BAB 3

186 47 129
                                    

Hari Minggu pagi, sekitar pukul 9, semua barang bawaan Haifa sudah tersusun rapi di bagasi mobil. Tidak terlalu banyak, hanya ada satu koper yang berisi baju-baju dan tiga tas berukuran sedang. Sesuai rencana kemarin, hari ini Haifa dan Afzal akan pindah ke rumah baru di sebuah perumahan dekat sekolah tempat Afzal mengajar. Tidak terlalu jauh dari tempat tinggal Haifa sebelumnya. Masih dalam satu kota yang sama, yaitu Sumedang.

"Teh, serius mau pindah sekarang?" tanya Aydan dengan wajah masam.

"Kenapa? Kamu gak rela, ya, teteh tinggalin?" balas Haifa sambil memamerkan senyum tipis.

"Kalau gak ada Teteh, nanti siapa yang Aydan usilin?" Aydan menopang dagunya di atas meja makan dengan wajah ditekuk.

Haifa sontak tertawa pelan, lalu mengusap pelan surai hitam milik adiknya itu. Aydan lantas menoleh dan begitu jelas raut tak rela terpancar di wajahnya.

"Rumahnya deket sekolah kamu, Dan. Nanti sepulang sekolah kamu bisa main-main ke sana."

Meskipun Aydan sering kali membuatnya kesal, tetapi Haifa tetap tak tega melihat raut wajah anak itu sekarang. Ia seperti terlihat benar-benar tak mau berpisah dengan Haifa.

"Udah, Dan, gak usah lebay. Tetehmu itu gak pindah ke luar negeri, jadi santai aja." Pak Eshan yang baru keluar dari kamar langsung ikut menyahut, lalu duduk di depan Aydan.

Haifa hanya tertawa pelan, sedangkan Aydan malah semakin menampakkan raut cemberut. Lelaki yang kini duduk di bangku kelas 11 itu sangat terlihat menggemaskan jika sedang dalam mode seperti ini.

"Mau berangkat sekarang, Fa?" tanya Afzal yang baru saja datang setelah memanaskan mobil.

"Bang Afzal, kenapa enggak tinggal di sini aja?" Aydan balik bertanya. Sekali lagi, dia masih benar-benar tak rela jika harus pisah rumah dengan kakak satu-satunya itu.

"Gak bisa, dong, Dan. Tetehmu udah berkeluarga sekarang. Udah, deh, bapak bilang juga gak usah lebay." Sebelum Afzal bersuara, Pak Eshan sudah lebih dulu menyahut.

Aydan berdecak kesal. Sebelumnya, ia tak pernah memikirkan jika setelah menikah, kakaknya itu akan pindah seperti ini. Aydan akan benar-benar merasa kesepian jika Haifa tidak ada di rumah ini lagi. Siapa nanti yang akan Aydan recoki setiap pagi?

"Mau berangkat sekarang?" Bu Asifah yang sejak tadi sibuk membungkus nasi untuk Haifa dan Afzal pun kini mulai ikut bersuara. "Ini bener cuma mau bekel nasi aja?"

"Iya, Bu. Lauknya nanti bikin atau beli di jalan aja," sahut Haifa seraya mengambil tote bag hitam yang ibunya sodorkan.

Mereka yang tadi berkumpul di ruang makan kini berjalan ke arah teras untuk mengantarkan Haifa dan Afzal. Aydan masih mencak-mencak dan berjalan malas sambil memeluk lengan Bu Asifah dengan manja.

"Berangkat dulu, ya, Bu, Pak," pamit Afzal seraya menyalami punggung tangan Bu Asifah dan Pak Eshan bergantian, diikuti Haifa dibelakangnya.

"Hati-hati, ya, kalian di jalannya," ucap Bu Asifah.

Haifa dan Afzal mengangguk kompak. Haifa lantas beralih menatap Aydan dengan senyum jahil. "Dadah Aydan! Jangan kangen, ya."

"Ish! Pede banget!" Aydan mendengkus, lalu memalingkan wajah ke arah lain.

Haifa sontak tertawa sebelum akhirnya ia benar-benar masuk ke dalam mobil dan meninggalkan pekarangan rumah yang pasti akan selalu Haifa rindukan itu.

🌹🌹🌹

"Itu motor siapa?" tanya Haifa setelah ia turun dari mobil dan melihat sebuah motor sudah terparkir di halaman rumah.

"Motor saya," sahut Afzal yang saat ini tengah sibuk mengeluarkan barang-barang dari bagasi mobil.

Pilihan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang