Katanya tak ada yang namanya kebetulan di dunia ini. Jika memang begitu, apa alasanku ada di sini? Mengapa aku bisa di sini? Untuk apa?
Caca pikir ia akan mati, ternyata ia baik-baik saja. Ketika ia sadarkan diri ia mendapati Ningrum menatapnya khawatir. Mengatakan kalau Raksasalah yang mengantarkan Caca pulang. Perempuan itu mengomel panjang lebar dan mengatakan tak akan pernah membiarkan Caca berjalan-jalan sendiri lagi.
Setelah hari itu, ia mendapatkan bunga. Bunga tersebut diantar Sanjita, katanya dari Raksasa.
Bunga anggrek putih.
Awalnya Caca bingung mengapa harus anggrek putih? Setelah bertanya pada Ningrum, barulah Caca tahu, kalau Anggrek putih bisa dimaknai sebagai ucapan permintaan maaf.
Sebenarnya Yasawirya tak perlu meminta maaf padanya. Caca hanya syok dan refleks melarikan diri ketika melihat Yasawirya dalam keadaan berlumuran darah seperti itu. Setelah lama berpikir, tak ada alasan yang lebih masuk akal atas apa yang dilakukan Yasawirya, selain bahwa lelaki itu berniat untuk mati.
Mungkin ia bosan hidup atau ia adalah seseorang yang putus asa. Entah putus asa karena apa dan hilang harapan atas apa, hingga membuatnya nekat berbuat demikian.
Untuk seorang yang berjuang hidup mati-matian, Caca tidak terima atas keinginan Yasawirya untuk mati. Mengapa harus mati? Matahari terlalu indah untuk dilewatkan.
Setelah hari itu pula Caca tak pernah bertemu lagi dengan Yasawirya, lebih tepatnya ketika ia keluar rumah, Yasawirya akan dengan cepat meninggalkan desa.
Awalnya Caca membiarkan saja, tapi waktu terus berlalu dan tak ada perubahan apa pun dari perilaku Yasawirya. Lelaki itu hampir setiap hari membawakan buah-buahan dan binatang buruan untuk warga desa, tapi ketika Caca berniat mendekatinya, Yasawirya dengan cepat berbalik pergi.
Caca sangat tidak tahan dengan situasi itu. Akhirnya setelah sebulan berlalu, di sinilah ia sekarang. Dengan membawa rangkaian bunga randa tapak--atau yang lebih dikenal dengan nama dandelion--ia berdiri di depan Yasawirya. Di gua lelaki itu.
Ia menyelinap pergi dari Ningrum, berpura-pura akan mencuci bersama ibu-ibu lainnya, padahal ia berangkat ke gua.
"Mau ke mana kamu?" tanyanya ketika Yasawirya akan pergi setelah melihat kedatangan Caca.
Gadis berambut biru sama sekali tak paham mengapa mata merah itu menatapnya seakan sangat terganggu. Caca bukan serangga penganggu, walaupun ukuran tubuhnya dengan Yasawirya dapat dibilang seperti tikus dan harimau. Timpang.
"Yasawirya, mau ke mana kamu?"
Lelaki itu tetap berjalan ke dalam gua. Caca mengikuti hingga Yasawirya berhenti di dekat danau kecil berwarna kebiruan, berkilau ditimpa cahaya yang masuk dari celah-celah dinding gua.
Yasawirya meliriknya sekilas sebelum memejamkan mata.
"Wah!" Caca tak habis pikir sekarang. Keberadaannya memang benar-benar tak dianggap di sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh, My Giant [END]
FantasyDi tengah pelariannya Caca bersembunyi dalam sumur tua. Namun, ia tak menyangka kalau sumur itu menghubungkannya dengan dunia lain. Tempat asing yang menganggapnya sebagai hadiah dari persembahan. Walhasil Caca kembali melarikan diri. Caca pikir di...