Homesick

1K 72 3
                                    

Belum sampai 1 minggu Kiera di Auckland tapi ia sudah ingin pulang saja, ia tak betah jika boleh jujur, ia sendirian meskipun tinggal beramai-ramai dengan yang lainnya, tetap saja ia kesepian, sering sekali Kiera berkomunikasi dengan Marcel melalui videocall dan ia selalu berakhir menangis ingin pulang, justru dengan keluarganya ia jarang, ia takut jika ia menghubungi keluarganya justru ia berakhir benar-benar kembali ke Indonesia.

"Kau sudah sarapan?" Tanya Marcel melalui videocall.

"Sudah, aku sudah makan roti tadi, kenapa kau belum tidur?" Kiera heran, sekarang sudah pukul 9 pagi di Auckland yang berarti di Jakarta sudah jam 3 pagi dan kekasihnya belum tidur sama sekali.

"Kalau aku tidur siapa yang menemanimu?" Tanya Marcel dengan matanya yang sudah mengantuk.

"Tidurlah, lagi pula aku mesti ke uni hari ini untuk mengurus beberapa hal lalu aku ada interview kerja di cafe." Saran Kiera dengan lembut.

"Hmm, kenapa pula kau harus memilih negara yang mempunyai perbedaan waktu terlalu jauh, menyulitkan kita berkomunikasi saja." Omel Marcel yang sebenarnya membuat Kiera sedih, ke New Zealand adalah impiannya yang kedua setelah sebelumnya ia berniat ke Canada namun sepertinya cukup sulit bagi keuangannya.

"Sorry." Ujar Kiera pelan, ia tidak mau memperpanjang masalah meskipun selama ia di Auckland selalu ini yang dibahas oleh Marcel, pria itu seakan tidak trima Kiera pergi jauh meskipun untuk mengejar mimpinya.

"Cepat selesaikan kuliahmu dan pulang saja, aku tak tenang jika kau disana, terlebih pria-pria disana tampan-tampan." 

"Aku usahakan. Aku tutup yah, aku sudah mau berangkat, kau tidurlah dulu."

"Tuh kan, biasa juga kau bisa berjalan sambil videocall."

"Tapi kan kau belum tidur, ini sudah saatnya kau tidur, kau akan sakit jika terus-terusan seperti ini."

"Aku mau sakit atau tidak juga kau tidak ada disini jadi biar saja aku sakit." Kiera terdiam mendengar perkataan Marcel, ia tidak habis pikir dengan pikiran pria itu yang selalu negatif thinking dan toxic menurutnya. 

"Aku tutup, tidurlah." Tanpa menunggu respon dari Marcel, Kiera langsung memutuskan sambungan videocall mereka, mood-nya hancur seketika.

Kiera menghela napas panjang beberapa kali untuk menenangkan perasaannya sebelum ia mengambil tas ranselnya dan berangkat menuju universitasnya. Jaraknya hanya sekitar 10 menit dari apartment Kiera sehingga gadis mungil itu bisa berjalan kaki, sambil mendengarkan lagu dari ponselnya Kiera melangkahkan kakinya membaur bersama orang-orang lain.

Butuh sejam bagi Kiera untuk berbicara dengan student service yang menjelaskan apa saja yang perlu Kiera lakukan sebelum perkuliahan dimulai. Dari masuk ke student portal dimana terdapat assessment yang harus dikerjakan dan di submit kelak, mengambil jadwal course, menjelajahi universitas untuk jurusannya, dan lain-lain, setelah selesai Kiera lantas menuju ke sebuah cafe dimana ia akan melakukan interview untuk bekerja part time.

Jaraknya lumayan jauh, sekitar 15 menit berjalan dari kuliahannya yang berarti 25 menit dari apartmentnya, Kiera melakukan interview dengan pemiliknya yang beruntungnya adalah orang Indonesia juga, Kiera langsung diajak untuk trial selama 3 jam dan jika owner cafe merasa puas dengan pekerjaan Kiera maka ia bisa langsung bekerja.

Tentu saja bekerja di cafe adalah sesuatu yang baru bagi Kiera, sebelumnya ia tak pernah bekerja terlebih ini di negara orang yang menggunakan bahasa Inggris dimana bukan bahasa yang biasa dipakai Kiera, tapi ia berusaha semaksimal mungkin untuk trial agar bisa di terima, ia butuh pekerjaan yang bisa menghasilkan uang, hidup di New Zealand bukanlah sesuatu yang murah, meskipun gajinya tinggi tapi biaya hidup disini juga berat.

She Wish To Be Loved - VRENE EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang