ENNUI BAGIAN II

1.7K 229 52
                                    

Denting jarum jam menjadi satu-satunya suara yang mengikis keheningan. Mew menyandarkan punggungnya pada sofa beludru dengan warna abu tua, menemani putranya yang tengah asik menulis beberapa bait kata diatas sebuah buku.

"Daddy, sebenarnya papa mendaftarkan Win di kelas piano, tapi Win tidak suka itu. Win ingin mengambil kelas bahasa Inggris." ucap Win seraya menutup bukunya.

Mew menatap Win yang menghentikan kegiatan menulisnya. "Kelas bahasa Inggris?" tanya Mew memastikan.

Anak laki-laki itu mengangguk, ia memang tak mahir menggunakan bahasa Inggris dan ia juga mengakui bahwa dirinya cukup lambat dalam mata pelajaran itu di sekolahnya. Tapi Win sangat menyukai bahasa Inggris.

"Boleh tidak daddy bantu membujuk papa untuk mendaftarkan Win ke kelas bahasa Inggris?" tanya Win. Sebagai seorang putra tinggal, Win mengerti kalau Gulf pasti memilihkan segala yang terbaik untuknya. Tapi Win tak begitu menyukai kelas piano, menurutnya akan sia-sia mengikuti kelas jika ia tak memiliki feeling untuk kelas itu sendiri.

"Nanti daddy coba bicara dengan papa, Win yakin ingin mengambil kelas bahasa Inggris?" tanya Mew.

"Yakin," sahut Win mantap.

"Bukannya Win juga punya kegiatan dengan Bai? Kalau papa setuju untuk menambahkan kelas bahasa Inggris untuk Win, Win akan sangat sibuk nantinya."

"Tidak apa-apa, papa punya kesibukan di tokonya yang semakin besar. Daddy jarang dirumah karena terus bekerja, Win harus punya kesibukan juga." ucap Win.

Mew tak punya pembelaan kali ini, yang dikatakan putranya seratus persen benar. Mew memang hampir tak punya waktu untuk keluarganya beberapa bulan terakhir, kesibukan perusahaan tempatnya bekerja membuat Mew harus sering bepergian keluar kota untuk menyelesaikan beberapa kontrak.

Win telah tumbuh cukup besar bahkan hampir menjadi remaja laki-laki, diusia labil ini yang paling Win butuhkan adalah bimbingan orang tua. Anak-anak yang sedang berada dalam masa puber cenderung berpikir bahwa harta bukanlah patokan kebahagiaan, melainkan kebersamaan keluarga mereka.

Anak-anak dalam usia labil juga tak ingin mengerti tentang bagaimana kehidupan mereka dapat terpenuhi, mereka hanya ingin menuntut para orang tua untuk mengerti keadaan mereka, perasaan mereka. Mereka ingin apa yang ada disekitar mereka sempurna.

Dengan Gulf yang terkadang sibuk bersama kerjaannya dan Mew yang terus melakukan perjalanan, Win mudah bosan dan merasa kesepian. Ia tak bermaksud menekankan banyak hal pada orang tuanya. Untuk anak seusianya, Win cukup pengertian dengan tak banyak menuntut.

Ketika ia bangun tidur dan hanya ada Gulf di ruang makan, atau ketika Win pulang dan hanya ada Mew dirumah. Win tak pernah keberatan dengan itu, selama keluarganya tetap utuh. Sekalipun mereka jarang berada di meja makan untuk sarapan bersama atau brkumpul di ruang keluarga untuk menonton televisi bersama, tapi mereka sering melakukan panggilan video dan itu setara untuk menebus semua waktu mereka yang hilang.

"Win, ingin main video game dengan daddy?" tawar Mew untuk menghibur putranya.

Win mengangguk dan tersenyum, menampakkan sepasang gigi kelinci yang ia miliki. "Daddy lama tidak main, apa daddy masih ingat caranya?" tanya Win.

"Jangan meremehkan daddy, siap-siap merengek karena kalah."

••• • •••

Waktu menunjukkan pukul enam sore, Mew dan Win bergegas merapikan kembali ruang keluarga yang berantakan ketika suara mobil Gulf perlahan semakin jelas. Mereka membagi tugas, menyisihkan piring dan gelas kotor, membuang bungkus snack dan yang paling utama adalah mematikan game mereka.

ENNUITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang