"Dalam bahasa Indonesia, kata tinggal itu punya dua arti. Bisa berarti 'leave' atau 'stay'. Tapi kali ini mungkin aku akan memilih arti leave."
🎨
Arlo baru saja selesai membantu Betty memperbaiki meja makan kayu miliknya yang memang sudah tua dan mulai usang. Sebelum akhirnya ia mendengar suara riuh berisik dari lantai atas. Bukan riuh kicauan burung, apalagi manusia yang sedang mengobrol. Gesekan antara satu barang dengan yang lainnya, suara ketukan yang menyentuh tangga berkali-kali, dan suara "Aduh" dari seorang perempuan yang konstan terdengar.
Ia pun mengambil alat-alatnya dan berniat untuk memeriksa siapa gerangan penyebab dari kegaduhan di pagi buta seperti ini.
Ketika sampai di tangga lantai dua, ia mendapati seorang perempuan berkuncir kuda dengan koper berwarna hitam berukuran besar sambil menggendong ransel yang ukurannya juga bisa dibilang cukup besar di punggungnya. Bahkan Arlo heran apakah tubuhnya yang mungil itu sanggup memikul tas ransel sebesar itu?
Netra mereka pun bertabrakan. Mereka gelagapan. Kecanggungan pun mengelilingi mereka berdua. Art mengusap peluh keringatnya yang mengucur ke pelipisnya dengan punggung tangannya. Arlo melihat bahwa Art masih berusaha menghindari kontak mata dengannya yang berada tepat di depannya.
"Mau kemana, Art?" tanya dirinya memulai percakapan sekaligus penasaran. Walaupun sebenarnya ia sudah mengetahui pasti apa jawaban Art.
"Bandara," jawab perempuan itu singkat lalu kembali mengangkat kopernya lagi sembari menuruni anak tangga satu persatu.
Arlo pun menaruh peralatannya di pinggir salah satu anak tangga dan berniat membantu Art dengan membawa koper besarnya itu. Art sempat menolak bantuan itu dan mengatakan, "Ngga usah, Arlo. Gua bisa." Tidak menghiraukan kata-katanya barusan, Arlo tetap bersikukuh dan mengambil koper besar itu dari tangan Art dan membawanya ke lantai paling bawah.
Art yang melihat hal itu hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.
Mereka berdua berhenti di depan pintu keluar. Tak ada sepatah kata yang keluar dari bibir mereka. Arlo bingung. Ia kikuk. Ia tidak tahu apa yang harus ia katakan. Haruskah ia mengucapkan salam perpisahan? Atau cukup sampaikan 'Hati-hati di jalan' untuk perempuan di depannya itu.
"So... Goodbye then?" Arlo merutuki dirinya sendiri setelah kata-kata itu terucap dari bibirnya, terselip keluar begitu saja dari lidahnya. Tidak, ia tidak mau mengucapkan salam perpisahan. Ia benci perpisahan. Tidak ada yang baik dari perpisahan. Mengapa kata tersebut bahkan disebut sebagai 'good' bye.
Art pun tersenyum tipis lalu menatap Arlo dan berkata "Kau tahu, Arlo? Dalam bahasa Indonesia, kata tinggal itu punya dua arti. Bisa berarti 'leave' atau 'stay'. Tapi kali ini mungkin aku akan memilih arti leave."
Kalimat itu seolah menghujam tepat di dada kiri Arlo; Menusuk dirinya perlahan. Seolah berusaha membunuhnya secara pelan-pelan. Arlo hanya bisa tersenyum kecut mendengar perkataan itu. Ia tahu bahwa ini adalah jawaban dari Art mengenai permintaannya untuk tinggal. Tinggal disini. Demi dirinya.
Dan benar, bahwa memang sejak awal bukan dirinya lah yang sanggup menahan Art disini. Mungkin Art punya alasan lain. Mungkin Art punya sosok lain, yang menjadi alasan yang cukup kuat untuk dirinya bertahan disini.
"Aku berharap kita bisa bertemu lagi." ucap Arlo.
'Aku tidak.' Itu merupakan jawaban yang ingin Art lontarkan kepada Arlo. Ia tidak bisa bertemu lagi dengan laki-laki itu. Laki-laki itu cukup kuat untuk bisa membuatnya beralih dari Scar dengan sangat cepat. Laki-laki itu menberikan dirinya rasa nyaman yang tidak bisa semua orang berikan kepadanya. Ada sebuah rasa, yang belum pernah Art rasakan ketika bersama orang lain. Rasa itu hanya ia rasakan ketika duduk bersama di atap bersama Arlo, atau sekedar memasak bersama Arlo, dan kegiatan kecilnya. Asal bersama Arlo.
Art pun tidak menjawab. Ia hanya mengangguk dan tersenyum, lalu menarik koper dan membawa tas ransel berukuran besar itu di punggungnya.
Punggungnya kian menjauh. Arlo tak melepaskan pandangannya bahkan setelah Art hilang dari pandangannya. Ia tidak percaya pertemuan mereka akan berakhir disini. Tidak. Ini begitu cepat. Ini bukan perpisahan yang ia inginkan.
Ini bukan akhir cerita yang ia inginkan. Ini belum berakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Scars Become Art
RomanceAlarta Faith. Biasa orang-orang mengenalnya dengan panggilan 'Art'. Personanya tak seunik namanya. Cenderung biasa saja. Sepanjang hidupnya, Art selalu menjadi ekor Scar yang membuntuti kemana pun Scar pergi. Hal ini Art lakukan semata-mata karena i...