"He told her to look at a clear sky whenever she began to doubt him, for the stars meant every way he loved her." — Greg Sellers, journal entry, "Notes from Neruda's Ghost," 30 April 2022
🎨
Art menempelkannya di cangkir putih berisi cappucino hangat yang berada di depannya itu. Salju masih sesekali turun secara halus, terjatuh diatas kepala orang-orang yang berlalu lalang di depan kafe itu. Suhu masih menunjukkan angka dibawah 0 derajat.
Ia sedang menunggu seseorang sambil sesekali melempar pandangannya ke luar jendela. Ia akan meninggalkan negara ini beberapa hari lagi. Ia akan merindukkan suasana ini; orang-orang yang kelewat ramah, orang-orang yang suka berbincang hanya untuk sekedar berbasa-basi, kendaraan yang jarang terlihat, dan banyak pohon yang tumbuh di beberapa titik jalanan.
Sebelum akhirnya bell di pintu masuk berdering, menandakan bahwa ada yang datang. Art mengalihkan pandangannya pada pintu masuk.
"Art," panggil seorang itu sambil tersenyum lalu menghampirinya.
"Udah nunggu lama?" tanya seorang tersebut setelah duduk di bangku yang berada di seberang Art.
Art pun menggeleng perlahan, "Engga. Baru beberapa menit kok, Scar." jawab dirinya.
Scar pun tersenyum lega. Kedua insan tersebut sempat terdiam beberapa saat. Tak ada dorongan dari keduanya untuk memulai pembicaraan. Sepertinya bukan karena begitu sulit untuk memulai perbincangan dan berbasa-basi. Mereka selalu begini. Seolah dengan saling berdiam saja, mereka sudah mengerti apa yang mau mereka sampaikan kepada satu sama lain.
"Lu bakal pulang ke Indonesia?" tanya Scar yang akhirnya memulai basa-basinya.
"Ya. Lagipula nggak ada hal yang bisa gua lakuin lagi disini, Scar." jawab Art sambil terkekeh setelah selesai mengucapkan kalimatnya.
Mereka terdiam beberapa saat lagi. Scar terlihat seperti ingin melontarkan sesuatu. Namun ia masih menimbang-nimbang, haruskan ia tanyakan itu kepada Art? Atau seharusnya tidak?
"Lu nggak berniat kuliah disini?" Akhirnya Scar memutuskan untuk menanyakannya kepada Art. Scar takut hal ini akan menyinggung Art, akan tetapi, yang diajak bicara itu pun tersenyum.
"Setelah dipikir-pikir, enak juga ya kalau kuliah disini? Tapi gue nggak mungkin ninggalin Mama lama-lama sendiri." balas Art sekaligus menyertakan alasannya yang membuat Scar hanya bisa mengangguk-angguk secara perlahan.
"Kalau Mama Anna pindah kesini..."
"Jangan aneh-aneh deh, Scar." potong Art yang sudah mengetahui lagak sahabatnya itu. Scar pasti merekomendasikan untuk membiayai seluruh kebutuhannya karena biaya hidup di Kanada ini tidak murah jika tidak ada biaya bantuan dari pemerintah atau dari suatu lembaga.
Scar pun berdeham sebelum mengucapkan statement-nya. "Enggak. Kalau misal Mama Anna pindah kesini, mungkin gua bisa bantu untuk nyariin Mama Anna pekerjaan. Dan lu juga harus cepet-cepet pindah dari unit lu itu. Lu udah nunggak berapa bulan, Art?"
Art pun menunduk mendengar perkataan dari sahabat laki-lakinya itu. Mungkin ia lupa cerita. Ia tidak jadi tinggal di dorm yang telah disediakan oleh UN Canada karena keterbatasan kamar yang mereka miliki. Jadi, selama enam bulan belakangan ini ia tetap tinggal di unit airbnb. Namun, ia termasuk jarang pulang dan menghabiskan malamnya di gedung UN Canada ketika masa trainingnya.
Dan ia sudah menunggak membayar biaya unit selama 3 bulan. Beruntungnya Betty bisa mengerti akan kondisi dirinya dan masih memberinya keringanan. Walau demikian, ia tidak bisa terus menerus memanfaatkan kebaikan Betty. Ia bahkan tidak terpikir untuk bekerja part time karena kegiatan trainingnya sangat memakan banyak waktu.
Ia sudah banyak membebani dan merepotkan Mama. Ia merasa tidak enak jika terus menerus memberatkan Mamanya.
"Gaji Mama nggak sebesar itu, Scar. Walau dia udah lembur, tapi kayaknya biaya lemburnya itu nggak sebanding sama keringat dia." ucap Art mulai menjelaskan kondisi Mamanya.
"Gua kadang nggak enak kalau minta uang sama Mama. Jadi gua nggak pernah bilang kalau gua butuh uang selama ini. Mama setiap bulan rutin kirim, tapi cuman cukup buat kebutuhan sehari-hari aja." lanjut dirinya.
"Kalau buat pindah ke Kanada, mana cukup. Apalagi kita berdua, Scar. Kehidupan setiap orang belum tentu sama kayak lu yang berkecukupan. Dan ngga semua orang bisa mendapatkan anugerah itu." ucap Art menutup penjelasannya.
Scar pun menghela nafas. Mendengar cerita Art, ia juga turut berempati merasakan begitu sulitnya hidup Art selama ini.
Mengingat kejadian terakhir mengenai sebab dari pertengkaran mereka, Scar mengurungkan niatnya untuk memberikan unit apartemennya dan membiayai kebutuhan dirinya dan Mama Anna selama disini. Art akan menolaknya secara mentah-mentah. Skenario terburuknya, pertemanan mereka bisa benar-benar berakhir.
Masih beruntung Art mau bertemu dengan dirinya dan tidak membahas masalah itu. Masalah itu sudah selesai. Scar bisa menyimpulkan itu karena akhirnya pertemanan mereka bisa kembali seperti biasa lagi. Mengenai masalah itu, mereka sama-sama sepakat bahwa itu hanya merupakan kesalahpahaman kecil yang memang sering terjadi diantara mereka.
Seketika, ide brilian pun terlintas dibenaknya. Dengan cepat tangannya pun bereaksi, ia menepuk tangannya bersemangat. "Gua tau!"
Art yang kaget dengan perilaku Scar berusan pun menyeritkan kedua alisnya. Memberikan tampang "Apaan?" kepada Scar.
"Perusahaan Papanya Poems punya program beasiswa buat anak internasional! Ini bagus banget dan tepat banget buat lu, Art. Lu tinggal ikut wawancara secara bertahap aja." jelas Scar masih sambil bersemangat dan dengan mata yang berbinar.
Tak bisa bohong, Art merasa sangat bersyukur karena manusia di depannya ini masih sangat semangat mencari solusi untuk menahannya di negara penghasil sirup maple terbesar ini. Ia bersyukur Scar tidak hanya melontarkan solusi secara mudah dengan menggunakan uangnya begitu saja.
Apakah ini kesempatan baru bagi Art?
"Can you please stay? Stay here. Just only for the little things we do. Just for me?"
Pertanyaan itu terus menerus menghantui pikirannya. Lagi dan lagi Art terus mendengar suara Arlo pada malam hari diatas rooftop. Art tidak memiliki kesempatan untuk menjawab pertanyaan itu. Lebih tepatnya, ia tidak tahu dan belum yakin jawaban apa yang sepatutnya ia berikan.
Di lain sisi, Scar menawarkannya sebuah kesempatan yang sepertinya tidak akan datang dua kali.
...Should I?
🎨
Hallo semua. Kritik dan saran sangat kubutuhkan untuk membuat kalian, para pembaca, lebih nyaman dan bisa semakin menikmati karyaku. Jika menyukainya, bisa tekan simbol bintang di bawah ini ya. Dan jangan lupa untuk input cerita ini ke library kamu! Terima kasih banyak <33
—Sincerely, Lou.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Scars Become Art
RomanceAlarta Faith. Biasa orang-orang mengenalnya dengan panggilan 'Art'. Personanya tak seunik namanya. Cenderung biasa saja. Sepanjang hidupnya, Art selalu menjadi ekor Scar yang membuntuti kemana pun Scar pergi. Hal ini Art lakukan semata-mata karena i...