ENNUI BAGIAN XXI

1K 134 67
                                    

"Sayang." Gulf melingkarkan tangannya di leher Mew yang tengah duduk bersandar pada kursi kerja.

Dari parfum yang saat ini tercium dari tubuh Gulf, Mew yakin prianya itu akan berpamitan.

"Kau mau kemana?" tanya Mew.

"Hehe, tau saja kalau aku ingin pergi keluar. Aku akan mengunjungi toko temanku, dia menjual kue. Aku ingin membeli beberapa untuk piknik kita nanti."

"Apa jauh?"

"Tidak." Gulf menggeleng. "Tidak terlalu jauh. Aku tau kau sibuk, selesaikan saja pekerjaanmu, aku bisa pergi sendiri."

"Tapi ini sudah malam, aku bisa mengantarmu. Pekerjaanku tidak banyak."

"Mew, akhir-akhir ini kau sering bergadang karena harus berhadapan dengan komputer. Kau menghabiskan hampir separuh jam istirahatmu untuk mengurus aku dan Win, aku tidak ingin kau kelelahan. Aku hanya sebentar." ucap Gulf meyakinkan.

Lalu, Mew bisa apa selain mengangguk dan memberi izin?

"Hati-hati, telpon aku jika terjadi sesuatu."

Gulf meninggalkan bekas kecupan di pipi Mew, salam untuk perpisahan yang mungkin hanya berselang beberapa jam.

Pria itu pergi dengan senyuman, meninggalkan rumah dengan penuh rasa percaya diri. Ia begitu yakin bahwa Mew masih semudah yang dulu, padahal jauh di dalam hatinya, Mew sudah sangat lelah.

Tanpa Gulf sadari, Mew masih memantau mobil yang ia kendarai hingga menghilang di balik pagar.

Mew melepaskan horden yang sejak tadi ia tahan menggunakan tangan. Pria itu beralih untuk meraih smartphone-nya, memperhatikan navigasi yang memperlihatkan kemana Gulf menuju.

Kepercayaan Mew sudah hilang, bukan hal yang aneh jika ia secara diam-diam penyadap smartphone Gulf.

Senyuman kepedihan menghiasi wajah Mew saat ia akhirnya menyadari bahwa tebakannya benar, Gulf pergi ke apartement yang pernah Kao perlihatkan pada mereka.

"Gulf!" lirih Mew geram menahan kecewa. Pria itu tampak frustasi dengan mencengkram kepalanya.

Satu, dua, tiga hingga empat jam berlalu. Suara mobil yang tadi Gulf kendarai pergi kini membawa Gulf kembali.

Memang benar, pria yang amat pandai bersilat lidah itu membawa paper bag yang dipenuhi dengan kue. Tapi, Mew tidak perduli lagi.

"Sayang, belum tidur?" sapa Gulf setelah menutup kembali pintu kamar mereka.

Mew tersenyum hambar, "darimana saja?"

"Aku sudah berpamitan kan tadi? Aku pergi membeli kue. Lihat, semuanya lucu." Gulf mulai mendudukkan bokongnya di sudut kasur, mengeluarkan beberapa bungkus kue kering untuk memperlihatkannya pada Mew.

"Empat jam?" tanya Mew lagi. Alih-alih memperhatikan kue, ia lebih tertarik pada alibi Gulf.

"Jalanan macet, tokonya juga ramai. Padahal aku sudah minta didahulukan, hanya saja tetap harus mengantri."

"Hadiah pernikahan yang pernah Kao berikan padamu, aku ingin melihat itu." ucap Mew datar.

Gulf mulai tegang, untuk apa Mew melihat itu? Tidak, sejak kapan Mew mulai tertarik akan hal-hal sepele?

"Tiba-tiba? Untuk apa?"

"Hanya ingin melihat. Itu kado pernikahan, artinya itu ditujukan padaku juga kan?"

Gulf tertawa canggung, kenapa mendadak sekali?

"Sebentar, aku rasa aku lupa menaruhnya."

"Di laci terakhir, bersama kotak hadiah dari para karyawan." sahut Mew ketika Gulf ragu-ragu mendekat ke arah meja kecil disamping kasur.

ENNUITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang