Ekstra Part

6.6K 797 89
                                    

Sebenarnya aku nggak mau buka-buka cerita ini lagi ... Masih nyesek woi 😭

Cerita Caca adalah kisah yang tidak akan aku tulis untuk kedua kalinya.

Tapi masih ada hutang ekstra part. Selamat membaca 😘

💮💮💮

Sekuat apa pun kamu berlari, sejauh apa pun kamu dipisahkan. Jika ia memang takdirmu, ia akan menemukan jalannya sendiri untuk menemukan kamu. Takdirnya. Belahan jiwanya.

***

Caca selalu berharap, suatu saat nanti semua penderitaan yang ia alami akan berakhir. Suatu saat nanti, akan ada masa indah yang membuatnya lupa tentang rasa sakit di masa lalu yang ia rasakan.

Ternyata impiannya kini telah jadi kenyataan, lebih indah dari yang ia inginkan. Seorang pria bermata merah yang kini tengah menggendong malaikat kecil mereka—bayi mungil berjenis kelamin perempuan yang kini baru berusia dua bulan. Berdiri menghadap jendela dan mengajak si kecil bercengkerama. Pembicaraan satu arah itu, berulang kali mebuat Caca tertawa.

Langkah kaki Caca terayun lambat mendekati Yasa. Kemudian saat sampai di belakang lelaki itu, tangan Caca terulur memeluk tubuh Yasa dari belakang.

“Hmm?” Yasawirya menoleh, mendapati Caca yang memeluk perutnya dengan erat. “Kenapa?”

Dari wajah Caca yang menempel sempurna di belakangnya, Yasa dapat merasakan istrinya itu menggeleng. “Nggak papa.”

Meski mereka sudah menikah hampir menginjak dua tahun, kadang masih ada beberapa hal yang Yasa tidak mengerti dari diri Caca. Wanitanya itu sering kali menatap wajahnya lama sekali, tanpa mengatakan apapun. Kemudian Caca akan tersenyum dan memeluknya. Selalu begitu.

“Aku bahagia punya Elia dan kamu di hidup aku,” ucap Caca setelah beberapa saat keheningan menghiasi mereka.

Yasa menciumi bayi mungil di pelukannya.

“Aku juga. Aku bahagia memiliki kalian berdua.” Yasawirya kemudian berbalik, menghadap Caca dan menyerahkan Elia ke pada istrinya. “Aku tidak pernah mebayangkan kalau aku akan memiki kamu dan Elia.”

Ribuan tahun hidup tanpa kepastian dan keinginan untuk mati, Yasawirya tak pernah terpikir untuk jatuh cinta dan memiliki keluarga. Namun, takdir berkata lain. Ternyata, di ujung penantian, di tengah rasa putus asa, semesta hadirkan Caca dalam hidupnya. Dan beberapa bulan setelah Caca sehat, mereka memutuskan untuk menikah.

Ngomong-ngomong tentang Hutan Sunyi, hampir tiga tahun setelah Yasawirya menjadi manusia kembali. Hutan Sunyi tetap tak berubah, bahkan lebih banyak warga yang memutuskan untuk tinggal di sana. Kadang, banyak dari mereka yang hanya memasuki Hutan Sunyi untuk bertemu dengan Yasawirya atau Caca.

Dua manusia yang orang-orang yakini sebagai bentuk keajaiban. Yasawirya si legenda hidup sang Raksasa dan Caca, gadis langit hadiah persembahan. Ketika Caca keluar rumah membawa Elia, akan banyak warga yang mendekati mereka, sekedar melihat sosok cantik mungil, persis seperti Caca, tapi warna matanya menurun dari Yasa.

Bayi perempuan itu berambut pirang dengan mata semerah batu ruby. Sepertiya Caca dan Yasawirya harus mengerahkan lebih banyak tenaga untuk menjaga anak gadis mereka ketika telah dewasa.

“Ada undangan dari istana. Kamu ingin datang?” Yasawirya melirik undangan di atas meja yang beberapa jam lalu di serahkan oleh Adikseka.

“Memangnya kita bisa menolak undangan dari Raja?”

Yasawirya menarik kursi rotan dan mendudukkan dirinya disana. “Lakukan sesukamu, Raja pasti tidak akan tersinggung,” katanya sambil menarik Caca untuk duduk di pangkuannya.

Caca menurut, perempuan itu duduk dengan nyaman di pangkuan Yasawirya. Menyandarkan tubuh di dada lebar suaminya dengan Elia dipelukannya. Bayi mungil itu telah tertidur dengan damai.

“Begitukah? Tapi aku takut Baginda Raja akan kembali mengirimkan kita undangan sampai kita berkunjung ke istana.”

Yasawirya meletakkan dagunya di atas bahu Caca dan ikut mengelus pipi lembut Elia. “Itu sudah pasti terjadi. Tapi biarkan saja, tidak perlu kamu fikirkan. Lagi pula, aku tidak ingin kamu menginjakkan kaki ke tempat yang pernah membuatmu trauma.”

Perkataan Yasawirya membuat Caca kembali teringat masa-masa pahitnya ketika berada dalam kungkungan Danadyaksa. Bahkan sampai saat ini, Caca belum melupakan bagaimana susahnya perjuangannya untuk lepas dari cengkeraman obsesi Danadyaksa.

“Orang yang membuatku trauma sudah lama meninggal. Aku akan baik-baik saja.” Setelah lama tak sadarkan diri, setelah lima hari diangkatnya Raja baru. Danadyaksa meninggal dunia.

Caca bingung harus sedih atau bahagia saat mendengar kabar tersebut. Di satu sisi ia kasian dengan Timun Mas yang ditinggal mati suaminya, di sisi lain, Caca lega karan aia tak perlu takut jika senadainya Danadyaksa kembali mengejarnya saat lelaki itu bangun. Mengingat bagaimana gilanya seorang Danadyaksa, Caca pesimis kalau lelaki itu akan melepaskannya begitu saja.

“Tetap saja, istana pernah memberikanmu rasa sakit. Aku tidak ingin kamu teringat dengan masa-masa yang ingin kamu lupakan. Selain itu ...” Yasawirya tiba-tiba saja menghela nafas. “Aku mendapat kabar kalau Ratu baru saja melahirkan seorang putra.”

“Putra?” Jemari Caca yang mengelus pipi Elia terhenti. Sepertinya ia paham kemana arah pembicaraan Yasawirya.

“Hmm, dan aku takut kalau undangan yang diberikan Raja bukan hanya sekedar undangan pertemuan biasa.”

“Kamu takut mereka mengincar Elia?”

“Iya. Pihak kerajaan tahu kalau Elia adalah anak yang istimewa dan mendapat banyak perhatian bahkan sejak kamu masih mengandung. Elia mendapatkan banyak cinta karena lahir dari rahim kamu dan memiliki aku sebagai ayahnya.”

Bayi mungil berambut pirang itu menggeliat pelan. Caca kembali menepuk-nepuk pelan pantat Elia. “Elia tidak akan bernasib sama seperti aku kan?”

Menyadari ke khawatiran Caca, Yasawirya mengecup pipi istrinya.
“Tidak. Aku akan melindunginya seperti aku melindungimu. Aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakiti putri kita.”

Perasaan Caca menghangat. Sebelah tangannya yang bebes terulur mengelus rambut Yasawirya. “Terima kasih, sudah selalu ada untuk kami.”

Yasawirya mengangkat kepala dari bahu Caca. Tangan besarnya menangkup pipi sang istri yang lebih berisi setelah melahirkan. “Terima kasih juga karena sudah hadir dihidupku, dan memberikan malaikat kecil di pernikahan kita.”

Setelah memberikan kecupan ringan di dahi Caca, Yasa kembali membuat Caca bersandar di dadanya. Mengelus rambut rambut wanitanya yang telah memanjang. “Aku ingin kita terus seperti ini sampai beberapa ratus tahun kedepan.”

Caca tertawa. “Belum seratus tahun, aku sudah mati.”

“Hanya ungkapan saja, Caca.” Lelaki itu ikut tertawa dan menyandarkan pipi di puncak kepala Caca. “Aku mencintaimu.”

Meski pernyataan cinta itu sudah sering Yasawirya ucapkan, tapi setiap kali mendengarnya tetap saja pipi Caca memerah. “Aku juga,” balasnya pelan.

“Juga apa?”

“Mencintai kamu.”

Tamat

Kisah Caca dan Yasa berakhir disini.

Lega sudah selesai ❤️❤️

Terima kasih sudah membaca Caca sampai tamat ❤️❤️

Terharuu ❤️❤️🌺🌺

Oh, My Giant [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang