30 - Just Stay?

13 3 0
                                    

Ini pertama kalinya Art mengunjungi sebuah perpustakaan milik suatu institusi besar yang berada di Kanada, tepatnya Toronto. Mereka mengunjungi perpustakaan University of Toronto yang memang dibuka untuk publik. Total terdapat 44 perpustakaan milik universitas ini.

Dan salah satu yang mereka kunjungi Art ketahui bernama Emmanuel College Library milik Victoria College yang juga masih merupakan bagian dari University of Toronto.

Bangunan luarnya berbahan dasar batu dan ditumbuhi oleh tumbuhan-tumbuhan yang menjalar. Itu membuatnya semakin terlihat menarik dan indah. Ketika pertama kali masuk ke dalam perpustakaan tersebut, Art tak bisa berkata-kata. Matanya berbinar. Ia terkesima.

Desain interior yang begitu klasik khas Inggris dengan banyak jendela besar yang tiap detailnya diperhatikan penuh. Lampu-lampu yang menggantung pun juga masih menunjukan ciri khas dari Kerajaan Inggris zaman Victoria.

Jika kalian pernah menonton film Harry Potter, perpustakaan Emmanuel ini memiliki ciri khas yang tak jauh berbeda. Hanya bangunannya saja yang lebih kecil. Selebihnya sama persis. Membuat Art terasa sedang berkunjung ke Hogwarts.

Usut punya usut, bangunan ini dahulunya merupakan sebuah gereja. Pada 1928, Emmanuel didirikan dan bangunan ini didirikan sebagai hasil dari pembentukan The United Church of Canada pada tahun 1925.

Bangunan ini dibentuk dengan tujuan untuk melanjutkan tradisi pendidikan teologi yang didirikan sebelumnya oleh Metodis dan Presbiterian Kanada. Itulah yang Art baca dari beberapa tulisan-tulisan beserta foto sebagai dokumentasi sejarah yang terdapat di ruang utama bagian awal ketika kita menginjakkan kaki ke dalam perpustakaan ini.

Pertanyaan pun mulai muncul di benaknya.

"Buat apa lu minjem buku disini? Bukannya buku bacaan disini kebanyakan untuk jurusan teologi?" tanya Art mengalah pada rasa penasarannya yang menurutnya tak begitu penting. Karena lagipula, itu urusan Scar dan tak ada urusannya dengan dirinya.

"Gue salah satu member komunitas gereja disini. Mereka ada komunitasnya. Dan selain beribadah, komunitas ini juga nyediain pembelajaran tentang sejarah teologi, entah tokohnya, seninya, sampai peristiwanya." jelas Scar dengan suara yang pelan agar tak mengganggu beberapa orang yang juga sedang berada di perpustakaan itu. Penjelasan itu belum menjawab pertanyaan Art.

"Gue dapet tugas juga dari pembelajarannya." tambah Scar. Art yang baru mengerti dan pertanyaannya terjawab pun hanya bisa mengangguk-anggukan kepalanya saja.

Art dengan taatnya mengikuti langkah Scar kemanapun ia pergi. Bukan karena ia takut tersesat. Namun, ia juga tak tahu harus melakukan apa. Langkah kaki Scar membawa mereka ke sebuah rak yang dipenuhi dengan buku berjudul "Art."

"Thought this section will suit you. Enjoy. I won't be long." pamit Scar sebelum pergi membawa beberapa buku yang telah ia ambil selama berjalan-jalan sebentar mengelilingi beberapa rak buku di bagian depan sebelumnya.

Orang-orang kerap salah memahami dirinya. Walau secara teknis dan definisi nama panggilannya berarti seni, ia bukan seorang penggemar berat seni. Ia hanya pengagum biasa yang tidak begitu mengerti maksud dari seni. Dan tidak ingin mempelajari atau mengetahuinya lebih dalam juga.

Sebelum akhirnya ia melihat nama seseorang yang tak asing di halaman pertama buku yang secara acak ia pilih hanya sekedar penasaran.

Tertulis disana, "Pablo, Atticus." dengan spidol berwarna hitam. Bahkan tulisan tangannya saja indah. Laki-laki bernama Atticus Pablo itu masih tetap memberikan kejutan untuk Art walau Art tak tahu dimana tepatnya raga laki-laki itu saat ini.

Ini aneh. Beberapa detik yang lalu, Art merasa ia sama sekali tak ada keharusan untuk membaca suatu buku mengenai seni atau apapun menyangkut seni. Namun detik ini juga, ia merasa jiwanya sangat ingin mengetahui apa saja tulisan-tulisan yang memenuhi tiap lembaran kertas buku di genggaman tangannya itu.

When Scars Become ArtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang