Jika kamu tak pernah putus asa dalam berdoa, maka tidak menutup kemungkinan kamu akan menemukan keajaiban. Lebih dari doa yang kamu pinta.
Mata merah Yasawirya tampak jelas dalam kegelapan malam. Sorot yang selalu kelam seolah tak bernyawa itu kini berkobar penuh amarah.
"Lepaskan dia, kamu menyakiti Caca."
"Yasa ...." Air mata Caca kembali menetes. Hatinya rasa tersayat sayat melihat penampilan menyedihkan Yasawirya yang penuh darah. Terlebih saat lucutan anak panah Menghujani Yasawirya tanpa ampun, Caca semakin histeris.
Sedangkan Yasawirya yang mendapat serangan tak mengelak sama sekali, ratusan, bahkan ribuan anak panah yang menancap di badannya membuat tubuh lelaki itu seperti landak berduri. Meski seperti itu ia tak meringis, tak mengeluh, juga tak bergerak sedikit pun. Matanya hanya menatap satu titik, Caca yang berusaha lepas dari pelukan Danadyaksa.
"Aku mohon Baginda, hentikan semua panah itu, dia bisa mati." Caca kembali memohon. Permohonan entah ke berapa kali, tapi Danadyaksa tak mengindahkan permohonannya.
"Baginda, dia berdarah, aku mohon hentikan. Aku mohon, aku mohon, aku berjanji tidak akan lagi--"
"Jangan Caca, jangan berkorban apa pun untukku, ini tidak sakit sama sekali, sungguh." Yasawirya menyela. Di tengah riuh teriakan, dan lecutan senjata, ia masih dapat mendengar suara pilu permohonan Caca.
"Raja yang kalian bangga-banggakan itu tidak lebih dari manusia licik dan serakah."
Sontak saja perkataan provokatif Yasawirya mendapat cacian dari semua pendukung Danadyaksa, terlebih prajurit kerajaan.
"JANGAN MEMFITNAH RAJA KAMI, RAKSASA KEPARAT!"
"DIA INGIN MEMBUAT KITA MEMBENCI RAJA! JANGAN PERNAH PERCAYA PERKATAANNYA."
"PENJAHAT SEPERTIMU, TIDAK PANTAS UNTUK HIDUP!"
"BUNUH SAJA DIA! KITA BAKAR TUBUHNYA!"
Di tengah hujaman cacian itu, Danadyaksa menyeringai, masih dengan menatap Yasawirya, lewat tatapannya ia ingin menegaskan, kalau yang berkuasa itu Danadyaksa, bukan raksasa menjijikkan seperti Yasawirya.
Caca tentu tahu dengan jelas, semua kebencian dari para rakyat adalah buah dari bibit-bibit kebencian yang ratusan tahun pihak kerajaan tabur. Kini bibit kebencian terhadap raksasa itu tumbuh subur, meski kepemimpinan Nirankara sudah berganti beberapa generasi.
Gadis itu tanpa henti meneriakkan semuanya untuk berhenti, namun seberapa keras pun teriakan Caca, selama Danadyaksa tetap diam tidak akan pernah ada yang mendengarkannya.
"DASAR PEMBUNUH, KAMU PASTI MEMBUNUH ORANG-ORANG YANG MELARIKAN DIRI KE HUTAN SUNYI HINGGA MEREKA TIDAK KEMBALI!"
"BENAR, DASAR PEMBUNUH MENJIJIKKAN!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh, My Giant [END]
FantasyDi tengah pelariannya Caca bersembunyi dalam sumur tua. Namun, ia tak menyangka kalau sumur itu menghubungkannya dengan dunia lain. Tempat asing yang menganggapnya sebagai hadiah dari persembahan. Walhasil Caca kembali melarikan diri. Caca pikir di...