"Sir."
Marshall melirik Gibson lalu kembali membaca kertas di tangannya.
"Ms. Vivienne mengajukan pembatalan kontrak. Namun ia tetap mengirim hasil sketsa untuk mansion anda melalui e-mail."
"Apakah dia membaca kontrak yang kita berikan?" tanya Marshall sembari membalik kertas.
"Ya, dia siap untuk membayar penalti. Namun..."
Marshall yang sudah masam dengan pembatalan kontrak itu, langsung menatap Gibson dengan jengah.
"Apa lagi?"
"Perusahaan Gregory and Partners tidak ada yang bernama Vivienne."
Kerutan di dahi Marshall terlihat jelas. Sejak beberapa tahun yang lalu, ia memang memakai jasa dari perusahaan Christian Gregory. Bahkan design penthouse yang ia pakai juga berasal dari perusahaannya. Tangannya langsung mengabaikan kertas di depannya. "Apa maksudmu, Gibs?"
"Secara general, nama depan dan belakang tidak ada yang bernama Vivienne di sana. Maaf sir, walaupun kita sudah bekerja sama dengannya beberapa tahun ini, saya sedikit takut karena ia hanya memberikan nama hanya 1 kata."
"Jadi, apa yang kau dapatkan?"
Gibson menatap tuannya. "Tidak ada nama depan maupun nama belakang. Tetapi ia memakai nama tengahnya‐"
Gibson menghentikkan ucapannya ketika Marshall menatapnya dengan lekat.
"Ardelle Vivienne Cavanaugh, sir."
Wajah Marshall terlihat datar di mata Gibson, sehingga membuatnya berdeham kecil. Bosnya terlalu pintar menyembunyikan ekspresi dan menggantinya dengan ekspresi datar. Seorang pramugari mendekat ke arah mereka.
"Mohon maaf sir, jet akan lepas landas dalam sepuluh-"
"Hentikan penerbangannya."
Pramugari tersebut menoleh kaku ke arah Gibson ketika mendengar ucapan Marshall. Gibson menganggukkan kepalanya. "Mr. Blackton akan keluar. Tunda penerbangannya dan tunggu informasi selanjutnya," ucap Gibson.
***
Suara dentuman musik yang keras membuat Ardelle tersenyum miring. Ia meneguk minuman kerasnya dengan cepat agar mabuk lalu memberitahu bartender dengan mengangkat gelasnya yang kosong.
"Elle, jangan minum terlalu cepat," ujar Louis lalu mengambil gelas Ardelle. Lelaki itu diundang sendiri oleh Ardelle. Namun ketika sampai, pria itu sudah terlihat cukup mabuk.
Sofa itu terlalu luas untuk mereka berdua. Ardelle hanya tertawa lalu kembali mengambil gelas dan meneguknya. Louis juga terlihat melakukan hal yang sama. Mereka berdua benar-benar sudah diambang kesadaran.
"Louis," bisik Ardelle. Saat ini kepalanya menyandar di bahu lebar Louis yang sedang merangkul bahunya.
"Apa kau mencintaiku?" tanya Ardelle pelan lalu mendongak. Louis terlihat menutup sembari mengerutkan dahinya. Lelaki itu entah berapa gelas yang sudah dihabiskan.
Sama sekali tidak mendengar jawaban, Ardelle naik ke atas pamgkuan Louis dan memegang kerahnya dengan kasar. Mata Louis langsung terbuka. Tangannya dengan sigap memegang pinggang Ardelle ketika badan itu sedikit limbung.
"Ardelle, what are you doing?" tanya Louis sedikit keras. Jemarinya merapikan rambut Ardelle dengan rapi.
"Apa kau mencintaiku?" tanya Ardelle dengan keras. Tangannya menarik keras kerah Louis hingga badannya maju. Kedua hidung mereka bersentuhan.
![](https://img.wattpad.com/cover/303393368-288-k550008.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Eyes
Romansa#1 in your eyes Ardelle Cavanaugh, hanya perempuan biasa di mata birunya. Namun di mata orang, ia adalah pengatur di keluarga Cavanaugh. Tiga tahun menetap di New York membuat bebannya berkurang. Namun, bertemu Marshall El Blackton sepertinya merupa...