3 | Sebuah Cerita

4.8K 747 76
                                    

Aku kerap kali duduk di puncak gedung dengan pikiran melantur tak karuan. Bagaimana rasanya mati? Apakah menyakitkan? Lebih menyakitkan mana jika dibanding ikat pinggang Ayah yang sering menghantamku?

 Bagaimana rasanya mati? Apakah menyakitkan? Lebih menyakitkan mana jika dibanding ikat pinggang Ayah yang sering menghantamku?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Caca menyerah.

Demi Tuhan yang sering ia ragukan takdirnya, Caca telah mengibarkan bendera putih tanda perdamaian. Ia telah babak belur dihantam kenyataan tak masuk akal.

Caca pikir ia gila. Setelah dipukuli ayahnya dan berhasil lolos dari tempat pelacuran, kini ia terdampar di negeri antah-berantah.

Seminggu terakhir ini, gadis itu kerap kali membenturkan kepala sambil menjambak rambut sebagai luapan rasa frustrasi—lebih tepatnya, setelah Caca berkeliling istana dibantu beberapa pelayan. Melihat bentuk bangunan, prajurit, serta orang-orang di sekitarnya membuat Caca yakin ia memang telah terlempar di dunia antah-berantah.

Kerajaan Nirankara yang dipimpin oleh seorang Raja bernama Danadyaksa.

Caca pasti sudah tidak waras. Sebab, ia sedikit demi sedikit telah menerima kenyataan pahit tak masuk akal ini.

Ia bertanya-tanya, mengapa ia bisa terdampar di sini? Mungkinkah sumur tempatnya menceburkan diri itu adalah pintu penghubung dengan dunia lain? Sebab, Danadyaksa mengatakan Caca jatuh dari langit--Sejujurnya Caca tak percaya sepenuhnya. Mana mungkin ada manusia jatuh dari langit? Omong kosong!

Akan tetapi, Caca tidak mempunyai opsi lain yang dapat dijadikan alasan ia terdampar di Nirankara. Pusing lantaran tak menemukan jawaban, gadis itu kembali menjambak rambut. Para pelayan seketika panik.

Caca yang ditenangkan cemberut. Menurut saja ketika rambutnya yang berantakan disisir kembali. Gadis itu ingin sendiri. Namun, para pelayan di sisinya tak mau menuruti kemauan gadis itu.

Mereka beralasan, takut Caca bunuh diri. Hei, jika ingin bunuh diri Caca telah lama menjadi bangkai. Namun, para gadis di sisinya ini tak ada yang percaya.

Ah, satu lagi.

Karena perilaku Caca yang seperti orang gila itu. Para abdi kerajaan menatapnya kasihan. Mereka berkesimpulan, bahwasanya Caca tidak terima harus tinggal di Bumi. Akan tetapi, gadis itu tak bisa lagi kembali ke langit. Hingga sang Putri Langit pun jatuh dalam kesedihan mendalam.

Terserah mereka saja, Caca tak punya keinginan untuk meluruskan kesalahpahaman tersebut. Ia bingung, jadi ia biarkan saja.

"Ndoro suka sekali menatap ke luar jendela."

"Langitnya indah," jawabnya tanpa menoleh ke belakang.

Dua gadis yang menemani Caca itu saling pandang. Tenggelam dalam prasangka masing-masing.

"Sebentar lagi senja Ndoro, lebih baik jendelanya di tutup."

Saran tersebut membuat Caca menoleh ke belakang. Menatap heran dua gadis yang ia perkirakan hanya terpaut beberapa tahun lebih tua darinya. Nilam dan Cakrawati.

Oh, My Giant [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang