Hidup Maia terasa baik-baik saja sebelum berita itu disiarkan melalui grup sosial media kelasnya. Sebuah berita mengenai Gabriel McCoy, murid satu kelas Maia di mata pelajaran Sejarah, bahwa pemuda itu mengalami kecelakaan parah dan kini dalam keadaan koma.
Maia tak begitu peduli dengan berita tersebut, karena keduanya memang tak terlalu dekat. Dia tahu Gabe selalu duduk di bangku belakangnya, tapi mereka sama sekali tak pernah saling berbicara. … Well, mungkin pernah. Sesekali, batin Maia mengingat-ingat.
Dia ingat secara samar-samar, jika Gabriel pernah mengajaknya berbicara dan melontarkan lelucon. Tapi Maia hanya mengernyit sebagai balasan, membuat Gabe berubah kikuk dan pergi meninggalkannya.
Namun ketika dia pulang ke rumah, dan mendapati seorang laki-laki duduk di teras rumahnya, Maia hampir saja berteriak ketika pemuda itu mengangkat kepala.
"Hei, hei, hei," peringatnya dengan cepat. "Tidak apa. Hanya aku. Jangan berteriak, tolong. Jika kau tidak mau orang-orang menganggapmu gila."
"K-kau … ." Maia menunjuknya. "Gabriel?"
Laki-laki itu menyeringai. "Senang ternyata kau mengenalku, Maia."
ㅤㅤ
"Arwahmu keluar dari tubuhmu? Bagaimana bisa?""Tepat seperti yang kuceritakan, Maia. Aku kecelakaan," balas Gabriel santai. "Aku tidak tahu harus ke mana, tidak ada seorang pun yang bisa melihatku, dan aku berakhir di depan rumahmu. Well, ada seseorang yang bisa melihatku tadi, tapi dia tidak mau membantuku."
Maia tak bersuara. Gabriel melambaikan tangan di depan wajahnya. "Halo? Maia? Kau mendengarku?" Gadis itu mengerjap. Gabe menghela napas. "Kau melamun?"
"Lalu … kau ingin aku berbuat apa?" tanya Maia ragu-ragu.
"Umm," balas Gabe. "Aku ingin kau membantuku mencari tahu siapa yang menabrakku. Aku tahu mobilku tertabrak, tapi selebihnya, aku tak tahu apa yang terjadi."
"Setelah kita berhasil mengetahui siapa pelakunya, apa kau bisa kembali ke tubuhmu?" tanya Maia penasaran.
"Aku tidak tahu, tapi aku harap begitu."
ㅤㅤ
"Apa maksudmu aku harus tetap di luar?" tanya Gabriel, tersinggung."Aku tidak ingin bersama dengan seorang lelaki--arwah laki-laki, di kamarku. Jadi, kau bisa menetap di luar," ujar Maia sambil mengibaskan tangan untuk mengusir Gabe.
Meskipun tidak akan ada seseorang yang melihat keberadaan Gabriel, Maia merasa tak nyaman berduaan dengan pemuda itu di kamarnya.
Pemuda itu menghela napas dramatis. "Kejam sekali," komentarnya. Dia berdiri dan memegangi dadanya.
Maia mendelik. "Keluar, Gabe."
"Aku akan duduk manis di lantai saja," bujuk Gabriel.
"Tidak! Keluar."
Laki-laki itu mengerucutkan bibirnya, pura-pura sedih. "Ayolah, Maia, biarkan aku di sini. Aku tidak akan mengintipmu berganti pakaian, aku janji," ucapnya.
Maia melemparkan bantal di pangkuannya. Sayanganya, bantal itu menembus tubuh Gabriel, sejenak membuat tubuh pemuda itu terpecah layaknya asap, dan kembali menyatu kembali dalam beberapa detik, membuat Maia bergidik ngeri.
Gabe menghela napas. "Kau tahu aku tak bisa disentuh, Maia."
"Aku tahu!" geram Maia kesal. "Kau tidak perlu memberitahuku."
Pintu kamarnya tiba-tiba terbuka, mengagetkan kedua remaja itu. Ibu Maia berdiri di sana, sambil menatap putrinya heran.
"Kau berbicara dengan siapa, sayang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Oneshots
Short StoryHanya beberapa kumpulan cerita fiksi pendek berbagai genre yang terbesit di benak. Mohon dimaklumi ya kalau ada typo dan kesalahan kata, agak males buat ngoreksi hahaha. (Lagian, ini buat seneng-seneng aja. Buat mencurahkan ide doang.) Plagiat PLEAS...