Busan.
Musim semi di bulan Maret...
.
.
Jungkook mengayuh sepedanya dengan riang bersama Seungkwan teman sekelasnya.
Mereka dalam perjalanan pulang dari sekolah, menyusuri jalanan kota Busan yang tenang dan dingin di awal musim semi di bulan maret.
Bulan yang juga bertepatan dimulainya tahun ajaran baru sekolah di negara mereka.
"Jungkook, jajan roti telur dulu yuk?" kata Seungkwan.
"Boleh. Kalo gitu kita balapan sampe ke tokonya ya!"
Tanpa menunggu jawaban, Jungkook langsung mengayuh cepat sepedanya.
"Eh dasar curaangg!" Teriak Seungkwan yang langsung mengejar laju sepeda Jungkook.
Dari belakang, Seungkwan bisa mendengar gelak tawa Jungkook.
Hingga akhirnya mereka tiba di mobil penjual roti telur yang tadi Jungkook sebut sebagai 'toko'.
"Halo Tante, beli roti telur dua ya!" Ujar Jungkook sambil tersenyum.
Tangan kurusnya menyodorkan uang kepada si penjual.
"Sebentar ya" jawab wanita penjual yang jadi tertular senyum ceria Jungkook.
Tidak lama kemudian ia menyerahkan roti telur dalam bungkusan kantung kertas untuk Jungkook dan Seungkwan.
"Terimakasih!" Seru dua anak itu bersamaan.
Satu pot bunga berukuran cukup besar yang ada di trotoar menjadi tempat duduk darurat untuk memakan roti telur disana.
"Jungkook ini uang aku. Tadi bayarnya pake uang kamu kan" Seungkwan menyodorkan uangnya.
"Eh ga usah. Uang saku aku masih cukup kok"
"Waah makasih ya! Kamu udah sering lho beliin aku jajanan"
Jungkook tersenyum. "Kakak Seokjin bilang kalo ada uang lebih boleh beliin temen jajanan. Kan uang sakunya dikasih dia"
Seokjin adalah Kakak sulung Jungkook yang berusia 29 tahun.
"Ooh jadi bukan Ayah Bunda kamu ya yang kasih uang saku?"
"Bukan. Sejak Kak Seokjin kerja tuh dia yang biayain aku sekolah"
"Oya??? Hebaat..."
"Iya. Aku jadi pengen cepet besar, terus kerja dan punya banyak uang kayak Kakak"
Seungkwan menatap datar. "Kita kelas 7 aja masih baru 3 minggu. Masih lama kali besarnya.."
Dengan mulut penuh roti telur dan mata membesar Jungkook menjawab. "Eh siapa bilang, kita ini udah SMP lho, setelah itu SMA, bentar lagi udah besaar!"
Seungkwan mengambil botol minumnya, "Iya, iya. bentar lagi kita udah besar. Udah cepet habisin rotinya keburu dingin" jawabnya lalu meneguk air minumnya.
Menurut Seungkwan lebih baik mengalah karena ia tidak tega melihat temannya yang agak kekanakan ini ternyata ingin cepat besar.
Setelah keduanya selesai memakan roti telur, mereka pun melanjutkan perjalanan pulang.
Mengayuh sepeda sambil mengobrol seru hingga sampai di sebuah perempatan kecil, mereka pun berpisah arah.
"Besok pagi aku tunggu disini ya!" kata Seungkwan yang berbelok ke arah kanan.
"Okee sampai besok!" jawab Jungkook sambil berbelok kearah kiri.
Entah apakah besok pagi Jungkook masih seceria ini atau tidak karena setibanya dirumah, satu kabar telah menantinya...
"Adek pulaang!" seru Jungkook saat memasuki rumah.
Di ruang keluarga ia melihat Ayah dan Bunda duduk di sofa sedang mengobrol serius.
"Lho, Ayah kok udah pulang?" tanya Jungkook mengingat sekarang masih sekitar pukul setengah 5 sore.
"Ayah dikasih ijin cuti sampe minggu depan" jawab Ayah.
"Adek, sini sayang" panggil Bunda.
Jungkook menaruh tas dan jas seragam nya di kursi lalu duduk dipangkuan Bunda.
"Adek, bulan depan Ayah dipindah tugas di kota Seoul jadi kita bakal pindah kesana minggu depan" kata Bunda.
Jungkook pun terkejut. "Hah?? Kok tiba-tiba?"
Bunda mengusap lembut rambutnya. "Sebenarnya ngga tiba-tiba, cuma adek aja yang baru tahu hari ini" jawab Bunda.
Sejenak Jungkook termenung. Ternyata hanya dia yang baru tahu kabar ini.
Ayah menambahkan. "Semuanya ikut. Kak Seokjin udah minta dipindahin juga kerjanya. Cuma Kak Taetae doang yang masih harus bolak-balik karena kuliahnya kan tinggal dikit lagi"
Dari ekspresi termenung, kini wajah Jungkook berubah cemberut.
Busan adalah kota kelahirannya. Kebiasaan dan dialeknya sudah melekat kental dalam dirinya.
Teman, sahabat, dan sepupunya, semua ada disini.
Lalu sekarang ia harus pindah ke kota besar yang sebelumnya hanya bisa ia lihat di televisi?
"Adek ngga mau pindah ke Seoul. mau tetep di Busan aja sama Oma" kata Jungkook.
"Oma sama Opa udah tua, nak. udah ngga bisa ngawasin anak seumuran kamu" jawab Bunda.
Perkataan Bunda ada benarnya. Oma dan Opa memang sudah tua.
Jungkook langsung ingat, ia adalah anak yang dilahirkan sangat terlambat.
Kakak pertamanya berusia 29 tahun, Kakak keduanya 23 tahun sedangkan dirinya berusia 12 tahun.
Perlahan Jungkook turun dari pangkuan Bunda dan melangkah menuju kamar Seokjin tanpa berkata apapun.
Sejak kecil Jungkook memang berbagi kamar dengan Kakak sulungnya.
Taehyung yang baru saja pulang, langsung kaget melihat si bungsu melangkah lesu menuju kamar.
"Adek kenapa, Bun? Yah?" Tanya Taehyung.
"Katanya ngga mau pindah ke Seoul. Minta tetep disini sama Oma" jawab Bunda.
Taehyung tersenyum. "Lucu banget sih bocil..."
Kemudian ia beranjak menemui adiknya yang ternyata sedang meringkuk diatas ranjang sambil menangis.
Perlahan Taehyung mengangkat tubuh Jungkook ke gendongan koalanya dan membawanya ke pekarangan belakang yang sejuk untuk menghiburnya.
Dengan nyaman Jungkook menyandarkan kepalanya di perpotongan bahu dan leher Kakaknya.
"Di Seoul lebih seru lho. Katanya pengen ke Lotte World?" kata Taehyung.
Jungkook menggeleng sambil terisak.
Padahal sebelumnya ia sangat menantikan janji Seokjin untuk mengajaknya liburan ke Lotte World musim panas tahun ini.
"Pesen ayam goreng yuk, dek? Yang box jumbo!"
Jungkook menggeleng lagi. Makanan kesukaanya tidak menarik baginya saat ini.
Taehyung lalu mencoba menggodanya dengan mengecup tengkuk bagian samping Jungkook beberapa kali karena biasanya anak itu akan tertawa dan meronta akibat merasa geli.
"Nggg!" Jungkook justru mengerang kesal. Tangannya mendorong wajah Taehyung menjauh dari tengkuknya.
"Duh galaknyaa.." ucap Taehyung.
Alih-alih terus menggodanya, Taehyung memilih memberikan usapan lembut di punggung adiknya.
Hingga beberapa saat keheningan, mulailah terdengar tarikan nafas halus Jungkook menggantikan isakan tangisnya.
Dalam kondisi fisik dan pikiran yang lelah, tanpa sengaja Jungkook jatuh terlelap dalam gendongan Kakak Taetaenya yang nyaman dengan pelupuk mata yang masih basah dan hati yang masih diliputi rasa sedih.
****
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
CRAYON ( REVISI )
FanficDia dipanggil adik karena dia yang termuda dirumah. Kakak keduanya adalah teman yang siap untuk mengajaknya sedikit 'nakal' sementara Kakak sulungnya bagaikan sosok Ayah kedua baginya. Dia sederhana namun membawa banyak kisah bagaikan pensil krayon...