ENNUI BAGIAN XXII

1.1K 136 61
                                    

Bau harum dari masakan Gulf memenuhi ruang makan, Win bisa lihat bahwa meja makan rumah mereka sekarang sudah penuh dengan berbagai jenis masakan, yang ahkan jauh lebih lengkap jika dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya.

"Sayang," sapa Gulf pada putranya yang masih berdiri cukup jauh dari meja makan.

"Pagi, Win." Win akhirnya bisa tersenyum, setelah Mew datang ke ruang makan dan mengusap kepalanya.

"Kenapa berdiri di situ? Duduk dan sarapan," ucap Mew kemudian.

Win tak pernah merasa selega ini hanya karena melihat Gulf menyuguhkan secangkir teh untuk Mew. Win pikir, perdebatan antara Gulf dan Mew yang ia dengar adalah masalah serius. Tapi sikap orangtuanya yang tetap saling sapa cukup untuk menjelaskan bahwa keadaan memang baik-baik saja.

"Terimakasih," ucap Mew pada Gulf yang baru saja menyodorkan sepiring nasi dengan lauk lengkap.

"Sama-sama, makan yang banyak sayang." ujar Gulf pula.

"Win, mau makan apa?" tanya Gulf menawarkan.

Win tersenyum dan menggeleng, anak laki-laki itu dengan segera mendudukkan bokongnya dan meraih piring. "Win ambil makanan Win sendiri."

"Pa, daddy. Win dijemput Bai hari ini, boleh Win berangkat sekolah dengan sepeda Win?"

"Boleh, dengan syarat harus hati-hati." ujar Mew.

"Jangan lupa untuk pulang tepat waktu, kita perlu siap-siap untuk piknik besok." balas Gulf.

Sarapan berlangsung harmonis, Win rasa. Sampai bel berbunyi dan nama Win dipanggil dengan lantang.

"Itu Bai," ujar Win yang dengan tergesa menghabiskan suapan terakhirnya.

"Awas tersedak," tegur Mew yang langsung menyodorkan segelas air putih.

"Win pergi dulu, dah!" teriak Win seraya berlari meninggalkan ruang makan.

Keharmonisan diruang makan meluntur seiring dengan kepergian Win. Hambar, bukan menu sarapan mereka tapi sikap satu sama lain antara Mew juga Gulf.

Dentingan sendok dan piring menjadi satu-satunya yang memecah keheningan. Disela semua itu, Gulf memberanikan diri untuk melirik Mew.

"Mew."

"Hm?"

Dada Gulf sesak, sesulit inikah saat Mew mengabaikannya? Respon Mew yang singkat membuat Gulf merasa takut, takut akan kemungkinan memudarnya rasa Mew untuk dirinya.

"Apa kau masih kesal dengan apa yang kita bahas tadi malam?" tanya Gulf. Sejujurnya ia ragu untuk membuka suara, tapi Gulf tidak bisa membiarkan Mew terus mengabaikannya.

Perlahan Mew meletakkan sendok yang semula ada ditangannya, pertanyaan Gulf cukup lucu.

"Mew, bicaralah padaku. Aku mohon, jangan mendiamkan aku begini."

"Aku tidak tau, Gulf. Sekalipun aku katakan bahwa aku tidak berniat mendiamkanmu, pada kenyataannya aku memamg tidak punya topik. Kepalsuan, hubunganmu dengan Kao selalu menjadi penyekat jalan pikiranku."

Gulf menghela nafas. Oke, Mew sudah tau semuanya. Tapi, Mew tak punya bukti bahwa Gulf memang menghianatinya kan?

"Sudah ku katakan yang sebenarnya padamu, bahwa kau hanya keliru dalam sudut pandang, aku tidak pernah mencium Kao. Mew percaya padaku, aku hanya mencintaimu. Jangan menyiksaku dengan cara seperti ini ...." ucap Gulf dengan nada yang semakin rendah.

"Sebenarnya sampai kapan kau akan merasa bahwa aku tidak tau? Jika kau berkenan, Gulf. Tolong akui saja, aku hanya ingin kau mengakuinya agar kau menyadari kesalahanmu dan kita akan mulai semuanya dari awal."

ENNUITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang