29 - Five Stage of Grief : Bargaining

177 15 0
                                    

Langit yang terlihat cerah seolah mengejeknya yang terlihat muram. Kantung matanya terlihat memburuk. Suster harus menusuknya dengan obat penenang akibat kepanikannya. Gips yang membungkusnya seperti mummy membuat Ardelle semakin kesal ketika ia harus dibantu dalam hal membersihkan tubuh. Netra biru itu melihat dirinya sendiri pada cermin yang terpajang rapi. Wajahnya terlihat bersih. Sangat aneh ketika ia baru saja mengalami kecelakaan besar.

Ardelle mengingat Cade memeluknya dengan kuat waktu itu. Seketika keningnya mengerut. Apa lelaki itu tidak mau punya kekasih dengan bekas luka di wajahnya?

Mungkin jika Cade ada di sini bersamanya, ia akan berkata, "Untung saja wajahmu tidak terluka."

Kata 'jika' membuatnya merenung.

"Nona, jangan terlalu lama berdiri seperti itu."

Ucapan salah satu suster membuat Ardelle mengerjap. Ia bahkan tidak sadar bahwa dirinya sedang berdiri dengan satu kaki. Bokongnya kembali mendarat di atas kursi roda. Hari ini adalah pertama kali ia akan keluar dari mansion. Kakeknya sampai membuat lift khusus untuk dirinya dalam waktu singkat padahal Mansion Cavanaugh hanya terdiri dari dua lantai, walaupun areanya memang sangat luas.

"Kapan Grandpa membuat ini?" tanya Ardelle ketika Fred tiba-tiba berada di sampingnya ketika ia menatap benda baru itu.

"Sejak kalian kecelakaan. Aku harap kalian berdua memakainya dengan baik ketika sakit," ucapnya dengan pandangan lurus.

Ardelle menjadi bertanya-tanya. Apakah Fred menangis?

"Grandpa."

Fred menoleh.

"Apa Grandpa menangis?" tanyanya.

Bibir Fred membentuk senyum tipis. "Aku masih manusia yang mempunyai emosi jika kau lupa, Ardelle."

"Jika aku yang mati, apa Grandpa akan menangis?"

Fred menatapnya dalam diam. "Apakah ada orang yang menyukai kematian? Kematian itu seperti kau tidak akan pernah bertemu lagi dengannya. Kau tidak akan menemukannya di benua manapun karena bumi bukanlah tempatnya. Lalu apa yang terjadi jika ia tidak ada? Maka perlahan kau akan melupakan suaranya di dalam otakmu sehingga kau harus mengulang semua video bagaikan kaset rusak,"

"Jika kau menanyakan itu dengan serius, jawabanku adalah ya, Ardelle. Aku akan menangis dan Grandpa hanya bisa memandang fotomu. Grandpa akan menyalahkan diri karena tidak bisa menjagamu dengan baik."

Ardelle terdiam. Baik ia dan kakeknya sedang dihantui oleh rasa bersalah dan menyesal. Fred menggantikan suster untuk mendorong kursi rodanya.

"Ardelle, maafkan aku."

Ucapan Fred membuatnya menoleh.

"Karena kau tidak bisa melanjutkan mimpi-mimpimu."

Ardelle kembali meluruskan pandangannya ketika pintu lift tertutup rapat. Tidak ada guratan sedih di wajahnya. Ia sudah mati rasa.

Ia sudah tahu. Kemungkinan terburuknya adalah semua mimpinya juga mati begitu saja.

***

Tangan Ardelle naik untuk menghapus keringatnya. Ia mendelik tajam ke arah langit. Apa ayahnya dan Cade senang pergi ke sana?

Apa Cade meminta untuk tidak hujan?

Cade Denzel, pria yang tidak menyukai hujan. Pria itu memilih untuk memeluknya ketika hujan besar turun membasahi tanah. Mereka memilih menonton film atau sekedar membuat cokelat panas dengan marshmallow. Lelaki tinggi 185 cm itu juga akan mengerang kesal ketika syutingnya harus dalam keadaan basah. Ia akan merajuk padanya sepanjang hari. Pria itu juga sangat menyukai pantai karena terlihat hangat.

Blue EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang