Lupakan bangun siang jika kamu sudah memiliki anak.
Itu adalah ungkapan yang selalu ingin Jeno katakana setiap pagi.
"Ayah... Ayah..." Logan merangsak masuk ke dalam selimut yang Jeno pakai. Ini masih pukul lima pagi dan anak itu merengek ingin memakan bubur ayam.
"Ini masih pagi banget, Logan. Nanti tunggu sampai jam enam aja." Jeno memeluk putranya agar kembali tidur. Namun, Logan justru menjilati telinganya dengan jahil.
"Jangan gitu, jorok."
"Ayo, bangun." Logan menusuk-nusuk perut Ayahnya. Dia gemas dengan kotak-kotak yang ada di perut itu.
"Iya, Ayah bangun."
Menyerah!
Jeno memutuskan untuk bangkit, dia mencuci muka dan sikat gigi di kamar mandi dengan Logan yang setia memantaunya di depan pintu kamar mandi yang terbuka. Dia hanya tidak mau Ayahnya tertidur di kamar mandi.
"Naik sepeda aja, Yah."
Kali ini Jeno menurut karena dia juga sudah lama tidak bersepeda, hitung-hitung olahraga di hari minggu.
"Pegangan, jangan sampai lepas."
Logan memeluk Ayahnya dengan erat. Sebagai antisipasi, Jeno membawa kain untuk mengikat tubuh Logan di pinggangnya. Dia yakin Logan pasti lengah ketika melihat sesuatu di jalan yang menarik perhatiannya. Buktinya saja di sepanjang jalan dia terus saja menunjuk-nunjuk pohon-pohon.
"Aduh, warungnya tutup, nih."
Kedua pasang anak dan Ayah itu begitu kecewa. Mereka ingin memutuskan mencari tukang bubur lain, tapi tiba-tiba hujan.
Memang, hujan itu pembawa rezeki.
Saat ingin berteduh di salah satu rumah, seorang pria datang membawa keranjang belanjaan dengan berlari kecil.
"Eh?" Dia terkejut melihat siapa yang berteduh di depan rumahnya.
"Kakak cantik!"
...
"Maaf merepotkan."
"Jangan gitu, Pak Reno. Saya senang bisa menyuguhkan bubur sesuai maunya Logan."
Iya, itu Jaemin. Jeno dan Logan memang tak sengaja berteduh di depan rumah lelaki manis itu. Jaemin ternyata memasak bubur ayam.
Pas sekali.
"Selamat menikmati."
"Selamat makan!!!" Logan berseru dan memasukkan satu suapan besar sebelum dia memuntahkannya lagi. Jaemin langsung menadahkan tangannya di depan mulut Logan. Dia membuang bubur yang dimuntahkan Logan tadi ke dalam sampah dan mencuci tangannya.
"Makannya pelan-pelan aja, ya. Ini masih panas."
Jaemin dengan sabar mengipasi bubur ayam milik Logan dengan telaten dan sabar. Semua itu tak luput dari perhatian Jeno. Dia senang sekali ada yang memperlakukan putra yang dia jaga seperti berlian. Bahkan, Jaemin terlihat lebih sabar mengasuh Logan yang termasuk rewel.
"Pak Reno!"
"Ah, iya?!"
"Bapak saya panggil dari tadi. Buburnya sudah hampir dingin." Jaemin menunjuk bubur yang ada di depan Jeno. Lelaki itu tersenyum canggung dan mulai memakan buburnya.
"Mau lagi!"
Logan sudah memakan hampir tiga mangkuk bubur ayam buatan Jaemin. Sebenarnya Jeno juga mau menambah, tapi dia sungkan.
"Sudah cukup, Logan. Nanti sakit perut kalau kebanyakan." Jeno menegur putranya dengan tegas, hal itu malah membuat Logan kesal. Narendra yang melihatnya langsung mencoba menenangkan Logan.
"Nanti kita bisa makan lagi buburnya. Sekarang, Logan mau bantu Kakak kasih makan ikan, gak? Kakak punya ikan loh."
Mata Logan berbinar, dia dengan cepat berseru ingin memberi makan ikan. Hal itu membuat Jeno takjub. Sejak kapan putranya menyukai ikan?
"Ayo sini, ikut Kakak."
Logan menggandeng tangan Jaemin lalu mengajak Ayahnya ikut serta. Ternyata yang di maksud Jaemin adalah ikan koi hias. Ada sekitar empat koi berukuran empat sampai tujuh sentimeter yang menghuni akuarium sederhana itu.
"Ini namanya Janu, Juan, Jona dan Joan."
"Mereka saudara?" tanya Logan polos. Kaki menjinjit karena tak sampai. Hal itu membuat Naren menggendong Logan.
Jeno yang melihat pemandangan itu dari belakang tersenyum. Sudah lama dia tidak melihat Logan seantusias ini bersama orang lain selain anggota keluarganya.
"Narendra."
"Iya, Pak?"
Setelah hampir setengah hari berada di rumah karyawannya itu karena hujan yang tak reda, Jeno dan Logan memutuskan untuk pulang setelah melalui berbagai drama karena Logan tidak mau pulang.
"Kamu setiap hari bawa bekal?"
Jaemin menganggukkan kepalanya, "Iya, Pak. Saya senang masakan rumah," jawabnya.
"Kamu keberatan gak kalau buatin bekal lebih dari satu buat saya juga?"
Pertanyaan itu membuat Jaemin sedikit terkejut.
"Jangan salah faham, saya cuma kangen masakan Ibu saya. Nanti masalah bahan masakan, saya akan transfer biayanya."
"Saya merasa tersanjung kalau bisa buatin Pak Reno bekal makan siang."
"Ya sudah kalau begitu mulai besok kamu bisa bawain saya bekal makan siang, ya."
"Baik, Pak."
Sebelum benar-benar meninggalkan rumah Jaemin, Logan sekali lagi memeluk lelaki itu dan membuat janji bahwa besok mereka akan bertemu lagi.
"Saya pulang dulu, terima kasih dan maaf sudah merepotkan."
"Bapak dan Logan sama sekali gak merepotkan, kok." Jaemin mengalihkan perhatiannya pada Logan dan mengusap kepalanya dengan lembut.
"Logan, terima kasih ya sudah main ke sini dan nemenin Kak Naren."
Logan benar-benar tersipu mendengarnya. Wajahnya memerah malu tapi aksinya begitu nekat karena berani mencium pipi Jaemin yang gembil seperti mocha.
Ah, hari itu berkat hujan, ada hati yang menghangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
At My Worst 🔞 (END)
Fanfiction"Gak perlu sempurna, cukup seseorang yang nerima aku apa adanya, bukan ada apanya," Jeno Arreno. #nomin #jenjaem #au Jangan salah lapak, ini lapak nomin.