Epilog

5.8K 646 47
                                    

Aku udah ngetik dari pagi, terus aku tinggalin nugas, eh nggak ke save, sad bnget 😫😫

💮💮💮

Hidup tak akan pernah selalu berjalan seperti yang kamu inginkan. Jalannya pun tak selalu pernah mulus. Sering kali terjal, berliku, bahkan curam dan menyakitkan. Namun, kalau bukan karena itu, kamu tidak akan pernah bisa merasakan makna bahagia. 

💮💮💮

"Apakah kamu senang dapat hidup menjadi manusia, Timun Mas?"

Gadis kecil itu mengangguk penuh semangat atas pertanyaan dari lelaki berpakaian serba putih yang sering mengunjunginya dan ibunya di sisi hutan. "Benar Tuan Pertapa, senang sekali." Ia kemudian berlari kecil dan melompat-lompat dengan ceria. "Aku bisa berlari, aku bisa berbicara, aku punya ibu, aku tidak lagi menjadi tanaman rambat yang dipetik buahnya oleh manusia. Aku tidak perlu kesakitan lagi jika mereka memotong daun dan menginjak sulur-sulurku."

Lelaki yang itu tertawa kecil melihat hal tersebut. "Apakah kamu tahu atas doa manusia mana hingga membuat Dewata mengabulkan doa putus asamu untuk menjadi manusia?"

Gadis kecil itu berhenti berlari kemudian tangannya menunjuk ke arah hutan. "Di sana, dia. Saat menyerahkan aku kepada ibu, dia bilang akan menjemputku saat aku dewasa nanti, tapi sampai saat ini aku tak kunjung melihatnya lagi."

"Kamu ingin bertemu dengannya?"

Gadis kecil itu mendekati sang Tuan Pertapa lantas menjawab yakin. "Tentu, bukankah aku lahir karenanya? Bukankah aku memang diciptakan untuknya?"

Sorot mata Tuan Pertapa meredup. "Namun, semua tak akan berjalan seindah yang kamu bayangkan Timun Mas. ada orang-orang yang tidak menginginkan pertemuan antara kamu dan dia."

"Aku tahu, aku pun telah siap dengan takdir yang menantiku di depan sana."

"Kamu tidak bisa melewatinya, Timun Mas, kamu akan mati."

Timun Mas semakin menunduk sedih. Kaki kecilnya menendang-nendang rumput liar dengan mata berkaca-kaca.

"Pihak kerajaan telah berhasil mendatangkan seseorang yang sangat sakti, besok malam, mereka akan melakukan ritual untuk merenggut jiwamu dengan paksa dan mengurungnya dalam kegelapan yang abadi."

"Lantas apa yang harus aku lakukan, Tuan Pertapa?"

"Aturan dan kekuatan dunia ini hanya berlaku untuk orang-orang yang hidup di dunia ini pula, tapi tidak akan berlaku untuk mereka yang hidup di dunia lain."

Seutas kalimat sang Pertapa membuat Timun Mas tercenung lama dalam pemikiran yang panjang. "Lantas, jika seandainya aku dari dunia yang berbeda maka jiwaku akan baik-baik saja?" tanyanya.

"Benar." Sang Pertapa menggenggam erat tangan gadis kecil tersebut. "Untuk itu, apakah kamu ingin melihat dunia yang berbeda? Tapi kehidupanmu tidak akan nyaman di sana."

"Lalu tubuhku?"

"Tubuhmu akan baik-baik saja, karena akan ada jiwa lain yang mengisinya."

"Apakah aku bertukar tubuh dengan 'manusia' di dunia lain itu?"

Sang Pertapa mengangguk.

"Apakah kehidupan dari orang yang akan bertukar jiwa dengan tubuhku tidak menyenangkan? Apakah tidak boleh mencari seseorang yang kehidupannya menyenangkan saja?"

Menghadapi pertanyaan polos itu membuat sang Pertapa tersenyum miris. "Itu adalah harga yang harus kamu bayar. Ia pasti bisa menjaga ibumu dengan baik."

Oh, My Giant [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang