BAB 14

94 21 20
                                    

Siang ini langit tiba-tiba terlihat menghitam dan rintik hujan mulai turun membasahi jalanan kota. Nampak beberapa orang memilih menghentikan kendaraannya dan berteduh di kios-kios pinggir jalan. Langit yang semula cerah memang tak memberi tanda-tanda akan turun hujan seperti ini hingga banyak orang yang tak mempersiapkan jas hujan atau sekedar payung untuk dibawa dalam perjalanan mereka.

Berbeda dengan orang-orang itu, justru Haifa dan Afzal tetap melanjutkan perjalanan meskipun rintik hujan terasa semakin deras. Sebelumnya, Afzal sudah berniat untuk berteduh, tetapi Haifa menolak karena jarak ke tempat tujuan sudah lumayan dekat. Afzal pun hanya bisa menurut dan menambah kecepatan laju motornya agar bisa segera sampai.

Keduanya bisa bernapas lega saat laju motor berhenti tepat di area parkir Mall sebelum hujan benar-benar turun dengan deras. Haifa buru-buru turun sambil menepuk-nepuk baju yang sedikit basah, begitu pun dengan Afzal.

"Harusnya tadi neduh dulu biar enggak basah," ujar Afzal, "kamu kedinginan enggak?"

Haifa balas menggeleng. "Enggak, Mas. Basah dikit doang, kok."

"Ini pake jaket saya." Afzal menyodorkan jaket hitam pada Haifa, lalu sekilas menyugar rambutnya yang nampak berantakan.

"Terus Mas gimana?" tanya Haifa sambil memperhatikan penampilan Afzal yang kini hanya mengenakan kaus cokelat polos dan celana hitam. Jika dilihat, justru Afzal yang pasti kedinginan, apalagi kaus pria itu nampak basah.

"Saya enggak papa. Udah pake biar kamu enggak sakit," balas Afzal sambil membantu Haifa memakai jaket tersebut. Setelah itu, tangannya terulur mengusap bekas air hujan di puncak kepala Haifa.

Haifa mendongak, menatap Afzal yang kini tersenyum hangat. "Harusnya Mas yang pake. Mas sekarang cuma pake kaus, lho."

"Saya enggak papa, Haifa." Afzal tersenyum lagi. "Udah, ah, ayo masuk."

Mereka akhirnya memilih beranjak dari sana dengan Afzal yang kini menggenggam tangan Haifa. Keduanya berjalan beriringan melewati toko-toko yang tidak terlalu ramai oleh pengunjung. Mereka sengaja datang ke sini untuk sekedar jalan-jalan sambil belanja bulanan karena stok bahan makanan di rumah sudah mulai habis.

"Mau ke mana dulu?" tanya Afzal sambil menoleh pada Haifa yang kini asik melihat-lihat sekitar.

Katanya, kali ini Afzal akan membelikan apa pun yang Haifa mau dengan beberapa pengecualian, seperti makanan-makanan pedas dan hal-hal lain yang tidak baik untuk Haifa. Namun, jika dibebaskan seperti ini, justru Haifa bingung harus beli apa. Ia bukan tipe orang yang suka berbelanja seperti kebanyakan perempuan.

"Haifa enggak tau, Mas." Haifa menoleh pada Afzal sambil menggeleng pelan.

"Sekarang kamu mau apa?"

Haifa berpikir sejenak, lalu kembali menggeleng. "Enggak tau."

"Baju? Boneka? Atau mainan?" tanya Afzal asal.

Perempuan itu nampak mencebik. "Haifa bukan anak kecil, Mas."

"Ya, siapa tau aja mau beli mainan masak-masakan buat nemenin kamu waktu saya kerja."

"Mas ...." Haifa merengek kesal.

Afzal balas tertawa pelan, lalu mengelus puncak kepala Haifa. "Ke gramedia aja? Kalau novel, kamu pasti suka, kan?"

Haifa langsung mengangguk cepat. Soal itu, Haifa sama sekali enggak bakal nolak. "Mau beli tiga buku boleh?"

"Lima juga boleh."

"Serius?"

"Semau kamu, Sayang."

🌹🌹🌹

Setelah berkeliling hampir 30 menit di Gramedia, Haifa akhirnya menemukan dua buku yang benar-benar ia ingin. Meskipun Afzal membebaskan Haifa membeli berapa pun buku, Haifa masih tahu diri dan memilih hemat dengan membeli dua buku saja. Baginya, itu pun sudah lebih dari cukup.

Pilihan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang