Agustus, 2021. Jakarta, Indonesia.
"Ini sudah waktunya." kata seorang staff berkemeja putih itu sambil mengangguk mantap ke arah Art. Dirinya yang sedang bercermin pun menanggapi perkataan staff tersebut dengan mengangguk sambil tersenyum melalui pantulan dirinya pada cermin di depannya itu.
Perempuan dengan surai hitam panjang yang telah ditata dengan rapih itu menyisir ke samping sedikit beberapa anak rambut yang jatuh tepat di tengah dahinya. Ia menatap cermin itu untuk yang terakhir kalinya lalu memejamkan mata dan menghela nafas guna menenangkan jantungnya yang sedari tadi tak berhenti berdebar itu.
Art berjalan menyusuri lorong yang berakhir di sebuah ruangan belakang panggung. Beberapa staff mulai membantunya untuk mengecheck penampilannya; seperti merapikan rok berwarna cokelatnya yang sedikit berkerut, mengarahkan surainya ke belakang agar terlihat lebih rapih dan profesional, dan lain sebagainya.
"All check. Oke. 3, 2, 1. Up." ucap seorang staff lainnya yang Art yakini seorang kordinator bagi seluruh staff yang ada disana. Ia terlihat seperti seorang yang memang mengatur segala yang berjalan saat ini.
Dengan penuh percaya diri, Art pun menaiki beberapa anak tangga untuk sampai diatas panggung. Ia berjalan menuju mimbar yang berada di tengah panggung yang cukup panjang dan lebar itu dengan penuh hati-hati. Berjaga-jaga agar tidak tersandung akibat sepatu heelsnya yang sedikit kebesaran dan terlalu tinggi bagi dirinya yang tidak terbiasa memakai itu.
Ia meraih sebuah microphone yang tersambung di mimbar tersebut dan mengarahkannya ke bibirnya. Ia pun tersenyum, dan memulai pidatonya.
Selama tiga tahun terakhir ini, Art bersama tiga orang rekannya membangun sebuah yayasan. Yayasan khusus perempuan yang kurang mampu dalam memenuhi pendidikannya. Yayasan ini bernama GENARA. Genara menyediakan banyak beasiswa dan membantu perempuan-perempuan Indonesia untuk bisa menimba ilmu mereka. Terdapat beberapa program kelas yang memang membantu perempuan-perempuan ini untuk menempuh proses penyeleksian beasiswa sampai proses pendaftaran universitas luar negeri yang mereka inginkan.
"Proyek ini didasari akan keresahan saya sebagai seorang anak, perempuan, dan juga pelajar yang sangat ingin memperjuangkan hak saya untuk mendapatkan pendidikan yang terbaik. Memang banyak program beasiswa diluar sana, namun tak banyak dari perempuan dan anak-anak Indonesia mengerti bagaimana cara mengikuti, atau bahkan mendaftarkan diri mereka. Disinilah tugas Genara. Genara sendiri diambil dari bahasa India yang berarti penolong dan berkeyakinan penuh. Nama ini kami jadikan sebagai doa, visi, dan misi. Kami, seluruh keluarga Genara, berterima kasih banyak dan sangat amat merasa terhormat atas kesempatan yang diberikan oleh UNICEF Indonesia untuk turut bergabung di dalam program kalian mengenai pendidikan anak-anak di Indoensia ini."
Art pun mengakhiri pidatonya dengan berterima kasih kepada seluruh petinggi UNICEF dan orang-orang yang hadir saat ini. Akhir pidatonya disambut dengan tepuk tangan yang meriah. Ia pun berjalan menuruni panggung dengan perasaan yang lega. Para staff yang berada di belakang panggung pun turut menyorakinya dengan suara yang lebih pelan, tak sedikit dari mereka yang juga ikut bertepuk tangan. Art hanya bisa mengangguk tersenyum dan berterima kasih kepada mereka.
"Asli. Lo keren banget tadi, Kak!" ujar seorang berkacamata sambil menghampiri Art sambil tersenyum lebar masih dengan matanya yang berbinar-binar.
"Bisa aja lu, Lin." balas Art yang tersipu malu akibat ucapan Aline, salah satu pendiri Genara yang juga merupakan rekan kerja Art.
"Serius, Art. Nggak salah kita pilih lo sebagai representasi kita." sahut seorang yang lain yang bernama Mega.
Art pun menggeleng dan mengibas-ngibaskan tangannya, "Kak Mega jangan ikut-ikutan deh."

KAMU SEDANG MEMBACA
When Scars Become Art
RomanceAlarta Faith. Biasa orang-orang mengenalnya dengan panggilan 'Art'. Personanya tak seunik namanya. Cenderung biasa saja. Sepanjang hidupnya, Art selalu menjadi ekor Scar yang membuntuti kemana pun Scar pergi. Hal ini Art lakukan semata-mata karena i...