01 - Day 1

852 44 1
                                    

Ballroom ini terlihat sangat megah untuk menggelar sebuah acara. Dengan gaun putih hingga menyentuh lantai serta make-up tipis, Ardelle duduk di kursi sesuai posisinya saat ini. Namun, sesuai kontrak kerjanya ia dibiarkan masuk 2 jam sebelumnya.

Jemarinya terangkat dan mulai menekan tuts piano itu dengan lihai. Ia memainkan Summer karya Vivaldi.

Seorang pria dengan jas di tangannya dari kejauhan memiringkan kepala melihat kejanggalan di depannya. Ia menyilangkan tangan di dadanya.

"Apa ini?" tanyanya saat merasa seseorang di sampingnya.

"Nona Cannavah mencari pengganti yang lain, sir."

"Dan alternatifmu adalah ini?"

"Dia meminta untuk berada di tempat 2 jam sebelumnya. Saya juga sudah membuat kontrak andaikan ia merusak semua yang ada di sini sebelum acara di mulai."

Ia mengangguk, namun mengerutkan dahinya. "Kau yakin dia bisa main?"

Marshall menyipitkan pandangannya. Walaupun terdengar bagus, Marshall bisa merasakan bahwa perempuan di sana terlihat sangat kaku. Seperti sudah tidak bermain piano dalam jangka waktu yang panjang.

"Ganti dia."

"Sir!"

"Ini ulang tahun si bajingan tua itu, Gibson. Kau mau dia memakiku di depan semua orang?!" bentak Marshall.

Gibson menundukkan kepalanya. "Yes, sir!"

Gibson berjalan ke arah panggung setelah Marshall pergi. Dia mendekat dan menatap Ardelle dengan raut penyesalan. Ardelle menghentikkan permainannya dan menatap Gibson dengan penuh tanya.

"Maaf, Miss. Sepertinya atasan saya tidak terlalu menyukai permainan anda," ucap Gibson jujur.

Ardelle mengusap jarinya dan tersenyum miring. "Kalau begitu hubungi Miss. Cannavah jika ingin menggantikanku. Aku disini untuk menggantikannya ketika ia sedang sakit. Setelah kau berhasil menghubunginya, aku akan pergi."

Gibson permisi untuk menghubungi temannya, Flair Cannavah. Seorang pianis yang terkenal itu sedang mendapat serangan flu sehingga ia tidak bisa bermain hari ini. Setelah beberapa menit, Gibson kembali ke hadapannya.

"Miss. Cannavah bilang jika ia akan mencarikan pengganti yang lain. Maaf telah mengganggu waktu anda, Miss. Cavanaugh," ucap Gibson.

Ardelle tersenyum simpul. "Thank you, sir."

Perempuan bermata biru itu mengambil tasnya yang berada di belakang panggung. Kakinya berjalan keluar dari hotel lalu ia menghentikan kakinya ketika mendengar suara klakson. Mobil keluaran Acura tepatnya Acura NSX berwarna biru ini berhenti disampingnya.

"Hai."

"Flair?" panggil Ardelle bingung.

Flair membuka pintu mobil, berjalan memutari mobilnya dan memilih duduk di samping kemudi. "Bisakah kau yang menyetir?" ucapnya sambil menggosok hidungnya dengan tisu.

Ardelle langsung memasuki kemudi dan mengendarai mobil itu keluar dari hotel. Ardelle menoleh ke arah Flair.

"You okay?"

Flair menggangguk. "Maaf. Aku tahu kau memaksakan dirimu demi aku."

Ardelle menggeleng pelan. "Tidak. Lagipula aku juga sedang bosan," ucap Ardelle sembari menginjak pelan pedal rem ketika lampu menunjukka merah. "Lalu kenapa keluar kalau kau sakit?" tanya Ardelle.

"Aku ke rumah sakit sekaligus aku tidak enak padamu."

Ardelle tertawa. "Kau bisa memanggil dokter, Flair. Aku juga tahu keluargamu mempunyai dokter pribadi. Dan kau malah ke rumah sakit? Kau sedang pamer uangmu padaku ya?"

Blue EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang