Obsession and Vengeance

365 92 182
                                    

"Keluarga kerajaan dari White Empire telah tiba!"

Pintu raksasa itu terbuka. Aelia menjenjangkan leher untuk melihat dari balik pundak sang ayah. Raja Houdin berusia sepuluh tahun lebih tua dari ayahnya, dia memiliki postur tubuh tinggi dan tegap dengan rambut hitam yang mulai ditumbuhi uban. Ratu Bernadette memiliki tinggi beberapa sentimeter lebih pendek daripada putranya. Rambut cokelatnya digelung tinggi. Aelia sedikit tidak menyukai cara Ratu Bernadette memandang ayahnya.

Mata Aelia melayang dan terkunci pada seorang pria muda yang berdiri di samping kanan Raja Houdin. Pangeran Ragnar tampak seperti replika ayahnya ketika muda. Tingginya hampir menyamai Raja Houdin, dengan rambut hitam yang sama, dan warna mata abu kebiruan seperti milik Ratu Bernadette.

"Houdin! Selamat datang! Selamat datang!"

Ayah Aelia maju seraya merentangkan tangan untuk menyambut mereka. Raja Renar, ayah Aelia, memeluk Raja Houdin lalu mengecup punggung tangan Ratu Bernadette. Aelia tetap di tempat ia berdiri, hingga akhirnya sang ayah mengulurkan tangan ke arah putrinya, menyuruh Aelia untuk mendekat.

"Kemari, sayangku." Aelia meraih tangan ayahnya. "Aelia, ini Raja Houdin dan ratunya, Bernadette. Dan itu, putra mereka, Ragnar. Mereka akan menetap di sini sampai festival dilaksanakan."

Aelia membungkuk untuk menyapa mereka. Ragnar menyela sapaan ayahnya dan maju ke depan.

"Salam, Princess Aelia," sapanya. Dia mengulurkan tangan. Aelia membiarkan Ragnar mengamit tangannya dan mencium punggung tangannya. "Kau jauh lebih cantik dari apa yang orang-orang deskripsikan," ucapnya dengan kedipan sebelah mata.

Aelia mengernyit. Dia menarik tangannya dan mengambil beberapa langkah mundur. "Terima kasih." Pria ini penggoda, aku harus berhati-hati agar tidak termakan rayuannya, batinnya memperingatkan.

.
.

Suara desingan anak panah yang ditembakkan terdengar, disusul geraman frustasi seorang perempuan. Pria itu melangkah tanpa suara menghampiri sumber suara.

Di tepi hutan sana, di lapangan tempat pelatihan para pemanah, berdiri seorang gadis dengan busur panahnya. Dia tidak bisa melihat wajah gadis itu dari tempat ia berdiri, tapi dia mengenal suaranya.

Gadis itu menembakkan anak panah, menunggu, dan kembali mengeluh. "Oh, ayolah!" erangnya.

"Well, well, lihat siapa di sini," sapanya.

Gadis itu sontak berbalik. Dia tampak terkejut, tapi berhasil mengatur ekspresi kembali menjadi datar.

"Ragnar," desisnya.

Dia tersenyum dan membungkukkan kepala. "Salam, Princess Aelia." Dia berjalan mendekat. "Kuperhatikan, kau sedang berlatih."

Gadis itu memicingkan mata, sebelum memutuskan untuk mengabaikan Ragnar. "Ya, dan akan sangat kuhargai jika kau pergi dari sini."

"Oh, tidak mungkin aku melewatkan kesempatan ini. Jangan pedulikan aku. Silakan lanjutkan latihanmu."

Aelia mencibir dan kembali mencoba untuk menembakkan anak panah, tapi lagi-lagi dia gagal. Anak panah itu menancap di tanah, berjejeran dengan anak-anak panah lainnya.

Ragnar mendengus geli. "Ternyata ada juga sesuatu yang tak bisa kau lakukan."

Tidak ingin terpancing emosinya, Aelia mengatur napas dan menembak sekali lagi. "Aku juga manusia, Ragnar. Semua orang punya kelemahan. Karena itulah aku berlatih." Karena dia tak kunjung berhasil menancapkan anak panah ke papan, dia menoleh pada Ragnar dan kembali memintanya untuk pergi.

"Kau tetap tidak berhasil sekali pun aku pergi, kenapa aku harus repot?" tolak Ragnar.

"Karena kau mengganggu konsentrasiku!" geram Aelia.

OneshotsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang