BAB 15

14.9K 674 2
                                    


Tactics
***

Sejak hari dimana dirinya menyadari bahwa Eliana adalah wanitanya, satu-satu nya wanita yang layak untuknya, Devandra tak pernah seharipun menyerah untuk mendapatkan dukungan dari Gladis dan genknya dan setelah hampir satu minggu lamanya Gladis akhirnya mau membantunya.

" Serius kamu mau bantu kan Dis? "

" Pertama gue mau tanya sama lo? sejak kapan Rose jadi maniak manggil nama lo?"

Bukan hal yang mengagetkan bagi Devandra bila Gladis akan menanyakan hal ini, berbekal foto kuliahnya dulu bersama Arka, Devandra setiap hari selalu menyempatkan waktu untuk bertemu dengan anak-anak Arka maupun Gladis, dan ternyata hal itu berhasil.

" Uncle Dev maksud kamu? "

" Iya, gue mau jantungan tau, tiba-tiba si Rose bilang dia punya uncle baru "

" Anak-anak memang seperti itu "

" Maksud lo? "

" Mereka mudah berintraksi, apa lagi kalau itu adalah saya "

Gladis tak habis pikir tepat setelah Arka berkata bahwa Andra telah meminta ijin padanya untuk menikahi Anna, Gladis selalu waspada, dan dia kecolongan, si biang kerok ini bahkan telah membuat anaknya begitu mengidolakannya sekarang.

" Apa mau kamu? "

" Buat Liana mau ketemu sama saya "

" Terus? "

" Saya urus sisanya "

Dari pertemuan singkat itulah Gladis menyusun rencana agar Liana bisa bertemu dengan Devandra dan hari ini pun tiba, dimana dengan sengaja Gladis memasang plak tanda, yang bertulis maaf Ellias'project tidak melayani kunjungan untuk hari ini, agar klien sang adik tidak jadi datang berkunjung. Dia pun telah membuat rencana bersama Bianca dan Tony, semoga devandra berhasil. Harap Gladis.

" Lepas ngak? "

" Tidak sebelum kamu ikut saya "

" Apaan si kamu, lepas ngak "

" Kamu ikut, atau saya angkat kamu sekarang juga"

Bgaimana bisa Eliana terjebak bersama seorang Devandra, setelah kepergian Tonny dan kedua keponakannya, bahkan sekarang semua orang yang ditelfonnya seakan menggabaikannya, dan disinilah dia duduk berdua di dalam mobil bersama Devandra.

" Mau kemana? "

" Penasaran? "

Nah kan nyolot banget dia, pakek senyum-senyum tipis begitu, maksudnya apaan coba?

" Serius aku nanya "

" Aku juga jawab serius "

" Terserah "

Ternyata menetralkan degupan jantung yang sedari tadi ia rasakan bukanlah hal yanvg muda bagi seorang Devandra, dan kini ketika Liana tengah bersama dirinya pun, degupan jantungnya masih bermaraton dengan gilanya.

" Kamu marah? "

" Menurut kamu? "

" Aku minta maaf "

" Emm "

" Serius aku minta maaf buat 8 tahun lalu, dan buat hari ini "

Deg

Liana tak pernah menebak apa yang akan terjadi, tapi kenapa setelah sekian lama kata maaf yang ingin di dengarnya itu baru kali ini bisa ia dengar, rasanya--

" Ngak masalah, itu cuma masa lalu "

" Oke, jadi ngak masalah juga kalau saya ngelamar kamu minggu depan "

" Ya nge-- Apa? "

" Kenapa kaget gitu "

" Ngelamar kamu bilang, ogah! "

" Aku serius "

" Aku juga serius, ogah! "

" kita sampai "

Nah kan?  lagi-lagi  Liana dihiraukan, tapi tunggu? kenapa mereka  sudah ada di plantaran pemakaman umum, mau kemana sebenarnya ini.

" Ayo turun, jangan benggong, nanti kesambet "

Ucap Devandra yang secara tiba-tiba sudah membukakan pintu mobil untuk Liana.

" Ngapain ke sini? "

" Ayo ikut "

Eliana mengikuti langkah kaki Devandra, dan berhenti pada sebuah batu nisan yang terawat rapi dengan bunga yang masih segar, pasti sering dikunjungi batin Eliana. Sampai matanya terpatri pada nama di batu nisan itu.

" Halo Pa, Devan bawa Liana kesini, biar kenalan sama Papa "

" Hai om "

Disinilah Liana mendengar semua keluh kesah Devandra bagaimana ia dan salah pahamnya 8 tahun lalu. Dan ceritanya yang mengemban tanggung jawab besar sebagai seorang pewaris.

" Aku antar kamu pulang "

" Ngak usah, aku pesan taxi aja "

" Adis bakal bunuh saya kalau kamu pulang naik taxi "

" Ow, Eh?  kak Adis kok? "

" Dia bantu saya supaya bisa bertemu kamu "

" Pantas "

" Kamu marah? "

" Ngak, ngak papa "

" Oke aku antar kamu sekarang "

Setibanya di rumah Liana tidak mengatakan apa-apa, baik pada Gladis, Arka, maupun ibunya Tiana, ia ingin sendiri, merenungkan kebenciannya yang mendarah daging dalam dirinya untuk Devandra, dan kenapa? rasanya kebencian itu sudah tidak bersarang lagi disana?

apa karna ucapannya, atau karna ke egoisannya yang ingin memiliki Devandra saat itu, toh itu sudah lama berlalu, dan sekarang mungkin sudah saatnya ia berdamai dengan perasaannya, baik rasa bencinya maupun rasa cintanya, Dering telfon membuat lamunan Liana bubar.

0877998xxxx is calling

Liana sedikit mengerutkan keningnya sebelum mengangkat telfon itu.

" Hai "

Suara ini, tidak ini bukan suara Devandra, bukan juga suara Sebastian,  dan tidak mungkin Mario? ia kenal suara ini, dia lelaki yang pernah ditolongnya 8 bulan lalu sewaktu keberangkatannya ke indonesia. Lelaki berkebangsaan Singapura.

" Bara? "

" Yes i'am Elli "

" Hai  "

" Kamu masih di Indonesia, Bandung? "

" Ya, "

" Kebetulan, maaf baru menelfon, aku sedang di Indonesia tepatnya di Bandung, bisa kita bertemu? "

" Oke"

" Aku kirim alamatnya, sampai besok "

" Iya "

Senyum tipis menghiasi wajah tampan milik seorang Marko Arbara, katakanlah ia gila karna mencari wanita yang bahkan hanya menolongnya tanpa sengaja ketika dirinya akan melakukan penerbangan ke Dubai dari Jerman, dan beremu wanita cantik bernama Elliana. Elli terasa lebih cocok untuknya.

" Semua dokumen sudah siap tuan "

" Kita rapatkan besok "

" Baik "

" Apa dia masih sama? "

" Ya, "

" Kau ingat wanita yang menolongku di bandara dulu, Ian? "

" Nona dengan lesung pipit "

" Emm "

" Apa tuan menemukannya? "

" Ya, aku akan menemuinya besok "

" Semoga berhasil tuan "

" Iya semoga "

*****

Copyright

AranNara stories 🦉

Remember Of Me(End')Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang