Aku kerap kali terbangun oleh rasa sakit. Dalam keheningan malam dengan tubuh yang membiru, beberapa berwarna keunguan. Mereka seperti bunga yang ayah lukis di tubuhku. Tanpa ibu, tanpa siapa pun. Aku menangis, mengasihani diri. Mengutuk takdir.
"Selamat datang di kerajaan Nirankara, Ndoro Putri. Perkenalkan namaku Danadyaksa, Raja dari Kerajaan Nirankara."Bukannya mendapat pencerahan atas jawaban yang telah lelaki itu berikan. Caca malah semakin di buat bingung.
Danadyaksa? Kerajaan Nirankara? Apa-apaan itu?
Melihat gadis yang tengah berbaring itu menatapnya kebingungan Danadyaksa tersenyum kecil. Diam-diam mengagumi sosok cantik tersebut. Rambut sebiru lautan dengan iris mata berwarna senada. Ia seperti boneka hidup. Terlalu indah hingga Danadyaksa rasanya enggan untuk membagi keindahan itu dengan orang lain.
"Hal wajar jika Ndoro Putri tidak mengetahui kerajaan kecil seperti kami. Aku dengan senang hati memperkenalkan kerajaan Nirankara kepadamu. Semoga Ndoro--"
"Sebentar--" Caca mengangkat tangan. Memberi isyarat agar Danadyaksa menghentikan ucapannya. Akal sehat Caca masih tak dapat menerima semuanya. "Aku tanya sekali lagi. Kali ini tolong jawab dengan jujur. Aku di mana dan kamu siapa?"
"Aku Danadyaksa dan kamu sedang berada di kerajaanku tepatnya istana kerajaan Nirankara."
Caca tidak akan jatuh pada pesona wajah tampan. Hanya orang tidak waras yang percaya dengan perkataan lelaki itu. Dan Caca masih waras--ya, setidaknya untuk saat ini.
"Tidak mungkin."
Danadyaksa mengedarkan pandang. "Keluar semuanya," perintahnya.
Tanpa di perintah dua kali orang-orang dalam kamar tersebut dengan cepat mengundurkan diri.
Caca gelagapan, ia tidak ingin ditinggalkan berdua dengan lelaki ini. Jangan-jangan para bajingan itu benar-benar menjualnya pada orang ini. Mungkinkah begitu? Tapi ia tak terlihat seperti orang jahat.
"Kalian mau ke mana? Kakek! Kakak!"
Tak ada yang mendengarkan.
Pintu ditutup, Caca semakin merapatkan selimut ke seluruh tubuhnya.
"Aku tidak akan menyakitimu," katanya lembut seraya berjalan ke sisi ranjang. "Aku tidak tahu apa yang kamu lalui hingga kamu sangat sulit untuk percaya padaku. Tapi ada kalanya kamu cukup percaya saja tanpa banyak berpikir. Aku tidak akan menyakitimu, percayalah."
Danadyaksa mengambil nampan di atas meja dekat tempat tidur. Kemudian duduk di sisi ranjang. Caca memalingkan wajah. Wangi tubuh Danadyasa semakin tercium jelas dari jarak mereka yang saling berdekatan seperti ini.
"Aku tidak berbohong. Namaku Danadyaksa dan Ndoro Putri sedang berada di kerajaan Nirankara."
Lelaki itu menyendok bubur yang masih panas kemudian meniupnya. Ia masih bertanya-tanya apakah gadis di sampingnya ini tidak tahu kalau ia menjadi hadiah persembahan yang diberikan kepadanya? Atau ... jika dilihat dari tubuh kurus dan penuh luka gadis itu--ia hanyalah gadis buangan yang sengaja di jadikan hadiah persembahan karena penduduk langit tidak menginginkan gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh, My Giant [END]
FantasyDi tengah pelariannya Caca bersembunyi dalam sumur tua. Namun, ia tak menyangka kalau sumur itu menghubungkannya dengan dunia lain. Tempat asing yang menganggapnya sebagai hadiah dari persembahan. Walhasil Caca kembali melarikan diri. Caca pikir di...