27 | Rumit

3.4K 621 21
                                    

Dia seorang raja, sedangkan aku hanyalah orang biasa. Dia terkenal tampan rupawan, sedangkan aku bahkan lupa bagaimana wajahku. Aku tidak berani berpikir untuk bersanding denganmu, cukup melihatmu bahagia, aku pun akan bahagia. Mungkin, melihatmu tersenyum dan sehat akan membuat hidup membosankanku sedikit berwarna.

***

"Aku berjanji akan membawa Caca padamu, tapi sebelum itu, lepaskan dulu kutukanmu." Adiseka kukuh pada pendiriannya.

Mata merah Yasawirya berkilat berbahaya, ia menetap ke kejauhan. Hutan bambu yang menjadi perbatasan Hutan Sunyi dan dunia luar. "Aku sudah mengatakan padamu, kalau kutukanku tidak akan lepas dengan adanya Timun Mas. Usahamu membawanya ke sini akan sia-sia, dan membawanya kemari hanya akan semakin membuat kita semakin sulit. Pihak kerajaan bisa membalik fakta, dan mengatakan kita bersekongkol dengan Ratu untuk meracuni Caca. Atau kalau tidak, mereka bisa saja menuduh kita menculik Ratu, yah walaupun itu tidak sepenuhnya salah."

Pada dasarnya Adiseka memang keras kepala, ia tidak mudah untuk percaya begitu saja. "Atas dasar apa kamu sangat yakin? Pamanku juga ..." Lelaki berpakaian serba putih itu berdecih. Pamannya atau Yasawirya, hanya dapat menyalahkannya, tanpa mengatakan yang sebenarnya. Tujuan Adiseka itu hanya ingin membuat Yasawirya lepas dari kutukannya. Sebaik itu.

Bahkan pamannya itu kini pergi ke istana, entah apa yang lelaki tua itu lakukan. Dia terus mengatakan untuk Adiseka tidak ikut campur, tapi tidak pernah mengatakan alasannya, mengapa? Membuat kepala Adiseka sakit saja.

Helaan napas lelah keluar dari mulut Yasawirya. "Aku telah mencobanya," katanya.

Raut wajah Adiseka langsung berubah. Pupilnya membesar tak percaya. "Kapan? Kenapa tidak pernah mengatakan padaku?"

"Kenapa aku harus mengatakannya padamu?"

"Ya ...." Adiseka juga tidak tahu, ia hanya ingin tahu. "Aku harus aku agar aku bisa menentukan langkah yang tepat. Aku mengabdi padamu dengan senang hati, mengapa kamu ... tidak mengatakan hal yang penting itu."

Entah mengapa, hati Adiseka terasa sakit. Ia pikir, ia dan Yasawirya adalah teman dekat, ternyata tidak, ya?

"Tapi, kamu harus tetap mencobanya lagi. Kurang dari seminggu lagi bulan purnama, kita bisa mencoba lagi melepaskan kutukanmu, Yasawirya."

"Aku tidak mau melakukan hal yang sudah pasti sia-sia."

"MENGAPA KAMU SANGAT PESIMIS?" Adiseka benar-benar tidak tahan dengan sikap Yasawirya yang satu ini. Mengapa Yasawirya sangat sulit untuk dibuat kembali berharap?

Yasawirya sama sekali tak terganggu dengan teriakan Adiseka. Lelaki itu bahkan menengadah, menatap langit malam tak berbintang. "Karena itu sudah pasti sia-sia."

"Sia-sia? Siapa yang mengatakan itu? Jika memang percobaanmu dulu tidak berhasil, tidak menutup kemungkinan percobaan kali ini akan berhasil. Aku telah membawa Timun Mas. Kamu hanya perlu melakukannya, jika pun tidak berhasil maka aku akan mencari jalan lain untuk melepaskan kutukanmu. Apakah kamu tidak mau kutukanmu berakhir?"

Apakah ia tidak mau? Tentu saja Yasawirya mau. Ia lelah hidup ribuan tahun, ia melihat banyak kematian orang-orang yang ia sayang, sedangkan ia tidak bisa mengakhiri penderitaan yang seolah tiada akhir ini. Mungkin ini karma, karna di masa lalu, Yasawirya pernah menjadi kaki tangan pihak kerajaan untuk membasmi musuh-musuh mereka.

"Aku mohon padamu, coba sekali lagi ya?"

"Aku tidak ingin lagi berharap."

Apa yang harus Adiseka lakukan untuk meyakinkan raksasa ini? "Tidak salahnya untuk mencoba, setidaknya kita sudah berusaha. Aku tidak ingin kamu menyesal. Apakah kamu tidak ingin bebas? Aku ingin kamu menjadi manusia normal seperti yang lainnya, berkeluarga, dan menua. Aku ingin ...." Aku ingin kamu bahagia.

Oh, My Giant [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang