26 | Kamulah Takdirnya

3.4K 628 30
                                    

Note : Sepertinya sehabis ini nggak bakal rutin update, tapi aku usahain seminggu sekali update. Karena aku pengen cetak Caca sekaligus Lilith, buat koleksi pribadi wkwkw.

Dan bagi aku menulis adalah kebutuhan sekaligus healing, jadi cerita ini pasti aku tamatin.

Maafkan typo :)

***

Sudah dua hari berlalu sejak Ratu dan ibunya melarikan diri, tapi keberadaan dua orang itu masih belum ditemukan. Banyak yang berprasangka kalau Ratu dan Ibunya melarikan diri ke Hutan Sunyi, tapi tak ada seorang pun dari mereka yang dapat memasuki hutan tersebut. Seolah, Hutan Sunyi menutup diri bagi siapa pun yang ingin memasukinya.

Sudah dua hari pula, Danadyaksa tak tidur sambil menunggu kondisi Caca yang tak kunjung membaik. Hatinya kian resah dan dihantui rasa takut. Namun, sampai saat ini belum ada seorang pun tabib yang dapat menyembuhkan calon istrinya itu.

Ia telah mengutus orang untuk mencari pertapa sakti yang lima tahun lalu memberikan pihak kerajaan buntalan kecil yang kemudian mereka berikan pada Timun Mas hingga pada akhirnya Timun Mas berhasil menenggelamkan Raksasa. Hanya pertapa itu lah harapan terakhir Danadyaksa.

"Baginda."

Danadyaksa dengan cepat menegakkan kepala ketika pelayan memanggilnya.

"Tuan Pertapa telah sampai, Baginda."

Berita gembira itu membuat Danadyaksa lekas bangkit dari duduknya.

Danadyaksa tak pernah tahu siapa nama asli dari sang pertapa. Lelaki paruh baya berpakaian serba putih itu hanya memperkenalkan diri sebagai "Pertapa" saja. Keberadaannya sangat sulit dicari, tapi jika diperlukan ia selalu ada, seperti saat ini. Lelaki misterius itu, yang lima tahun lalu bertemu dengannya di dekat Hutan Sunyi saat Danadyaksa berburu. Singkat cerita lelaki itu memberikan bantuan, ketika Danadyaksa mengatakan ingin melenyapkan Raksasa.

Senyum Danadyaksa terukir manis hingga membuat matanya yang sayu sedikit terlihat lebih hidup. Danadyaksa menyambut ramah lelaki berpakaian serba putih itu.

"Sudah tugas Hamba yang rendah ini membantu Baginda," kata pertapa tersebut saat Danadyaksa mengucapkan terima kasih atas ketersediaannya untuk datang ke istana.

"Apa yang terjadi pada Ndoro Putri, Baginda? Hamba ingin memastikan, apakah rumor kalau Ndoro Putri diracun itu benar?"

Berat hati Danadyaksa mengangguk. Untuk sejenak kemarahannya kembali bergejolak, ia menyalahkan diri karena tak becus menjaga Caca. 

"Dia sudah tidak sadarkan diri selama dua hari." Danadyaksa menerima wadah kecil yang di dalamnya terdapat mawar merah yang menjadi alasan Caca terbaring seperti itu. Mawar tersebut telah layu, dan mengering. "Seseorang menaburkan bubuk racun pada kelopak mawar ini, baunya samar sekali."

Orang awam tidak akan menyadari keanehan dari wangi bunga mawar tersebut, tapi bagi Danadyaksa yang sering berhadapan dengan berbagai jenis racun dan percobaan pembunuhan, ia dapat mendeteksi racun tersebut dengan mudah. Racun tersebut sangat langka, entah di mana Ratu mendapatkannya, wanginya sangat samar, Danadyaksa pun baru pertama kali menemukan jenis racun seperti itu.

Pertapa tersebut menerima wadah yang Danadyaksa berikan, membaui sebentar kemudian menyerahkannya pada pelayan. 

"Mohon maaf sebelumnya Baginda, tapi bolehkan Baginda meninggalkan Hamba dan Ndoro Putri berdua saja di ruangan ini?"

Pupil mata Danadyaksa membesar. "Apakah Tuan Pertapa bisa menyembuhkannya?"

Pertapa tersebut tersenyum kecil. "Hamba tidak yakin, tapi sepertinya Hamba pernah menemui kasus yang sama."

Oh, My Giant [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang