ENNUI BAGIAN XXXII

1.2K 163 49
                                    

Win kembali membuka mata, menoleh ke arah kanan tempat dimana Gulf tengah berbaring seraya memegang lengannya.

Perlahan Win menggeser tangannya, menyingkirkannya dari genggaman sang papa.

Win tidak tau akan bagaimana keadaan keluarga ini kedepannya saat nanti Mew tau bahwa Gulf memiliki hubungan dengan temannya, tapi untuk saat ini rasa kecewa Win tak bisa dijelaskan ukurannya.

Dengan langkah lunglai Win menuruni tangga, mencari Mew yang ternyata berada di kamar tamu.

Derit pintu menggema lirih, perasaan bersalah menyudutkan Win ketika ia melihat wajah Mew yang tengah terlelap di atas kasur berbalut springbed putih.

Langkah ragu membawa Win untuk lebih dekat dengan daddynya, menempatkan diri untuk berbaring dengan jarak yang cukup dekat tepat di samping Mew.

"Daddy, maaf." lirih Win seraya menggenggam jari telunjuk Mew.

Win tau, seharusnya ia memberitahu pada Mew tentang apa yang ia lihat diwaktu sebelum ia menjadi tak terkendali, meskipun tanpa sepengetahuannya Mew telah lebih dulu tau.

Sama, kata itu yang bisa menjelaskan perasaan seluruh anggota keluarga kecil itu.

Gulf tidak akan mengakui kesalahannya untuk mempertahankan keluarganya, Mew tidak akan dan tidak bisa melepaskan Gulf, untuk mempertahankan keluarganya, dan Win hanya menahan untuk tidak memberitahu Mew, tentu untuk mempertahankan keluarganya.

Sekali saja, Win rasa tak apa-apa untuk menjadi egois. Win benar-benar tidak ingin Mew dan Gulf saling membenci, tidak ada yang lebih sulit selain daripada waktu yang harus dihabiskan setelah perceraian.

••• • •••

Rasa hangat menyelimuti Mew, membuat Mew tertarik untuk mengetahui apa yang menahan jari telunjuknya.

Seulas senyum terukir diwajah yang semalaman suntuk menyembunyikan lara. Ini lebih dari sekedar hangat saat Mew dapat melihat Win tertidur pulas di sampingnya, dengan wajah polos dan tangan yang menggenggam jari telunjuk Mew.

"Padahal Win bukan bayi lagi, tidak perlu memegang jari daddy." gumam Mew tanpa mengusik tidur Win ataupun melepaskan genggaman Win pada telunjuknya.

Mew memperbaiki posisinya dengan sangat hati-hati agar dapat merapikan rambut yang menutupi dahi Win tanpa membangunkan putranya itu.

"Pasti tangan Win sakit kan?" lirih Mew ketika mengusap kening putranya, hangat.

Mew terpaksa melepaskan genggaman Win saat tak sengaja melihat ke arah jam dan mendapati waktu yang telah menunjukkan pukul enam.

Mew bergegas meraih smartphone-nya, mencari nomor wali kelas Win untuk dapat segera dihubungi.

"Halo? Iya, saya daddy Win. Putra saja tidak bisa mengikuti pelajaran untuk hari ini, dia sedang tidak enak badan."

"Baiklah, terimakasih banyak."

Mew menghela nafas setelah menerima pesan yang masuk sesaat setelah panggilan terakhir.

Office:
Maaf, Pak. Pimpinan meminta agar berkasnya diselesaikan selambat-lambatnya besok.

Pesan itu cukup untuk membuat hati Mew bimbang, jujur ia sangat memberatkan Win daripada pekerjaannya, hanya saja tidak mungkin melepaskan pekerjaan ini.

Selepas menghela nafas, Mew memutuskan untuk kembali menghubungi Art, satu-satunya yang mungkin bisa membantu dirinya.

"Halo?"

"Halo? Art, maaf mengganggu pagi-pagi." Mew tak melanjutkan ucapannya, sebenarnya ia tak enak hati sebab harus selalu membebani Art.

"Kenapa, Mew?"

ENNUITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang