31 - Scar

15 3 0
                                    

"We are sealed in our own little melancholy atmospheres, like planets, and revolving around the sun, our common but distant desire."
—Jack Kerouac, August, 1945

" —Jack Kerouac, August, 1945

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🎨

"Or maybe... you should..." Ia sempat ragu.

"Just stay?" lontar Scar dengan tampang wajah tak merasa bersalah sedikit pun.

Gila. Ini gila. Elkan Scar telah kehilangan akal sehatnya. Bisa-bisanya ia meminta gadis di depannya itu untuk tetap tinggal di Toronto. Padahal, ia sudah meyakinkan dirinya agar lebih baik Art pergi dari Toronto dan biarlah acara berjalan sesuai tanggal dan waktunya. Ia berharap Art tidak akan pernah muncul di acara itu.

Kalau begini, sama saja ia menahan Art dan memaksa gadis yang telah ia cintai begitu lama itu terluka lagi ketika mendengar kabar yang lama kelamaan pasti akan sampai ke telinganya.

Scar sangat amat berharap bahwa Art akan menolak tawarannya barusan. Ia yakin Art akan menolaknya.

Art terlihat menghela nafasnya dan mulai membuka mulutnya. Ia akan mengatakan sesuatu namun ia terlihat ragu. Apakah perkataannya barusan berhasil membuat keputusan perempuan itu goyah?

Sialan!

"Maaf, Scar."

Scar berhasil menghela nafas lega. Kakinya yang tadinya merasa tegang pun mendadak lemas karena turut merasakan kelegaan dari jawaban Art.

"Ada beberapa urusan yang harus gue urus." lanjut Art lagi. Scar pun mengangguk-angguk tanda mengerti.

"Paham. You can come back anytime. Masalah deadline, gampang." ucap Scar membalas penjelasan dari penolakan Art.

Scar tidak mempermasalahkan buku yang Art pinjam. Ia bisa dengan mudah bernegosiasi dengan pihak perpustakaan. Ucapan sebelumnya lah yang menjadi masalah besar jika Art benar-benar mengiyakan ajakannya untuk tetap tinggal disini.

"Once again, I'm sorry. Gue akan selesaiin buku ini sebelum minggu depan dan bakal langsung kirim buku ini balik kesini." ucap Art memberikan janjinya kepada Scar.

Scar hanya bisa mengangguk dan mengucapkan, "Gapapa. Aman."

Pertemuan Scar dengan Art berakhir disitu. Ia tidak melihat Art lagi atau bahkan mengantarnya ke bandara. Tadinya ia berniat begitu, namun panggilan dari Ayahnya tentu tak bisa ia abaikan. Mau tidak mau, niatnya terpaksa ia urungkan.

Saat ini, Scar tengah berada di sebuah toko bergaya klasik modern yang dikelilingi oleh gaun-gaun mewah berwarna putih. Toko yang berukuran sedang ini memiliki furnitur mewah. Toko yang ia dengar-dengar merupakan langganan para miliader atau orang-orang kaya lainnya.

"Scar? Udah sampai?" Dari nada suaranya saja, Scar sudah bisa menebak siapa yang mengatakannya.

Ia menoleh dan menemukan sahabat perempuannya berbalut gaun putih berbentuk ballgown yang megah, dan bentuk kerah gaun tersebut bermodel off-shoulder  yang dimana menampilkan pundak perempuan itu dengan jelas, ditambah mutiara-mutiara putih di tiap details yang turut menghiasi gaun tersebut.

Tak bisa Scar pungkiri, ia pun terpukau dengan penampilan perempuan yang berada di depannya itu.

"Poems, wow..."

"Terlalu berlebihan nggak sih?" tanya Poems sambil tertawa kecil karena ia merasa seperti akan menikah.

"Untuk pernikahan seorang Jules dan Scar? Tidak. Tapi hanya untuk sekedar acara tunangan? Iya." balas Scar juga turut tertawa. Mereka menertawai orang tua mereka yang selalu bersikap berlebihan dan ekstra dalam setiap acara mau itu penting atau tidak.

Poems memang tidak akan menikah. Namun, ia akan bertunangan dengan Scar. Secara teknis, mereka memang sudah dijodohkan sejak lama. Sejak orang tua Poems mengetahui kalau anak sematawayangnya berteman dekat dengan pewaris Scar Corp, mereka sudah bertemu dengan Elijah dan meresmikan perjodohan anak mereka.

Tadinya bahkan Scar dan Poems tidak mengetahui hal gila ini. Hingga sesaat sebelum acara UNICEF diselenggarakan, kedua keluarga besar itu duduk di satu meja makan yang sama untuk makan malam bersama. Disitulah Poems dan Scar sama-sama diberitahu hal mengejutkan nan gila ini.

"Sejujurnya ini terasa sangat amat tidak nyaman," keluh Poems kepada Scar sambil melemaskan bahunya dan berusaha duduk di sofa yang berada tepat di samping mereka.

Scar menggenggam tangan Poems guna membantunya untuk tetap mendapatkan keseimbangan ketika duduk di sofa dengan gaunnya yang begitu besar itu.

"Have you told her?" tanya Poems kepada Scar.

Scar tahu apa maksud dari pertanyaan Poems. Ia sangat jelas mengetahui konteks dari pertanyaan itu. Ia pun menggeleng dengan lemas. Scar turut duduk di samping Poems dan merebahkan punggungnya di sofa itu. "Kadang gue bingung, Poems." kata Scar yang berhasil membuat Poems menoleh kearahnya lalu menaikkan satu alisnya bertanya-tanya.

"Gue berengsek banget ya?" tanya Scar kepada Poems.

Poems pun tertawa kecil mendengar pertanyaan Scar. Ia hanya bisa mengendikkan kedua bahunya.

"Salah sendiri terlambat mencintai. Orangnya udah sampai di stasiun lain, lu baru mau mesen tiket keretanya." jawab Poems meledek yang berhasil membuat Scar berdecak tak terima.

"You know, kita nggak bisa menghindari this crazy kind of matchmaking. Tapi lu masih punya kesempatan untuk menghindari dia dari luka yang jauh lebih dalam lagi." lanjut Poems.

"She's my bestfriend. Dan kalau berita ini sampai di telinga dia, nggak akan ada pengkhianatan yang lebih besar untuk dia dibanding berita ini, Scar." Poems terus berusaha bijak sebagaimana ia selalu bersikap.

Ia dan Scar sama-sama tahu bahwa perjodohan ini sama sekali tidak benar. Art akan sepenuhnya jatuh ke dalam kesalahpahaman yang tak bisa Scar pungkiri.

Scar tahu bahwa ia terlambat menyadari perasaannya terhadap Art. Namun, perasaannya kepada Art tidak muncul hanya karena Poems tidak berada di sisinya. Art lah yang selalu berada di garis terdepannya. Pilihan utamanya. Bukan yang lain. Melainkan Art.

🎨

Hallo semua. Kritik dan saran sangat kubutuhkan untuk membuat kalian, para pembaca, lebih nyaman dan bisa semakin menikmati karyaku. Jika menyukainya, bisa tekan simbol bintang di bawah ini ya. Dan jangan lupa untuk input cerita ini ke library kamu! Terima kasih banyak <33

—Sincerely, Lou.

When Scars Become ArtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang