PROLOG

1.2K 61 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


* * *

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

* * *


Ardelle meremas tangannya dengan keras. Ia beranjak dari sofa dan melangkah menuju pintu. Tepat saat Ardelle membuka pintu, Marshall datang dan menatapnya dengan tajam.

"What do you want?"

Ardelle terdiam. Mulutnya seolah kaku. "Aku-"

"WHAT DO YOU WANT?!"

Suara teriakan Marshall membuat Ardelle mundur. Nafasnya mulai memburu karena takut. Jika seperti ini, Marshall tidak akan memaafkannya.

Ardelle terseyum sinis karena pemikirannya. Tentu ia tidak mengharapkan permintaan maaf dari Marshall.

"Kau tersenyum? Fuck, Ardelle! Sebenarnya kenapa kau ke sini?"

Kobaran marah di mata Marshall dan badannya yang semakin maju pada tubuhnya, membuat Ardelle mundur dengan pelan.

"Aku menyerah."

Langkah Marshall terhenti. Salah satu alisnya naik dan Marshall terkekeh. "Menyerah? Apa maksudmu?"

"Tentang perasaan-"

Ardelle menahan nafas ketika Marshall yang tiba-tiba mendekat, serta wajah Marshall yang terlalu dekat dengan wajahnya, dan juga tangan Marshall yang berada di rambutnya. Menjambaknya dengan kuat.

"Memangnya kau kira aku masih memiliki perasaan? Apa kau merasa sepenting itu?" Marshall tersenyum miring.

"Bagiku, Ardelle Cavanaugh sudah mati."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Blue EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang