0.5 - Break In

28 6 3
                                    

"There must be a way to stop my heart from falling for you, there has to be."

🎨

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🎨

Membaca tiga pesan tersebut, Art hanya bisa berdecih lalu menghela nafasnya kesal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Membaca tiga pesan tersebut, Art hanya bisa berdecih lalu menghela nafasnya kesal. Ya, dirinya masih kesal setelah melihat sahabatnya itu berpelukkan dengan perempuan lain yang notabenenya sangat ia hindari. Jangan tanya apa alasannya.

"What's the difference kalau gue ngasih tau lu dan minta lu buat jemput?" gerutu Art yang masih tak habis pikir dengan perkataan yang Scar yang tidak masuk akal baginya.

Sebenarnya, di sisi lain, Art juga merasa menyesal karena tidak memberitahu mengenai keberangkatannya ke Toronto. Ia berencana untuk langsung menemui Scar dan memberi dirinya kejutan.

Nyatanya, dirinya lah yang mendapatkan kejutan yang benar-benar tak terduga dari Scar. Konyol sekali.

Lalu Art pun berteriak karena sudah tidak bisa menahannya lebih lama lagi. Ia melakukannya guna mengurangi setidaknya sedikit rasa janggal dan beban yang ada di dalam hatinya.

Tak lama, terdengar suara kencang dari luar kamar Art. Seperti ada sesuatu yang besar menghantam kamarnya itu. Ia mengecheck ke luar jendela. Berjaga-jaga siapa tahu ternyata Kanada terkena imbas dari politik kotor Amerika, negara tetangganya.

Setelah memastikan bahwa tidak ada bom atau apa pun yang bisa membahayakan dirinya dari luar. Ia pun memutuskan untuk berlari keluar kamarnya.

"Arlo?"

"..."

Laki-laki itu menatap Art dengan mata bulatnya tanpa ada rasa bersalah sama sekali. Lalu ia mengerutkan kedua alisnya, menatap bingung seolah terkejut bahwa Art masih bisa berdiri di depannya dengan sangat amat tenang.

"Arlo, what are you doing?" tanya Art sekali lagi, masih dengan berbahasa Inggris tentunya, ketika meihat laki-laki didepannya itu masih mematung.

"What have you done to my door??" (Apa yang kau lakukan kepada pintuku?) tanya Art yang cukup ternganga atas yang Arlo lakukan. Pintunya terlepas dari engsel penahannya, akan dengan mudah terjatuh dan roboh jika tidak ditahan oleh Arlo saat ini.

Menyadarkan dirinya, Arlo berusaha sejelas mungkin dalam menjelaskan segala kesalahpahaman ini "I thought— You are screaming. And I thought something might have happened to you. So, I just—" (Saya kira—Kau berteriak. Saya kira ada sesuatu yang terjadi kepada dirimu. Jadi saya hanya—)

"And you just break in and smash my door?!" (Dan kamu dengan seenaknya membobol masuk?) potong Art yang cukup marah karena melihat tingkah Arlo yang benar-benar sembrono dan tidak masuk akal seperti ini.

Tak bisa dipungkiri bahwa Art juga memiliki kesalahan disini. Ia lupa bahwa ia sudah bukan berada di rumah satu lantai yang hanya diisi oleh Mamanya dan dirinya. Dengan seenaknya ia berteriak demi kepentingannya sendiri.

Sejujurnya, ia merasa sangat tidak enak dengan tetangga lain dan ia benar-benar menghargai perhatian yang diberikan oleh Arlo.

Namun, harga diri dan egonya tidak akan turun begitu saja. Mau tidak mau. Propertinya adalah miliknya. Berapa harga yang harus ia bayar untuk biaya perbaikan pintu yang dibobol seenaknya oleh Arlo ini? Memikirkannya saja ia sudah tak sanggup.

Sekarang, Arlo yang terlihat cukup kesal dengan Art yang tidak tahu diri. Ia rasa Art cukup berlebihan. Ia hanya khawatir dan berusaha ingin membantu tetangga barunya itu.

Dasar, wanita gila. Begitu ucap Arlo dalam hati.

Berusaha tetap tenang, Arlo berusaha mengontrol emosinya dan menarik nafasnya lalu berkata "Aight, madam. I'm sorry, and I promise I will get this fixed as soon as possible." (Baiklah, nyonya. Saya minta maaf, dan saya berjanji akan membetulkan ini sesegara mungkin.)

Art pun masih memasang wajah tak mau tahu kepada Arlo, "Well good then." katanya berusaha agar terdengar tak peduli dengan segala ucapan dan apa yang telah Arlo lakukan deminya.

Arlo yang mendengar ucapan perempuan di depannya itu pun teramat kesal. Ingin rasanya ia menjitak kepala perempuan itu.

Dasar wanita tak tahu terima kasih. Kesalnya dalam hati karena tak mau memperpanjang masalahnya dengan tetangga barunya itu.

Tanpa berbasa-basi lagi, ia kembali ke unitnya untuk mengambil beberapa peralatan dan perkakas untuk memperbaiki pintu Art.

Sedangkan Art masih menyilangkan kedua tangannya, menatap Arlo kesal dan sinis. Setelah memastikan Arlo benar-benar pergi, ia pun menghela nafas dan memijit pelipisnya.

"Cobaan hari pertama," gumamnya perlahan tak habis pikir akan mengalami hal seperti ini di hari pertamanya tiba. Belum lagi mengenai Scar dan Poems yang ia lihat di bandara. Rasanya ia ingin melambaikan bendera putih tanda menyerah saat ini juga.

Namun, karena terlalu lelah dalam memikirkan hal-hal absurd dan tak terduga hari ini, ia pun tertidur di sofa ruang tamunya. Faktor terbesarnya adalah mungkin karena ia juga mengalami jet lag yang parah.

🎨

Hallo semua. Kritik dan saran sangat kubutuhkan untuk membuat kalian, para pembaca, lebih nyaman dan bisa semakin menikmati karyaku. Jika menyukainya, bisa tekan simbol bintang di bawah ini ya. Terima kasih banyak <33

—Sincerely, Lou.

When Scars Become ArtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang