Hanya ada dua pilihan untukmu bebas dariku, aku mati, atau kamu yang mati.
Tiga hari berlalu dan selama itu Caca semakin tenggelam dalam ketakutan. Setiap hari Danadyaksa tidak pernah absen menunggunya, membisikkan kata-kata lembut dan rasa sayang lelaki itu. Mengungkapkan seluruh harapan lelaki itu agar Caca lekas bangun dan sehat. Namun, Caca tidak akan pernah membuka matanya untuk Danadyaksa. Trauma yang lelaki itu goreskan padanya terlampau dalam, terlalu sakit untuk disembuhkan.
Danadyaksa hanya menyukai Caca yang cantik, indah, dan penurut. Persis seperti boneka. Sedangkan jika Caca menolak apa yang Danadyaksa inginkan, lelaki itu akan keras padanya, tidak peduli badan Caca lebam dan membiru. Lantas, lelaki itu ingin cinta darinya? Sampai ia mati, Caca tidak akan pernah mencintai Danadyaksa.
Ia akui, Caca pernah jatuh dalam pesona yang lelaki itu miliki. Katakan, perempuan mana yang tidak akan tersentuh jika menemukan seorang penolong di saat putus asa, terlebih ia sosok yang tampan, lembut dan punya senyum yang manis. Caca masih sama seperti perempuan kebanyakan. Hatinya mudah tersentuh, tapi sulit sembuh jika sudah terluka dan Danadyaksa melukai lahir dan batinnya.
"Kita akan menikah Dinda. Kanda berharap, ada keajaiban yang membuat Dinda bangun saat hari pernikahan kita. Bulan purnama sangat indah untuk Dinda lewatkan."
Jika seandainya nanti, ia tidak berhasil melarikan diri, maka Caca benar-benar akan bunuh diri. Mungkin, kematian memang lebih baik untuknya. Agaknya, kesabarannya telah terkikis habis, ia lelah dan Caca ingin semua ini berakhir. Atau mungkin lebih baik ia bangun dan mati saja. Ah, ia harus mencoba, ia harus optimis, pertapa itu membantunya, masa Caca pesimis?
"Aku mencintaimu, Dinda."
"Bohong, kamu hanya menyukai rupaku yang cantik. Jika aku buruk rupa, kamu tidak mungkin menampungku di istanamu."
Seperti ini lah, Danadyaksa selalu mengungkapkan cinta, yang entah memang tulus dari hatinya atau bukan.
Caca muak dengan semua kata-kata lelaki itu.
Badannya semakin kurus, meski Tuan Pertapa itu memberikannya makanan dan Caca sebenarnya lapar. Namun, makanan itu hanya bisa masuk ke dalam perutnya sedikit. Jika pun dapat masuk banyak, Caca akan muntah sehabis makan. Setiap hari, berulang seperti itu.
Caca hanya ingin hidup normal, mengapa sulit sekali? Wahai Sang Penguasa Langit dan Bumi, apakah ia punya dosa di kehidupan sebelumnya hingga ujiannya seperti tak pernah putus?
"Sekarang Dinda akan jadi perempuan satu-satunya untukku. Dinda satu-satunya keluargaku, satu-satunya seseorang yang aku miliki di dunia ini. Jadi Dinda, diam disisiku, jangan pernah berusaha pergi lagi, karena kalau tidak, aku akan kesepian."
"Jika kamu memang menginginkan aku bersamamu, mengapa kamu tidak bisa menerima aku yang apa adanya? Bukan hanya kamu yang sulit, aku pun begitu, tidakkah kita bisa saling mengerti?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh, My Giant [END]
FantasyDi tengah pelariannya Caca bersembunyi dalam sumur tua. Namun, ia tak menyangka kalau sumur itu menghubungkannya dengan dunia lain. Tempat asing yang menganggapnya sebagai hadiah dari persembahan. Walhasil Caca kembali melarikan diri. Caca pikir di...