Sudah sebulan berlalu sejak kejadian itu dan sampai sekarang Nathan tak tau siapa dibalik kejadian malam itu ia susah berusaha mencari tau namun tak menemukan titik terang, bahkan ia sudah memeriksa semua cctv dan tidak ada yang janggal sama sekali, pada akhirnya Nathan hanya berpikir bahwa itu hari sialnya, tapi ia yakin 100% tidak ada yang terjadi antaranya dan William. Berbicara soal William, ia sama sekali tak tau bagaimana kabar pria itu, pengadilan belum mengeluarkan keputusan terhadap kasus William. Hannah juga, Nathan sudah tak pernah menerima panggilan dari wanita itu, dan ia bersyukur akan itu terlebih Kiera terlihat semakin menempel padanya seolah melupakan semua kejadian yang ia lakukan pada wanita itu, bahkan keluarganya yang tidak terima dengan kedekatan Kiera padanya, mereka menganggap Kiera terlalu baik atau bodoh entahlah yang penting Kiera tetap dengannya, ia hanya butuh itu. Kiera juga benar-benar tak membawanya ke psychiatrist sesuai dengan perkataannya waktu itu.
Nathan sibuk memandangi Kiera yang tengah tertidur dalam pelukannya, benar-benar pulas, sesuatu kebiasaan yang akhir-akhir selali dilakukan Nathan. Kiera benar-benar hanya bisa tertidur saat bersamanya, pernah sekali Nathan pulang terlambat karna kesibukannya dikantor dan Kiera menangis meraung-raung karna Nathan tak kunjung pulang, yah ia sudah kembali ke kantor atas permintaan Kiera sendiri, sang daddy tak bisa menolak hingga akhirnya Nathan kembali memegang kendali penuh di perusahaan.
Nathan merasa bersyukur bisa menjadikan Kiera istrinya, wanita dalam pelukannya ini terlalu baik. Kehamilan Kiera juga sudah bertambah tentunya, perutnya sudah kelihatan sedikit membuncit, Nathan suka sekali mengelusnya dan sesekali mengajaknya berbicara hingga Kiera kadang terkikik kecil. Selama sebulan ini bersama Kiera tanpa gangguan dari pihak manapun membuat Nathan menyadari jika ia sudah jatuh cinta pada istrinya sendiri, ia merasa begitu bodoh pernah mempermainkan wanita yang benar-benar mencintainya.
Ponsel Kiera berdering hingga membuat sang empunya merasa terusik, namun dengan sigap Nathan menepuk-nepuk punggung istrinya dengan pelan agar Kiera bisa kembali terlelap, dengan tangan sebelahnya ia mengambil ponsel Kiera, panggilan yang berasal dari Indonesia, Nathan ragu-ragu untuk mengangkatnya karna nomor itu tidak tersimpan dalam ponsel istrinya.
"Halo."
"Kiera?" Suara wanita yang Nathan kenal.
"Mama?" Tanya Nathan pelan-pelan, takut Kiera terganggu.
"Nathan? Nathan yah? Kiera-nya ada?" Tanya Helen dengan buru-buru tidak seperti biasa.
"Kiera lagi tidur ma, ada apa yah?"
"Ehm, mama cuma mau kabari besok mama bakal sampai Auckland, sekarang mama lagi di Singapore."
"Mama mau ke Auckland? Kenapa tidak kabari? Sampai jam berapa ma biar Nathan jemput."
"Mama sampai jam 7 pagi."
"Okay, kalau gitu besok Nathan jemput."
"Makasih Nathan."
"No worries ma, hati-hati."
Lalu panggilan pun terputus dengan Nathan yang merasa heran kenapa ibu mertuanya terdengar begitu buru-buru dan juga tak memberitahu mereka jika mau datang ke sini, memberitahunya malah last minute, tapi Nathan tak peduli ia akhirnya ikut memejamkan mata memasuki alam mimpi menyusul istrinya.
———
Nathan bangun lebih pagi dari biasanya hingga membuat Kiera terusik namun wanita itu tidak bangun sama sekali, yah memang sebuah kebiasaan bagi Kiera untuk bangun jam 7 pagi dan sekarang baru jam 6. Nathan bersiap-siap untuk menjemput ibu mertuanya dibandara dan berangkat begitu melahap sepotong roti.
Nathan menunggu di gerbang kedatangan sambil melihat-lihat orang yang keluar memastikan bahwa ibu mertuanya belum keluar.
"Mama." Panggil Nathan sambil menghampiri Helen yang hanya membawa satu koper kecil.