Senyaman-nyamannya burung dalam sangkar, tak dapat menutup fakta bahwa dia tengah terpenjara.
"Ndoro Putri cantik sekali."
Jujur saja, Caca muak dengan semua pujian itu. Andai jika ia tidak mewarisi paras ibunya--yang memiliki kewarganegaraan Rusia sebelum memutuskan menikah dengan ayahnya dan pindah ke Indonesia--mungkin Caca tidak akan secantik ini.
Sebelum menjadi bajingan, ayahnya pernah menjadi seorang penyayang. Bisnis ayahnya hancur setelah ibunya meninggal dengan sangat tragis. Jasad ibunya ditemukan di depan rumah setelah beberapa hari menghilang. Terpotong-potong dalam panci berisi sop panas.
Dini hari, ia mendengar ayahnya meraung di teras depan, seperti orang gila. Caca yang masih berumur enam tahun hanya dapat menatap heran ayahnya yang ditenangkan beberapa orang pembantu.
Lalu setelah beberapa hari--melalui hasil mencuri dengar dari para pekerja di rumahnya--Caca akhirnya tahu, di dalam panci itu, ada jasad ibunya. Orang psikopat--entah siapa yang sama sekali tak pantas disebut manusia--telah membunuh ibunya dengan sangat, sangat, tidak manusiawi.
Tidak ada yang tahu siapa yang membunuh ibunya, psikopat itu terlalu lihai menutupi jejak atau kasus itu sengaja ditutupi. Caca berpikir kalau orang yang membunuh ibunya jauh di atas ayahnya, atau ia merupakan seseorang yang "kebal" hukum.
Putus asa tak dapat menghukum pembunuh istri tercintanya, ayah Caca perlahan menggila dan melampiaskan kegilaannya kepada minuman keras, judi dan wanita.
Kenangan pahit itu telah Caca kubur dalam-dalam. Orang-orang hanya tahu kalau ia tak punya ibu dan hidup dengan ayah yang bajingan.
"Ndoro ingin memakai gelang yang mana?"
Caca mengalihkan pandang pada Cakrawati. Gadis itu memegang dua gelang di kedua tangannya, sedangkan Nilam tengah memberikan hiasan bunga-bunga kecil pada rambut Caca yang terurai.
Caca melirik malas, sama sekali tak tertarik dengan gelang atau apa pun yang dua gadis itu lakukan padanya. "Terserahmu saja," katanya.
Niatnya sore ini Caca ingin kembali berjalan-jalan berkeliling istana. Kegiatan sore yang sering ia lakukan. Mungkin Danadyaksa membiarkannya berkeliling karena Caca yang mengeluh bosan dan sering duduk termenung menatap ke luar jendela.
Caca kembali menatap cermin, setelah dua bulan lebih di negeri antah-berantah ini warna rambutnya masih baik-baik saja. Mungkin, satu bulan ke depan warnanya akan sedikit memudar.
Ia menghela napas berat sebelum berdiri. "Ayo, keluar."
***
Jalan-jalan sore selalu dapat membuat Caca mengistirahatkan pikiran walau sejenak. Hanya saja ia tidak terlalu suka dengan reaksi para pelayan yang terkesan berlebihan ketika bertemu dengannya, berbeda dengan para prajurit yang hanya meliriknya sebentar kemudian kembali menunduk atau membuang pandang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh, My Giant [END]
FantasyDi tengah pelariannya Caca bersembunyi dalam sumur tua. Namun, ia tak menyangka kalau sumur itu menghubungkannya dengan dunia lain. Tempat asing yang menganggapnya sebagai hadiah dari persembahan. Walhasil Caca kembali melarikan diri. Caca pikir di...