29 | Mungkin Mati Adalah Pilihan yang Lebih Baik

3.5K 591 34
                                    

Ini semua adalah salahmu

Akan lebih baik jika aku membiarkanmu seperti ini

Biarkanlah itu menjadi mimpi burukmu

- The Vane, Nightmare -

- The Vane, Nightmare -

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bunuh?

Caca sedikit pun tak pernah terpikir untuk membunuh Danadyaksa. Caca tidak mungkin melakukan tindakan sekeji itu, ibunya bilang setiap nyawa itu berharga, walau pada akhirnya ibunya mati dengan cara paling tidak manusiawi.

"Bunuh aku Dinda." Danadyaksa semakin menekan tangan Caca ke leher lelaki itu.

Tusukan dangkal berhasil membuat leher Danadyaksa berdarah demikian pula dengan kaca yang Caca genggam, darah mengalir melalui sela-sela jarinya.

"Dasar iblis."

Umpatan Caca mendapat tawa dari Danadyaksa. "Iblis? Aku menjadi seperti ini karena Dinda. Kalau seandainya Dinda tidak selalu berusaha lari dariku aku tidak akan seperti ini. Ini semua salah, Dinda."

"Aku lari karena Baginda. Baginda egois, bertindak semaunya, Baginda ingin aku seperti yang Baginda inginkan. Aku juga manusia, punya keinginnan, punya kehendak sendiri, dan aku tidak ingin terkekang."

Danadyaksa menurunkan tangannya dan beralih menangkup pipi Caca. "Terkekang? Aku hanya berusaha melindungi Dinda. Dunia luar itu berbahaya."

"Melindungi? Baginda menyakitiku. Tubuhku memar, biru, sakit, itu semua perbuatan Baginda." Gemetar ia mengangkat tangan kanan yang berlumur darah. "Lihat, Baginda menekan telapak tanganku ke kaca. Aku luka, Baginda bahkan tidak peduli. Lantas Baginda bilang ingin melindungi? Bullshit!"

Mereka mengatakan Caca orang yang beruntung karena mendapat cinta dan perhatian dari Danadyaksa. Mereka yang berkata seperti itu tidak benar-benar tahu apa yang Caca alami dan rasakan.

"Cinta itu seharusnya tidak menyakiti, Baginda," ucap Caca lirih.

Sorot mata Danadyaksa semakin dingin. "Jika seandainya, Dinda memberikan cintamu padaku, aku tidak akan berbuat seperti ini. Aku melakukan ini agar Dinda tidak menentangku, agar dinda patuh."

"Tapi aku bukan binatang peliharaan!"

Meski suara Caca meninggi, wajah Danadyaksa tak beriak sedikit pun. Jemarinya turun ke leher Caca kemudian menekiknya.

Caca memberontak, menangis, memukul Danadyaksa dengan membabi buta, tapi cekikan Danadyaksa tak mengendur sedikit pun. Saat Caca hampir kehabisan napas, Danadyaksa melepaskan cekikannya, membiarkan Caca luruh ke lantai sambil terbatuk batuk. Merasa membaik, Caca mengangkat kepala, menatap Danadyaksa yang berdiri menjulang di hadapannya.

"Lihat." Danadyaksa merendahkan badan, kembali menangkup pipi Caca. "Di saat seperti ini pun sorot mata Dinda tidak berubah. Dinda masih saja ingin lari."

Oh, My Giant [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang