ENNUI BAGIAN XXVII

1.1K 150 114
                                    

Mentari mulai menyembunyikan cahayanya, sementara bulan bersikeras memamerkan diri.

Anak laki-laki yang seharusnya sudah berada di rumah sejak sore itu masih setia berjalan seraya menuntun sepedanya, memilih untuk pulang terlambat dibandingkan harus menerima kenyataan yang mungkin teramat pahit secara tepat waktu.

Langkahnya sedikit tertatih dengan kaki kiri yang akhirnya terasa kelu, luka kecil itu menghambat Win.

"Huh!" terasa jelas bagaimanaa beratnya beban pikir Win dari caranya menghembuskan nafas. Anak laki-laki itu kembali mematung di depan pagar rumahnya, jika memang apa yang disuguhkan dari rumah ini akan begitu menyakitinya, bukankah tidak pulang menjadi pilihan yang tepat? Tapi Win hanya anak berumur 14 tahun.

Pada akhirnya, Win tetap melewati pagar, memarkirkan sepedanya dan membuka pintu untuk masuk kedalam rumah.

"Sayang, sudah pulang?" tanya Gulf yang dengan riang menyambut kepulangan sang putra.

Diujung meja makan, Mew duduk tanpa ekspresi, tak juga menyapa Win.

Sejenak Win melirik ke arah sangat daddy, kali ini Win tak perlu mencari kursi yang jauh dari Mew sebab Mew telah berpindah ke kursi yang lebih jauh.

Mew tau putranya masih menjaga jarak dengannya, luka di kaki Win akan semakin sakit jika ia harus mencari kursi yang jauh hanya karena ingin menghindari Mew.

"Mau makan apa? Papa ambilkan," ujar Gulf.

"Ayam?" apapun yang Gulf tawarkan, Win hanya diam seraya menatap setiap menu yang Gulf ucapkan.

"Kalau Win tidak mau makan karena ada daddy di meja makan, daddy bisa pergi, Win hanya harus mengatakannya." ujar Mew membuka suara.

"Sayang," ucap Gulf lirih. Apa maksud Mew mengatakan hal seperti itu?

Jantung Win berdegup kencang, mendengar Mew bicara sperti itu, rasanya Win ingin mengatakan maaf. Tapi yang Mew lakukan lebih keterlaluan.

"Daddy bukan daddy yang sempurna, daddy tau. Kalau ada sikap daddy yang membuat win kesal, tolong beritahu daddy. Saling mendiamkan bukan jalan keluar," ujar Mew pelan.

"Iya, Win tidak ingin daddy ada di meja makan." sahut Win cepat.

Gulf bungkam setelah mendengar ucapan Win. Raut wajah Mew berubah, jelas ia tidak akan menyangka bahwa putranya akan mengatakan hal yang demikian.

"Baiklah. Gulf, tolong pastikan bahwa putra kita makan dengan baik." ujar Mew sebelum meninggalkan tempat.

"Win, kenapa bicara seperti itu pada daddy?" keluh Gulf.

"Daddy pantas untuk itu, kalau daddy mau makan kenapa daddy tidak makan bersama pacarnya saja?!"

Gulf menunduk frustasi, jadi Win masih mengira kalau Art benar-benar memiliki hubungan dengan Mew?

"Daddy tidak seperti yang Win pikirkan."

"Papa tidak usah membela daddy, belum tentu daddy memikirkan perasaan kita saat daddy bersama orang itu."

"Sayang, dengar. Win tidak tau betapa daddy khawatir setelah mendengar kabar bahwa Win hampir tertabrak mobil. Daddy peduli pada kita, tapi Win tidak menjawab panggilan daddy."

"Biarkan saja, daddy baru merasa punya anak setelah tau anaknya dalam bahaya."

Lagipula menurut Win, jika Mew memang peduli padanya makan Mew tidak akan langsung meninggalkan ruang makan. Seharusnya Mew memberi Win penjelasan yang lebih banyak, lakukan pembelaan diri dengan lebih serius.

Memang Win lega saat ia tau bahwa papa dan daddynya tidak mengumumkan kabar perceraian, tapi Win tetap kecewa sebab Mew terlihat tidak benar-benar serius untuk mempertahankan keluarga mereka.

ENNUITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang