Seluruh cerita didasarkan pada fiksi dan tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan nyata penulis atau orang lain. Saya harap kalian bisa menikmatinya!
—Sincerely, Lou.
🎨
Tiga pesan singkat itu masih belum menunjukkan tanda-tanda telah dibaca kepada orang yang dituju. Yang mengirimkan pesan tersebut pun hanya bisa menghela nafas pasrah.
Ia mengusap wajahnya dengan kedua tangannya, gusar. Sudah hampir satu tahun semenjak kepergian seorang yang sangat berarti baginya itu. Raganya memang masih ada. Namun hatinya sudah bukan miliknya, sudah bukan milik dirinya, Art.
"Art, ini buku yang lu minta kemarin." panggil seorang perempuan berambut panjang itu sambil menyerahkan buku jurnal tebal yang covernya lumayan dipenuhi oleh debu kepada seorang perempuan yang dipanggil Art itu.
"Thanks, Ley." ungkap Art sambil menerima buku jurnal yang ia perkirakan beratnya hampir 2 kilogram itu.
"Adanya edisi terbitan 2001, jadi udah buluk banget kertasnya. Semoga masih bisa ke baca," perempuan itu menjelaskan kembali keadaan buku jurnal tebal itu, yang hanya dibalas oleh anggukan kepala dari teman yang sedang duduk di depannya.
"Seenggaknya masih bisa dipake buat jadi source essay gua. As long masih bisa ke baca, there's no problem." jawab Art sambil tersenyum mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada Ashley, teman sekaligus penjaga perpustakaan satu-satunya yang ada di kota tempat mereka tinggal saat ini.
Ashley pun tersenyum sambil mengangguk, "Alright then. Gua balik ke meja dulu ya." pamit Ashley lalu berjalan kembali ke mejanya yang berada dekat pintu masuk perpustakaan itu.
Dua notifikasi pesan itu berhasil mengalihkan pandangan Art dari jurnal tebal tersebut. Dengan sigap ia mengambil benda pipih berwarna hitam itu dan membuka notifikasi tersebut.
"He replied to my text!" Terlihat jelas senang dari raut wajah Art walau ia menyoraki hal tersebut dengan suara nada yang kecil karena mengingat ia sedang berada di perpustakaan saat ini.
Art dengan cepat mengetik balasan dan langsung mengirimkannya kepada seseorang di seberang sana. Ia tidak peduli jika sosok tersebut mengetahui bahwa dirinya sedang menunggu balasan pesan darinya.
Ia mengetuk-ngetukkan jarinya di meja, gugup, menantikan balasan pesan lagi dari sosok laki-laki itu.
Matanya langsung tertuju pada notifikasi terbaru. Pundaknya melemas ketika membaca balasan terbarunya. Poems...
🎨
And how will you love me?
I was told I didn't deserve love
At least that's the theme.🎨
Hallo semua. Kritik dan saran sangat kubutuhkan untuk membuat kalian, para pembaca, lebih nyaman dan bisa semakin menikmati karyaku. Jika menyukainya, bisa tekan simbol bintang di bawah ini ya. Terima kasih banyak <33
—Sincerely, Lou.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Scars Become Art
RomanceAlarta Faith. Biasa orang-orang mengenalnya dengan panggilan 'Art'. Personanya tak seunik namanya. Cenderung biasa saja. Sepanjang hidupnya, Art selalu menjadi ekor Scar yang membuntuti kemana pun Scar pergi. Hal ini Art lakukan semata-mata karena i...