Jika memang cinta, mengapa menyakiti? Bukankah cinta berbuah rasa sayang bukan kekerasan?
Caca bersandar di pendopo depan istana Teratai sambil menatap ke arah barat. Hembusan angin membuat helai rambut yang dibiarkan tergerai itu bergerak lembut. Hal itu membuat Caca sesekali menyelipkan rambut nakalnya ke belakang telinga. Sudah dua minggu lebih sejak Caca kembali terkurung di istana dan Caca belum menemukan cara untuk melarikan diri. Padahal Danadyaksa telah menetapkan hari pernikahan mereka. Malam bukan purnama, yang akan terjadi dua minggu lagi.
Sudah dua minggu pula, ia senang duduk menatap ke arah barat, beralasan bawa ia menatap bunga pohon bunga kamboja, padahal Caca hanya merindukan Hutan Sunyi dan sosok besar yang ada di sana. Apakah Yasawirya mencarinya? Apakah lelaki itu masih suka duduk menjuntai di atas tebing? Apakah lelaki itu kembali melakukan percobaan bunuh diri? Dan masih banyak lagi pertanyaan yang tentu tak pernah terjawab.
Andai saja Yasawirya dapat keluar dari Hutan Sunyi, apakah lelaki itu mau membawanya kabur dari istana? Tapi Caca tidak mau Yasawirya dalam bahaya, semua orang pasti akan menganggapnya monster dengan tubuh besar dan penuh luka yang Yasawirya miliki.
Ia pun tak dapat mengorek informasi apa pun dari Timun Mas, perempuan itu selalu dalam mode singa betina ketika melihat Caca. Gadis itu sangat tahu bahwa sangat sulit untuk Timun Mas dapat menerima kehadirannya. Namun, Caca mencoba untuk tak lagi peduli, toh Yasawirya mengatakan kalau Timun Mas bukan kunci kutukannya. Jika saja Yasawirya mengatakan, Timun Mas lah yang dapat membebaskan lelaki itu dari tubuh raksasanya, maka Caca akan melakukan segala cara untuk membawa Timun Mas kabur dari istana.
"Ndoro jangan terlalu lama menatap ke barat, Hamba takut Baginda Raja akan curiga."
Peringatan Nilam membuat Caca menghela napas. Gadis itu kemudian kembali mengambil sulaman yang belum selesai. Ia terdiam cukup lama menatap bunga anggrek putih yang ia sulam. Bunga anggrek yang dulu ia dapat dari Yasawirya, ketika di Hutan Sunyi Caca mencoba mengeringkannya, tapi tidak berhasil.
"Kemampuan menyulam Ndoro Putri semakin hari semakin meningkat."
Caca menyetujui apa yang Nilam katakan. Lagi pula, tak ada yang bisa Caca lakukan selain menyulam.
"Bagus tidak? Menurutmu apa yang kurang?" Caca mengarahkan sulaman itu pada Nilam yang duduk di sampingnya.
"Bagus, Ndoro Putri."
Tentu saja Nilam akan menjawab demikian. Caca tak dapat berbuat apa-apa dengan sikap Nilam yang sangat menghormatinya, menganggapnya seorang junjungan yang di mana Nilam dengan senang hati mengabdi kepada Caca. Bahkan dengan banyak bekas luka hasil siksaan dari Danadyaksa tak membuat Nilam membenci Caca. Bagaimana Caca harus membalas kebaikan gadis ini?
"Sajani dan Laksita datang, Ndoro Putri."
Caca menatap ke arah Nilam menatap, dua gadis pelayan itu membawakan kudapan manis dan teh. Perut Caca mendadak melilit, pasti Danadyaksa akan kembali berkunjung. Walau Danadyaksa tak pernah melakukan "sesuatu" yang sangat Caca takutkan, tapi perlakuan di masa lalu serta tatapan lelaki itu saat menatapnya, membuat Caca sangat ingin melarikan diri. Namun caca sadar, ia harus bersabar lebih agar Danadyaksa tidak meninggalkan kebiruan di tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh, My Giant [END]
FantasyDi tengah pelariannya Caca bersembunyi dalam sumur tua. Namun, ia tak menyangka kalau sumur itu menghubungkannya dengan dunia lain. Tempat asing yang menganggapnya sebagai hadiah dari persembahan. Walhasil Caca kembali melarikan diri. Caca pikir di...