14 - Merchant of Venice

16 5 6
                                    

"Hi! Kenalin, gue Alarta. Biasa dipanggil Art sama yang lain." sapa perempuan berkacamata dan berkuncir kuda itu dengan senyum lebarnya.

Perempuan bersurai coklat panjang lurus yang berada di depannya cukup terkejut dengan aksi Art yang secara tiba-tiba duduk di hadapannya.

Yang diajak bicara pun hanya tersenyum sambil mengangguk.

Ah, dia sedikit pemalu rupanya. Begitu pikir Art dalam hati. Walau ia tidak terlalu pandai dalam memulai percakapan, namun ia tidak mau membiarkan hari pertama anak baru itu dipenuhi dengan pikiran bahwa ia kesepian.

"How about you? Tell me more about yourself!" tanya Art melanjutkan perbincangan dengan anak baru tersebut masih sambil berantusias.

"Poems." jawab perempuan yang ternyata bernama Poems itu secara singkat.

"Poems? Poems, puisi?" tanya Art yang cukup terkejut karena baru pertama kali bertemu seseorang yang bernama unik. Puisi. Indah memang, bak parasnya.

Poems pun mengangguk, "Aneh ya?"

Dengan cepat Art menggeleng. "Aneh darimana? Cantik banget namanya. Kayaknya lebih aneh nama gue deh." ungkap Art yang memang merasa bahwa namanya lebih Aneh ketimbang Poems.

"Engga kok. Bagus. Nama kita sama-sama kayak ada korelasinya gitu. Art and Poems." balas Poems sambil tertawa kecil—yang akhirnya mengatakan banyak kata-kata dibanding jawaban sebelumnya.

Art pun menanggapinya dengan anggukan dan tawanya.

"Nanti ke kantin bareng, yuk? Gue kenalin sama temen-temen gue yang lain." ajak Art kepada Poems yang dijawab oleh anggukan setuju dari Poems.

Bel tanda istirahat pun akhirnya berbunyi. Menunggu bel istirahat terasa seperti satu abad lamanya. Sebut Art hiperbola. Namun, itu lah yang ia rasakan. Tak henti-hentinya ia menatap jam tangannya selama pembelajaran berlangsung. Cacing-cacing dalam perutnya sudah mencurahkan segala protes. Ia lapar.

"Poems, mau pesen apa? Ada bakmie, bakso, bubur, kue, apa aja ada kalau buat lu." tawar Art kepada Poems setiba mereka di kantin.

"Gue... ngikut lu aja deh, Art." jawab Poems yang masih malu-malu sambil terkekeh.

"Ya udah. Suka pedes atau ngga?"

"Enggak."

"Noted! Duduk dulu ya disini." ucap Art lalu berlalu pergi ke salah satu tempat berjualan yang masih menjadi bagian dari kantin sekolah mereka.

Tak lama, Art pun kembali dengan dua mangkuk bakso. "Nah, untuk hari pertama, kita coba bakso dulu. Besok-besok, baru coba yang lain." ucap Art kepada Poems yang dibalas dengan senyuman dari Poems.

"Makasih, Art." ucap Poems.

"Santai aja. By the way, harusnya yang lain udah bubaran nih. Kita makan duluan aja deh," ajak Art setelah teman-temannya yang lain tak kunjung datang. Ia sudah sangat lapar.

"Art!" panggil seseorang yang berhasil membuat fokus Art teralih dari baksonya itu.

Art pun mengangkat tangannya dan melambaikannya kepada seseorang yang memanggilnya dengan tujuan memberikan isyarat untuk menghampiri dirinya.

Kedua orang itu pun menghampiri meja mereka.

"Sini, duduk." ucap Art yang menggeser tempat duduknya agar kedua sahabatnya itu bisa duduk disana.

"Poems, kenalin ini Ashley and Scar. Ashley and Scar, kenalin ini Poems." Art pun memperkenalkan sahabatnya kepada Poems, yang juga menjadi salah seorang sahabat barunya. Mereka bertiga pun saling berkenalan.

When Scars Become ArtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang