"I was swept by her smile. I can't help but think of how to keep that smile forever. How to make that smile mine forever?"
—
I wonder what it's like to be loved by you.
🎨
"Ah, iya. Kalau tidak keberatan, apakah aku boleh..." Art sempat ragu. Haruskan ia melontarkan pertanyaan bodoh ini atau tidak?
Kalau tidak, ia akan mati penasaran. Lagipula, tujuan awal ia pergi kesini adalah untuk mencari laki-laki itu kan? Laki-laki yang penuh dengan kejutan. Laki-laki yang memberi warna pada kehidupannya. Laki-laki dengan mata indah berwarna hijau.
Ia pun menarik nafas dan berkata "Masuk ke unit 18?" seraya melanjutkan ucapannya yang terpotong sebelumnya.
Art kira Ben akan sedikit terkejut dengan keinginannya yang sedikit melunjak dan diluar nalar. Namun, Ben dengan enteng mengiyakan permintaannya. "Tentu saja. Sebentar, aku ambilkan kuncinya." begitu kata Ben sambil berjalan menuju meja resepsionis untuk mengambil kunci unit 18.
Mereka menaiki anak tangga menuju dimana unit 18 berada. Setelah sampai di lantai kedua air bnb tersebut, Art pun menoleh ke tangga yang mengarah ke rooftop. Hal tersebut pun seolah menariknya kembali ke masa dimana ia selalu menaiki anak tangga tersebut dan ketika sampai di rooftop, terdapat seorang laki-laki yang tengah menunggunya. Entah itu takdir atau kesengajaan, ia tidak peduli. Sosok laki-laki itu lah yang terpenting.
Ia mengikuti langkah Ben meski dirinya sudah tahu betul dimana letak unit 18 karena hanya berjarak beberapa unit dari unit 15, tempat tinggalnya dahulu.
Ben membuka pintu unit tersebut. Ruangannya seratus persen gelap gulita. Sampai-sampai seluruh isi yang berada di dalam ruangan tersebut pun tidak bisa terlihat. Ben berjalan masuk dan membuka tirai jendela, membiarkan sinar mentari masuk.
"Sepertinya lampunya rusak," ucap Ben sambil menekan-nekan saklar lampu yang menempel di tembok berwarna putih tulang itu.
Art masih terdiam. Ia melempar pandangannya ke sekelilingnya. Ruangannya masih sama. Minimalis, tidak terlalu banyak barang. Bedanya hanya beberapa butiran debu yang hinggap di tiap-tiap benda dan barang yang ada disana. Matanya berhenti dan terpaku ke arah dapur. Dapur yang sengaja dibuat lebih stand-out karena laki-laki itu senang memasak.
Hal itu membuat lidah Art merindukan masakannya yang biasa saja namun rasanya sangat khas. Tanpa Art sadari, ia merindukan segala hal tentang pemilik unit ini.
"Aku akan memberimu waktu sendiri disini. So, enjoy?" ucap Ben sambil tersenyum lalu berlalu pergi dan membiarkan pintunya terbuka.
Dengan cahaya yang minimum, Art harus mendekati tiap-tiap barang untuk melihat mereka dengan jelas. Entah apa yang akan ia lakukan disini, ia hanya akan mengeksplor segalanya. Mungkin hal ini bisa mengobati rasa rindunya. Atau mungkin, justru akan menambah rindunya.
Art tahu betul setiap barang-barang dan bentuk kamar ini. Namun, segalanya terasa asing dan jauh darinya.
Ketika tengah berjalan menyusuri setiap detail kamar itu, kakinya tidak sengaja menendang sebuah kardus coklat yang berukuran sedang. Ia pun mengangkat kardus itu, beratnya cukup ringan. Penuh debu di sekelilingnya. Ia menepis-nepis dan berusaha menyingkirkan debu-debu yang berada di sekeliling kardus tersebut lalu membukanya.
Ia menemukan sekumpulan foto pemandangan yang entah dimana letaknya itu. Pemandangan yang indah di latar yang berbeda-beda. Art membuka seutas tali yang mengikat foto-foto tersebut dan melihatnya satu persatu.
Sepertinya foto ini bukan diambil dengan kamera canggih zaman sekarang. Bisa dilihat dari hasil fotonya yang sedikit buram dan berwarna kekuningan. Barangkali foto ini diambil di tahun delapan puluhan. Art hanya bisa menerka-nerka dan melanjutkan melihat-lihat setiap foto yang ada di tangannya itu.
Foto-foto tersebut tak jauh-jauh dari pemandangan pelataran rumput hijau yang lebat, kastil atau rumah yang tua nan mewah, gondola, dan khalayak yang tengah berpesta. Bisa Art pastikan bahwa orang-orang ini adalah orang yang berada.
Yang menjadi pertanyaan Art, mengapa Arlo memiliki foto-foto ini. Tak mau berpikiran terlalu jauh, Art hanya menganggap bahwa Arlo memang gemar mengoleksi foto-foto antik seperti ini. Secara, laki-laki itu selalu penuh kejutan.
Art beralih ke sebuah jurnal dengan sampul coklat berbahan kulit yang sepertinya tidak berhasil melindungi kertas-kertas jurnal yang kian menguning tersebut. Ia membukanya penuh hati-hati, khawatir akan merobek kertas yang sangat tipis di jurnal tersebut.
Halaman pertamanya kosong. Hanya terdapat sebuah tulisan huruf "A" dengan model kaligrafi yang Art yakini berupa inisial sang pemilik jurnal tersebut. Ketika beralih ke halaman selanjutnya, terdapat sebuah tulisan yang berisi:
August 17th, 2017
On my way home, I met a girl. She's lost. So she asked me about her destination by an address. I was swept by her smile. I can't help but think of how to keep that smile forever. How to make that smile mine forever? I was speechless. Try to act cool, I helped her. Fortunately, her destination was same as mine. Betty's air bnb.
Art. Alarta Faith. Itu namanya. Cantik, bukan? Cantik sekali. Personanya juga nggak kalah cantik. Bak namanya, ia memang benar-benar merupakan sebuah mahakarya yang indah. Sepasang mata tak bisa lepas begitu saja dari dirinya.
Aku cenderung gugup dan kikuk di depannya. Itu sedikit memalukan, tapi senyumnya entah mengapa bisa menghapus segala rasa malu dan mengubahnya menjadi campur aduk di dalam sini.
Strange, isn't it?
Art menjatuhkan jurnal tersebut dari genggaman tangannya. Ia menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Ia masih belum percaya atas apa yang baru saja ia baca.
"Did Arlo just... write... about... me???" gumamnya tak habis pikir dengan laki-laki tersebut.
Pipinya terasa panas. Ia tahu bahwa wajahnya seratus persen terlihat seperti tomat. Ia menjadi penasaran sekaligus takut dengan halaman-halaman selanjutnya. Tulisan ini menunjukan seorang Arlo dan sisi lainnya yang tidak ia ketahui sebelumnya.
Tak bisa dipungkiri, namun Art jelas tersipu ketika membaca jurnal yang ternyata Art simpulkan merupakan buku harian milik Arlo.
🎨
Hallo semua. Kritik dan saran sangat kubutuhkan untuk membuat kalian, para pembaca, lebih nyaman dan bisa semakin menikmati karyaku. Jika menyukainya, bisa tekan simbol bintang di bawah ini ya. Dan jangan lupa untuk input cerita ini ke library kamu! Terima kasih banyak <33
—Sincerely, Lou.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Scars Become Art
RomanceAlarta Faith. Biasa orang-orang mengenalnya dengan panggilan 'Art'. Personanya tak seunik namanya. Cenderung biasa saja. Sepanjang hidupnya, Art selalu menjadi ekor Scar yang membuntuti kemana pun Scar pergi. Hal ini Art lakukan semata-mata karena i...