BAB 23

77 18 5
                                    

"Haifa!"

Pekikan itu membuat Haifa refleks menutup telinga, lalu mendengkus pelan karena tak habis pikir dengan tingkah Maida yang datang-datang malah teriak, bukannya mengucap salam. Perempuan bergamis biru itu dengan terburu-buru menghampiri Haifa sambil tersenyum lebar.

"Enggak usah teriak-teriak, Mai. Malu sama tetangga," tegur Haifa sambil mendelik tajam.

Maida malah cengengesan tak jelas, lalu ia dengan tiba-tiba memeluk Haifa hingga membuat perempuan itu sedikit terlonjak. "Selamat, ya, Haifa. Gak nyangka kamu udah mau jadi ibu," katanya.

"Iya, makasih, Mai." Haifa tersenyum sambil balas memeluk Maida.

Setelah Haifa memberitahukan soal kehamilannya, Maida begitu antusias dan langsung memutuskan untuk datang ke sini, menemui Haifa. Perempuan itu tak kalah bahagia dari Haifa. Ia tidak menyangka jika sahabat dekatnya itu akan menjadi seorang ibu.

"Aku harus lebih semangat supaya bisa jadi rich aunty buat anak kamu nanti, Fa," kata Maida sambil mengepalkan kedua tangannya penuh semangat.

Haifa sontak tertawa. Ternyata Maida sama saja dengan Aydan. "Udah, ah. Yuk, masuk."

Maida pun mengangguk pelan. Namun, belum sempat mereka beranjak, suara gerbang terbuka diikuti salam dari seseorang lebih dulu membuat keduanya menoleh. Seorang pria tinggi dengan setelah kaus putih yang dibalut jaket hitam itu kini terlihat berjalan menghampiri Haifa dan Maida yang masih berdiri di dekat pintu.

"Akhirnya, kamu datang juga, Nan," ucap Maida.

Perempuan itu memang menyuruh Afnan untuk datang ke sini karena mereka akan numpang mengerjakan tugas makalah yang belum selesai di rumah Haifa. Maida malas jika harus mengerjakan tugas di tempat lain dan otomatis hanya akan berdua-duaan. Untung saja Haifa tidak keberatan dan Afzal pun mengizinkan permintaannya untuk menumpang di sini.

"Ini bener kita enggak papa ngerjain tugasnya di sini?" tanya Afnan yang nampak seperti tak enak pada Haifa.

"Enggak papa, Nan. Santai aja, kok," sahut Haifa sambil tersenyum tipis.

Afnan pun nampak mengangguk ragu. Maida bisa merasakan jika Afnan memang tidak nyaman berada di dekat Haifa. Maida tahu jika sampai saat ini Afnan memang belum sepenuhnya bisa menghilangkan rasa untuk perempuan itu. Sebenarnya, Maida sendiri sedikit merasa tidak enak karena harus membawa Afnan dalam situasi seperti ini. Namun, mau bagaimana lagi, Maida tidak punya pilihan lain.

Maaf, ya, Afnan.

"Silakan duduk. Jangan sungkan, ya," ujar Haifa saat mereka sudah berada di ruang tamu. "Aku ke dapur sebentar, ya. Mau ngambil minum buat kalian."

"Eh, Fa, enggak usah. Aduh, aku jadi enggak enak, nih, kalau ngerepotin kamu," cegah Maida.

"Enggak, kok, Mai. Santai aja kali," balas Haifa sambil tersenyum tipis.

Sebelum Haifa beranjak menuju dapur, tiba-tiba Afzal lebih dulu muncul di balik pintu sambil mengucap salam. Pria berkemeja navy itu kini menatap satu per satu orang yang berada di ruang tamu. Mereka nampak terkejut dengan kedatangannya.

"Mas, kok, udah pulang. Ada apa?" tanya Haifa setelah sebelumnya ia menjawab salam dari pria itu.

"Mau ngambil flashdisk saya yang ketinggalan, Fa," jawab Afzal diikuti senyum simpul.

Maida yang tadi sudah duduk, kini tiba-tiba berdiri diikuti Afnan setelahnya. Perempuan itu menatap Afzal sekilas, lalu tersenyum sopan. "Izin numpang ngerjain tugas di sini, ya, Pak," ucap Maida.

Afzal pun menatap Maida sekilas, lalu beralih memperhatikan pria yang kini hanya diam sambil menampakkan senyum canggung padanya. "Iya, silakan. Kalian duduk aja, udah. Enggak usah sungkan."

Pilihan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang