6 | Terperangkap

4.1K 712 208
                                    

Andai aku punya pilihan, aku telah melarikan diri sedari lama.

Andai aku punya pilihan, aku telah melarikan diri sedari lama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jangan bergerak Dinda." Danadyaksa merendahkan kepala, membaui leher gadis dalam dekapannya. "Dinda wangi sekali."

Alarm dalam diri Caca seketika mengirimkan sinyal peringatan tanda bahaya. Akan tetapi belitan tangan Danadyaksa serta perbedaan ukuran tubuh mereka membuat Caca tidak dapat berbuat banyak.

Matanya menatap pintu kamar yang terbuka. Harapan untuk melepaskan diri hadir ketika ia melihat Nilam yang akan masuk menatap kaget ke arah mereka lalu cepat-cepat gadis pelayan itu menundukkan kepala dan melarikan diri bahkan sebelum Caca sempat memanggilnya.

"Baginda, tidak baik jika posisi kita dilihat orang lain. Apalagi jika ...." Perkataan Caca menggantung, ia tak berani mengatakan prasangka perihal keresahan hatinya.

Danadyaksa melepaskan pelukannya, menangkup wajah Caca lalu menatap lamat-lamat wajah gadis yang sangat ia kagumi tersebut. "Dinda, kamu adalah hadiah terindah dari Dewata Agung padaku. Pada kami, seluruh rakyat kerajaan Nirankara."

Tangan Danadyaksa mengelus lembut surai biru gadis di depannya. "Berkat Dinda, kekeringan telah berakhir. Sedikit demi sedikit rakyat sudah dapat menanam kembali. Tidak akan ada lagi rakyat yang kelaparan."

Bukan itu yang ingin Caca tahu. Lagi pula, bukan ia yang menjadikan kekeringan berakhir. Mungkin saja, musim kemarau yang telah berakhir dan kebetulan hal itu terjadi bersamaan dengan Caca yang terdampar di tempat ini.

Caca yakin Danadyaksa paham apa yang tengah gadis itu risaukan. Namun, Danadyaksa enggan untuk memberitahunya, entah apa alasannya.

Buruknya, sekarang Caca merasa menjadi seorang selingkuhan—jika Danadyaksa benar-benar telah menikah.

Perlahan, Caca menurunkan tangan Danadyaksa di pipinya kemudian mundur beberapa langkah. Membuat jarak. Seharusnya mereka seperti ini, Caca tidak ingin jatuh hati. "Sebelumnya, aku berterima kasih karena Baginda telah memberikan aku tempat tinggal, makan dan pelayan. Aku nyaman di sini. Tapi, mungkin lebih baik aku keluar dari istana."

Raut lembut Danadyaksa langsung berubah, tatapan matanya menajam dengan rahang mengeras. Namun, dalam sekejap lelaki itu kembali menarik senyum lembut. Seakan-akan ia tak pernah terganggu dengan ucapan Caca. Lalu Danadyaksa melangkah maju dan Caca cepat-cepat mengangkat tangan sebelum Danadyaksa berhasil mengambil langkah.

"Aku tidak mau lagi terjadi kesalahpahaman. Apalagi sekarang--Baginda mendatangi aku malam-malam. Aku seorang gadis dan Baginda laki-laki dewasa. Apa yang orang lain pikirkan jika tahu Raja mereka mengunjungi kamar seorang gadis di malam hari?"

Danadyaksa diam dan Caca membenci diri karena tak dapat membaca raut wajah lelaki itu.

"Baginda, lebih baik Baginda tidak perlu lagi datang kemari. Apalagi jika ... Baginda telah menikah?" Kalimat terakhir terlontar ragu-ragu, lebih mirip pertanyaan dibanding pernyataan. Karena jauh disudut hati Caca, ia menginginkan Danadyaksa masih sendiri--belum memiliki istri.

Oh, My Giant [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang