"Seperti apa Marshall di matamu, Elle?"
Pertanyaan itu membuat Ardelle terkejut. Ia menatap Camille dengan bingung.
"Kenapa...tiba-tiba?" tanya Ardelle sembari terkekeh. Ia sedikit merasa aneh mendengar pertanyaan tersebut.
"Hanya ingin. Kau terlihat dalam kondisi yang tidak baik dengan Marshall."
Camille melihat kantung mata Ardelle ketika sinar mentari menerpa wajahnya. Kulitnya memang terlihat pucat, namun kali ini membuat ia khawatir. Camille mengusap lengannya. Ia juga melihat Fred pagi ini lengkap dengan jas. Pria tua itu akan memonitor perusahaan setelah sekian lama Ardelle tidak datang akibat masalah Matthew, ditambah penyakitnya sekarang.
"Aku akan balik nanti sore," ucap Camille. "Namun, aku akan sering kemari."
Ardelle menggeleng. "Aku tidak apa-apa, Camille. Kau harus bekerja," sahutnya dengan cepat.
"Kalau begitu aku akan sering mengirim pesan. Jika kau tidak membalasnya, aku akan langsung terbang ke sini."
Ancaman itu segera membuat Ardelle mengangguk. Ia membiarkan Camille untuk mengemas perlengkapannya sedangkan ia berdiri dengan gamang di taman yang sudah terlihat kosong setelah rumah kaca itu ia hancurkan.
Inilah yang membuat ia enggan untuk memberitahu penyakitnya. Semua orang khawatir karena memikirkan bahwa tubuh ini terlihat sangat lemah.
Setelah bertahun-tahun membentuk dirinya dengan baik, kenapa harus ada kata jatuh di dunianya?
Ia bahkan sudah jatuh beberapa kali.
Ia tidak menangis saat kedua mata ini melihat ayahnya masuk ke dalam tanah.
Hal yang sama terjadi pada kekasihnya, tanpa ia lihat bentuk tubuh itu untuk terakhir kalinya.
Ia bangkit setelah Louis dan Ayah menipunya.
Ia bahkan tidak menangis ketika sahabatnya dibakar.
Oksigen ia hempaskan dengan kasar. Ia juga tidak menangis saat dirinya didiagnosis kanker darah. Helaan nafas kembali ia lakukan sekaligus menjadi akhir bagi pemikirannya saat ini.
Setelah berjam-jam berdiri dengan aneh di taman belakang, ia berjalan menuju garasi.
"Nona, anda tidak diperkenankan untuk menyetir sendiri sesuai perintah Tuan Fred."
Desahan lelah keluar dari mulutnya. Ini bahkan masih pagi, namun ia sudah banyak menghela nafas. Kakek benar-benar melaksanakan deklarasinya. Shane bahkan memberitahunya melalui pesan bahwa Fred mengambil alih untuk menjadi pemimpin—pengganti dirinya—pada rapat pagi ini. Ia mengatakan bahwa tidak ada yang boleh menganggu dirinya secara langsung. Semua harus melewati Shane untuk menghubungkan dengan dirinya. Intonasi tegas Fred sudah terbayang di benaknya saat mengumumkan berita itu.
"Apa anda ingin menemui Mr. Blackton?"
Pertanyaan yang aneh ketika pelayan mengetahui isi benaknya dengan mudah. "Bagaimana kau tahu?"
"Oh? Bukankah anda yang menyuruh Tuan Shane untuk mengumumkan alamat Mr. Blackton serta nomor telepon sekretarisnya jika ada sesuatu mendadak?"
Rahangnya jatuh seketika. Ia tidak pernah mengeluarkan mimik ini di depan pelayannya selama ia hidup. Tetapi situasi ini membuatnya tidak bisa berkata-kata.
"Tuan Shane juga memberikan kami nomor teleponnya dan juga Tuan Fred."
Ardelle memegang keningnya. Memikirkan siapa manusia yang mengeluarkan titah seperti itu.
"Nona Ardelle, ijinkan saya untuk menjaga anda dari jauh. Anda tidak akan menyadari saya!"
Suara tegas itu membuat Ardelle berjengit dan membalikkan badannya. Ia mendapati Austin berdiri tegak di dekatnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/303393368-288-k550008.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Eyes
Romance#1 in your eyes Ardelle Cavanaugh, hanya perempuan biasa di mata birunya. Namun di mata orang, ia adalah pengatur di keluarga Cavanaugh. Tiga tahun menetap di New York membuat bebannya berkurang. Namun, bertemu Marshall El Blackton sepertinya merupa...