ENNUI BAGIAN XXXXII

1.4K 240 161
                                    

Terik matahari begitu menyengat, dari tempatnya berdiri sekarang Win bisa melihat bagaimana ramainya halaman sekolah.

Terlihat sangat menyenangkan dari atas sini, anak-anak berlarian menggiring bola, beberapa lainnya mengobrol dan tertawa. Serius, apa hanya Win yang sendirian diatas sini?

Win pikir dunia tempatnya tinggal sempit, padahal hati win yang sakit sampai ia tidak tau harus melakukan apa. Win bersumpah, Win tidak ingin seperti ini. Win tidak bisa menghindari luka, Win merasa tidak bisa memaafkan tapi Win tidak tau apa dan siapa yang harus dimaafkan, untuk apa?

Sekarang Win mengerti kalau tidak ada yang bisa dihindari.

"Hai, Win." sapa Mili, gadis yang selalu membawa rokok didalam saku seragamnya.

"Aku kira kau sudah normal, tapi ternyata kau masih sakit?"

Win tak menggubris ucapan Mili, yang ia lakukan hanya terus menatap luasnya lapangan yang dipenuhi dengan siswa-siswi.

Seperti biasa, Mili akan menjepit batang rokoknya dengan bibir sembari merogoh sakunya untuk mendapatkan pemantik. Namun, Mili tak menemukan apapun meski sudah menggeledah seluruh sakunya.

"Nah." Win mengulurkan tangannya, menyodorkan pemantik yang sudah dinyalakan.

"Kenapa kau punya pemantik?" tanya Mili. Asap mengepul dari mulut dan hidungnya ketika gadis itu bicara.

"Jika kau boleh punya, kenapa aku tidak?"

"Kau tidak mero ... kok."

Mili tercengang saat Win mengeluarkan kotak rokok dari sakunya.

"Memang tidak," sahut Win pelan. "Aku hanya ingin menyimpannya."

"Jangan bawa itu kesekolah jika kau hanya mengoleksi, bahaya jika ketahuan."

"Bagaimana rasanya memakan asap? Dia hanya terlihat, tidak bisa dipegang. Apa kita akan kenyang?"

"Jangan coba-coba menyentuh itu, akan sulit jika kau kecanduan sepertiku. Nanti orangtuamu marah."

Win tersenyum. "Benar, nanti mereka marah." sahut Win. Jika Win menjadi berandalan, Gulf akan lebih kuat menyalahkan Mew.

"Ambil saja semuanya untukmu, minta padaku jika kau mau lagi." ujar Win sebelum pergi meninggalkan Mili bersama kotak rokok miliknya.

"Kau mau kemana?"

"Tidak tau."

••• • •••

Sesak, Win menatap rumah mewah yang berdiri tegak dibalik pagar yang tak kalah indah.

Anak laki-laki yang merasa paling hancur itu berusaha untuk tersenyum dan berhenti menyalahkan takdir yang merenggangkan keluarganya, perlahan dan sangat pelan, Win melangkah memasuki neraka yang hangat.

"Sesekali saja, tidak bisakah kau pulang tepat waktu dan memasak makan malam untuk Win?" tanya Mew pada Gulf yang baru pulang.

"Aku sibuk, Mew. Lagipula aku sudah memberinya uang yang cukup, dia bisa memakan apa saja yang dia suka."

"Win sangat suka makanan buatanmu, dan aku tidak bisa membuat itu dengan tanganku. Mengertilah Gulf, demi Win."

"Sebenarnya apa yang kau mau, Mew?! Kau terus memancing perdebatan denganku, tidakkah kau lelah dengan kita yang terus seperti ini?!

Saat aku berada di toko, kau memintaku pulang. Saat aku pulang pun kau membahas hal yang lainnya." keluh Gulf.

"Aku tidak membahas hal lain, aku memintamu untuk bersikap normal di hadapan Win. Hanya itu." lirih Mew.

ENNUITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang