BAB 29

103 19 12
                                    

Melihatmu bahagia, satu hal yang terindah
Anug'rah cinta yang pernah kupunya
Kau buatku percaya ketulusan cinta
Seakan kisah sempurna 'kan tiba

Masih jelas teringat pelukanmu yang hangat
Seakan semua tak mungkin menghilang
Kini hanya kenangan yang telah kau tinggalkan
Tak tersisa lagi waktu bersama

=Mahalini - Sisa Rasa=

🌹🌹🌹

Seusai proses pemakaman, rumah masih ramai oleh kerabat-kerabat dan tetangga-tetangga yang masih memutuskan tinggal untuk sekedar menemani keluarga dan memberi sedikit kekuatan agar mereka bisa tabah menerima musibah yang terjadi. Rekan sesama guru, juga Keenan dan Alvino kini ada di sini, bahkan Ayla pun turut hadir, duduk di samping Haifa sambil memeluk erat perempuan itu. Di satu sisi yang lain, Maida juga tak kalah erat memeluk Haifa, membisikkan pada perempuan itu bahwa semua pasti akan baik-baik saja.

Tidak ada lagi suara tangis yang terdengar. Hanya keterdiaman yang jelas menandakan kehampaan juga kekosongan dalam diri mereka masing-masing. Semua yang ada di sana masih berusaha menerima jika Afzal benar-benar telah tiada. Pria itu itu benar-benar pergi jauh meninggalkan mereka semua.

"Haifa, ada yang mau bicara sama kamu."

Suara Umi Yamila seketika menyadarkan Haifa dari keterdiamannya. Ia mendongak, menatap Umi Yamila dengan wajah datar tanpa ekspresi. Maida dan Ayla pun melakukan hal yang sama. Mereka melepas pelukan dari Haifa, lalu menatap sekilas pada Umi Yamila.

Pandangan mereka langsung beralih pada sosok pria yang duduk di kursi roda bersama dua orang lainnya yang Haifa temui kemarin di rumah sakit. Mereka adalah rekan Afzal yang sama-sama ikut pelatihan seminggu kemarin. Haifa hanya bisa memandang pria itu dengan wajah tanpa senyum sama sekali, bahkan terlihat jelas jika Haifa tidak menyambut baik kedatangan pria di atas kursi roda itu.

"Saya minta maaf. Saya benar-benar minta maaf." Pria itu langsung turun dari kursi roda dan duduk bersimpuh di depan Haifa. "Karena kelalaian saya, kamu jadi harus kehilangan Afzal. Saya benar-benar minta maaf."

Tak ada respon apa-apa. Sebenarnya, Haifa sedikit kaget dengan pria di depannya itu yang tiba-tiba bersimpuh seperti ini. Namun, Haifa masih memilih untuk tetap diam dengan tatapan kosong, enggan untuk berbicara sedikit pun.

Pria yang memiliki nama Hanan itu hanya bisa menunduk dengan air mata yang sudah luruh. Semua ini salahnya dan ia memang tak pantas mendapat sedikit pun maaf dari Haifa. Kelalaian yang diperbuat oleh pria itu sudah membuat Haifa kehilangan orang paling berharga di hidupnya.

Hanan adalah rekan yang Afzal bilang malam itu pada Haifa. Pria yang berusia 30 tahunan itu adalah orang yang mengendarai mobil Afzal saat perjalanan pulang dari Jakarta. Kecelakaan terjadi karena kelalaian Hanan yang mengantuk saat menyetir, padahal sebelumnya Afzal sudah meminta agar mereka berganti posisi ketika Afzal menyadari Hanan yang sudah tidak fokus. Namun, Hanan justru menolak dan tetap memaksakan diri hingga akhirnya seperti ini.

"Saya memang tak pantas mendapat maaf dari kamu. Saya akan mempertanggungjawabkan perbuatan saya," ucap Hanan lirih.

Haifa masih tidak menjawab apa-apa. Perempuan itu justru kembali terisak pilu dengan perasaan yang sudah benar-benar berantakan. Haifa ingin marah pada Hanan, tetapi untuk apa? Ia ingin menyalahkan pria itu karena telah menghancurkan harapan dan kehidupannya. Namun, jika pun Haifa melakukan hal itu, percuma saja karena Afzal tetap tidak akan bisa kembali.

Tangisan Haifa semakin terdengar menyakitkan saat perempuan itu melihat bayangan Afzal yang tengah tersenyum hangat seperti biasa. Pria itu mengangguk singkat, entah untuk apa. Haifa tahu ini hanya imajinasi, tetapi baginya terasa begitu nyata. Afzal seperti benar-benar ada di sana, menatap Haifa dengan kerinduan yang sama.

Pilihan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang