BAB 17

12.3K 602 0
                                    


He
***

Gladis tak menyangka aksinya yang bermaksut memisahkan sang adik dari markobar malah berakhir dengan sebegitu tragis, pasalnya klien yang dimaksut olehnya adalah sang anak, Rose dan Alka anak bang Arka, yang tengah menunggu sambil memakan cake cheese mereka di ruangan sang adik,  dan disinilah Gladis duduk bersama Bianca dengan Anna yang berdiri dihadapan mereka berdua.

" Kakak bisa je--"

" Yang kakak maksud klien yang udah nunggu aku itu si Rose sama Alka, kakak tau ngak, aku udah batalin janji temu sama Bara dari beberapa hari lalu "

" Ya kan kakak pi--"

" Makannya tolong kak, jangan asal mensteatment kalau dia itu bahaya buat aku "

" Tapi kan it-- "

" Dia kenalan aku, dia pria yang baik, dan kalau kakak masih buat masalah lagi, aku pastiin semua klien dan kolega aku ngak aku suruh beli cake di cafe dan toko roti kakak, paham ngak?"

" Sor---"

" Emang dengan minta maaf, Bara bakal balik lagi, dia itu sibuk kak, se-enggaknya tolonglah kakak ngerti, "

" An gue ra--- "

" Dan kamu Bi, kok bisa sih ikut-ikutan  kayak gini, kan aku ngak enak tau sama Bara, aku yakin kamu udah tau siapa dia dan sesibuk apa dia "

" Kita pikir kamu sama Dev--"

" Haha, segala sesuatu dalam hidup aku harus banget ya, tentang dia, dan ya makasih buat kalian kakak dan lo Bi, ngak lupa si Tony, udah buat aku seharian sama si De-Van-dra itu "

" Kan kalian udah baikan "

" Baikan bukan berarti semua kembali ke titik awal kak, aku akui aku udah maafin dia, tapi untuk kembali njalin hubungan sama dia, No!"

Gladis dan Bianca benar-benar dibuat mati kutu oleh Anna, adiknya itu tak memberi kesempatan padanya sedikitpun untuk berbicara, sampai dering  di ponsel adiknya menghentikan ceramah berjamaah itu.

Melihat respon adiknya yang mematung tanpa mengangkat telfon  digenggaman nya, membuat Adis secara spontan mengambil hp milik adiknya itu.

" Dia? "

" Ini dia siapa Anna? "

Belum sempat Gladis mengeser tanda hijau untuk menjawab panggilan itu, Anna sudah lebih dulu mengambilnya dan mematikan hp nya segera.

" Apa yang udah kalian buat kali ini! "

" Apa? kakak ngak tau,  maksut kamu? "

" Ini pasti ulah kakak sama lo kan Bi, dia ngak mungkin telfon, kalau bukan karna sesuatu, bahkan selama hampir 8 tahun aku nyimpen nomer sialan itu "

" Jangan bilang dia itu si biang kerok "

" Ahrg! "

Teriak kan kesal milik sang adik berhasil membuat dirinya kalang kabut, dan ternyata Bianca dan juga kedua bocah yang sedari tadi asik memakan cakenya telah hilang dari ruangan itu, lah kampret! Dirinya di tinggal.

Dengan langkah seribu Adis pergi dari ruangan Anna dan meneriakkan nama Bianca.

" Sorry, gue ninggalin lo, gila banget tu si Anna, gue maklum kalau lo sensian dan galak, tapi Anna? "

" Iya gue tau "

" Dia lebih serem dari lo, kuntilanak aja takut "

" Lo itu kuntilanak "

Gladis baru sadar bahwa sedari tadi ia membiarkan hp nya tergeletak di atas meja pantry nya, deg lah buset ini neror namanya.

Gladis begitu syok dengan apa yang ada di layar hp nya.

86 panggilan tak terjawab
36 pesan baru

Sudah ia duga ini semua dari Devandra ada apa dia menghujaminya dengan panggilan dan pesan, toh Anna tidak menjawab panggilannya.

Samapi satu notifikasi masuk dan memamerkan foto seseorang yang begitu ia ingat jelas.

Setelah Bara meninggalkan cafe tempat dirinya menemui Elli, Ian asisten sekaligus menager nya menelfon bahwa rapat yang harus dihadirinya diundur, dan Bara memutuskan untuk pergi menemui Ian.

Baik Mario maupun Ian, ya Mr. Dols adalah Ian asisten Bara atau yang tak lain adalah Mr. Arb,  Mario bahkan sudah merasakan hawa membunuh dari sepupunya Devandra tepat setelah Ian mengenalkan sosok Mr. Arb yang tak lain adalah panggilan untuk Marko Arbara, pemilik perusahaan bursa saham yang berpengaruh di dunia.

Adegan berjabat tangan antara Devandra dan Bara adalah adegan yang begitu menegangkan, pasalnya Devandra langsung menatap tajam dan menusuk, dan bagaikan singa bertemu elang, Bara pun ikut menatap tajam pada Devandra, apa mereka musuh? bahkan selama jalannya meeting semua orang dibuat tegang dengan adanya adu argumen masalah pembagunan gedung dan hotel antara Devandra dan Bara.

Rapat yang berjalan hampir 3 jam itu membuat Mario dan Ian menelan ludah mereka, bahkan untuk sekedar minum pun mereka canggung.

Devandra tak menyangka rasa segar yang ia rasakan karna guyuran shower setelah ia mandi dan mendinginkan pikiranya, kembali harus hilang, karna pada kenyataannya sosok lelaki yang Devandra yakini sebagai benalu diantara dirinya dan Liana adalah sosok yang kini dengan gagahnya berdiri dihadapannya sebagai Mr. Arb, atau lebih tepatnya Marko Arbara, lelaki yang dengan santainya memegang tangan wanitanya.

Devandra dengan serius menatap lawannya tajam, dan dibalas Dengan tajam pula oleh Bara, gengaman tangan sebagai tanda perkenalan menjadi ajang adu kekuatan saling mencengkram.

Sialan.

Mereka imbang

Bahkan selama jalannya meeting Bara selalu saja bisa menyamai argumenya, walaupun rapat pada akhirnya berakhir dengan 50-50 dikedua belah pihak.

Bara tak menyangka keputusannya untuk ikut hadir pada rapat kali ini, membuatnya bertemu seorang Dev Raherja yang entah kenapa sejak pertama melihatnya sudah mengeluarkan aura permusuhan, bukan Bara namanya kalau hal seperti ini tak dapat dikontrolnya, mata dengan mata, api dengan api, dan kata dengan kata, dia merasa bahwa seorang Dev telah menganggapnya lebih dari seorang patner bisnis.

Intonasi yang datar dan penuh penekanan dari Dev membuat Bara sedikit dongkol, jadi ia tidak hanya ingin berpatner sebagai teman bisnis, tapi juga sebagai musuh. Musuh?

Untuk apa Dev harus menggangapnya sebagai musuh, bukankah ini kali pertama mereka berjumpa, Aneh.

" Senang berbisnis dengan anda "

" Saya juga "

Jabatan tangan antara Devandra dan Bara menjadi akhir dari pertemuan rapat yang melelahkan ini, dan awal dari ketidak segajaan diantara mereka kelak.

*****

ArranNara 👋

Remember Of Me(End')Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang