afzal tepat ketika pria itu datang ke rumah bersama kedua orang tuanya untuk mengutarakan niat mengkhitbah...