0.9 - Green Twilight

24 6 10
                                    

The distinct country of your eyes, gifted with green twilight.

The distinct country of your eyes, gifted with green twilight

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Arlo, tolong pindahkan ini ke piring yang lebih besar." ucap Betty dengan bahasa Inggris kepada Arlo yang sama-sama sedang mempersiapkan hidangan untuk makan malam bersama mereka.

Yang disuruh pun dengan cepat langsung melakukan apa yang diperintahkan. Dengan berhati-hati, Arlo memindahkan hidangan kroket kentang itu ke piring yang lebih besar.

"Hey, Arlo. Kau bilang akan ada anak baru hari ini?" tanya Catelyn, salah satu penghuni unit airbnb. Ia orang Serikat yang memutuskan untuk pindah ke Toronto bersama adiknya, Claire. Mereka sama-sama tinggal di airbnb tersebut.

Airbnb disini sama seperti tempat tinggal. Kalau di Indonesia, mungkin bisa disebut tempat kos. Harganya tidak begitu mahal walau kau akan menghabiskan waktu berbulan-bulan disini.

Mendengar pertanyaan dari Catelyn, Arlo pun baru sadar bahwa ia belum melihat gadis yang sedang mereka nanti-nantikan itu lagi sejak tadi pagi.

Apa mungkin ia belum pulang?

"Coba kau panggil dia, Arlo. Makan malam sudah hampir siap." suruh Betty kepada Arlo yang dengan cepat ia tanggapi dengan anggukan.

Dengan cepat Arlo menaikki tangga menuju lantai dimana unit Art berada. Ia mengetuk pintu unit yang belum terpasang bel itu.

5 menit.... 10 menit... 20 menit...

Belum ada jawaban sama sekali. Entah mengapa, Arlo mulai merasa khawatir. Apa dia baik-baik saja? Kemana dia pergi sampai selarut ini? Pertanyaan-pertanyaan itu mulai muncul di benaknya.

Sayang sekali, mereka belum sempat bertukar nomor telfon sehingga Arlo tidak bisa menghubungi gadis itu.

Setelah merasa pasrah dan tak mau membuat para penghuni lainnya menunggu terlalu lama, Arlo pun memutuskan untuk kembali ke lantai dasar. Sebelum melangkahkan kakinya untuk menuruni anak tangga, ia mendengar suara-suara halus yang samar dari lantai atas.

Siapa gerangan yang berada di rooftop menjelang sore hari begini? Seluruh penghuni sudah berkumpul di lantai dasar untuk makan malam bersama.

Karena rasa penasarannya yang tinggi, Arlo pun memutuskan mengubah langkah kakinya menuju atap.

Semakin dekat, semakin jelas isakkan tangis itu terdengar. Ia menelik kesana kemari, berusaha mendapati sumber suara tersebut.

Sampai akhirnya ia melihat seorang perempuan sedang memeluk kedua kakinya, menunduk, dan menangis.

Arlo tersenyum sambil menghela nafas lega ketika menemukan sosok yang ia cari sedari tadi.

"Gagal kencan?" tanya Arlo yang sepertinya mengejutkan perempuan itu. Dengan cepat, ia mendongak dan menyapu bulir air mata yang sudah memenuhi pipinya yang memerah itu.

"Ah, tidak." salah tingkah, Art pun menghindari kontak mata dengan Arlo dan berusaha berdiri secepat mungkin.

Namun, sialnya, keseimbangannya tidak bisa diajak bekerja sama. Karena berdiri terlalu cepat, kakinya seperti belum siap sehingga menyebabkan Art oleng dan hampir terjatuh.

Dengan cepat, tangan Arlo meraih pundak dan lengan Art. Ia menahan Art agar tidak oleng dan terjatuh ke depan. Kedua retina mata mereka bertemu.

Kini Arlo bisa melihat setiap detail dari wajah Art dengan jelas. Dan Art menelik masuk ke dalam mata Arlo. Ketika melihat dari dekat, ia mendapati mata Arlo yang berwarna hijau tua.

Warnanya semakin indah jika dilihat dari dekat. Laksana sebuah danau dengan bulan yang bersinar di dalamnya. Senja hijau yang teduh. Ingin rasanya ia menenggelamkan dirinya di dalam matanya yang terlihat sangat menenangkan nan sejuk itu.

Kumohon, biarkanlah seperti ini sejenak.

Setelah beberapa menit berlalu, Arlo sadar dan dengan cepat melepaskan pegangannya dari lengan dan pundak Art setelah memastikan Art sudah bisa berdiri dengan mantap dengan kakinya.

Suasananya cukup canggung setelah itu. Namun, Arlo dengan cepat mengajak Art untuk bergabung dengan penghuni lainnya di lantai dasar.

Sejujurnya, ia sangat ingin mengetahui apa yang menyebabkan perempuan secantik Art itu bisa menangis begitu sedih sore hari itu. Akan tetapi, ia merasa waktunya kurang pas. Mungkin ia bisa menanyakan hal itu di lain kesempatan.

🎨

Hallo semua. Kritik dan saran sangat kubutuhkan untuk membuat kalian, para pembaca, lebih nyaman dan bisa semakin menikmati karyaku. Jika menyukainya, bisa tekan simbol bintang di bawah ini ya. Dan jangan lupa untuk input cerita ini ke library kamu! Terima kasih banyak <33

—Sincerely, Lou.

When Scars Become ArtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang