"My Lord."
Ragnar menoleh sekilas sebelum kembali membebat luka di lengannya. Selesainya, dia melambaikan tangan untuk menyuruh bawahannya duduk. Pria itu duduk di hadapan sang pangeran.
"Ada apa, Orvyn?"
"Seorang pengawal istana mengatakan jika Raja Renar dan Ratu Bernadette telah tewas dibunuh. Pemimpin bandit itu menobatkan diri sebagai raja baru Cordon Peak dan Princess Aelia akan dinobatkan sebagai Ratu setelah mereka menikah."
Mendengarnya, Ragnar mengepalkan tangan erat-erat. "Aelia," lirihnya. "Kapan?" Dia menoleh pada Orvyn yang tengah menunggu balasannya.
"Dua minggu lagi, My Lord."
Ragnar menancapkan pedangnya ke tanah, menggunakannya sebagai tumpuan untuk berdiri. "Maka persiapkan prajuritmu, Orvyn. Kita akan menyerang para keparat itu dan menggagalkan rencananya. Dan aku akan mengambil kembali Aelia-ku."
Di sisi lain, Aelia berdiri tanpa ekspresi. Para pelayan wanita dan penjahit tengah sibuk mengukur tubuhnya. Kenric menyuruh mereka untuk menjahitkan gaun pernikahan untuk Aelia. Dan pria itu menegaskan jika dia ingin Aelia tampak menawan di hari pernikahan mereka.
"Kau akan menjadi pengantin tercantik yang pernah ada," kata Kenric. Dia meraih dagu Aelia untuk mengangkat wajahnya, memaksa gadis itu untuk memandang matanya. "Dan kau akan tersenyum untukku ketika kau berjalan menuruni altar."
"Yang Mulia?"
Aelia mengerjapkan mata, membuyarkan lamunan. Dia memfokuskan pandangan dan menoleh ke arah pelayan wanita yang memanggilnya.
"Sudah selesai. Apa Anda ingin melakukan sesuatu? Mungkin Anda ingin berendam air hangat setelah ini?"
"Tidak," tolak Aelia. "Bantu aku hapus riasanku. Lalu tinggalkan aku sendiri, aku ingin tidur sebentar."
"Baik, Yang Mulia."
Setelah ayahnya dimakamkan, Aelia menjadi lebih pendiam. Berat badannya menurun karena dia hampir tidak mau menyentuh makanannya. Aelia yang dulunya suka berkeliling istana, menyapa beberapa pelayan yang dia kenal, sesekali pergi ke desa untuk menyapa penduduk dan berbelanja pernak-pernik di pasar, kini lebih memilih untuk menyendiri di kamar, berbicara sekenanya, membiarkan Kenric menguasai dan mengurus kerajaannya.
Gadis itu duduk di kursi rias. Avice, wanita paruh baya yang tengah membantu Aelia menghapus riasannya mengamati gadis itu dalam diam.
Dengan hati-hati, dia mulai menghapus riasan Aelia dan berbicara, "Anda menjadi lebih diam akhir-akhir ini, My Lady." Aelia tidak merespon. "Saya tahu, Raja Renar telah tewas. Tapi Raja Renar tidak akan mau melihat putrinya bermuram durja karena kepergiannya."
Aelia mengerjap pelan, masih tidak bersuara. Avice memberanikan diri menggenggam tangan sang Putri. "Anda adalah perempuan paling mengagumkan yang pernah saya kenal. Dan pria yang tengah duduk di singgasana ayah Anda? Dia seorang pencuri. Anda-lah yang seharusnya duduk di singgasana itu, Anda yang lebih berhak duduk di sana. Anda-lah yang seharusnya memimpin kerajaan ini. Menjadi seorang ratu yang telah diidamkan semua orang."
Seakan baru menyadari keberadaan Avice, Aelia memandang wanita itu. Kata-kata Avice meresap ke benaknya sedikit demi sedikit. Hati Avice terenyuh ketika air mata turun membasahi pipi tirus sang putri.
"Apa yang harus aku lakukan, Avice?" isaknya. "Ayah sudah tiada. Ragnar tidak juga kembali. Aku sendirian. Aku tidak bisa melawan Kenric sendirian."
Avice menghapus air mata sang Putri. Dengan senyum keibuan, dia menangkup pipi Aelia. "Anda bisa melakukannya, Yang Mulia. Anda tidak perlu bantuan orang lain, terutama dari seorang pria."
KAMU SEDANG MEMBACA
Oneshots
Short StoryHanya beberapa kumpulan cerita fiksi pendek berbagai genre yang terbesit di benak. Mohon dimaklumi ya kalau ada typo dan kesalahan kata, agak males buat ngoreksi hahaha. (Lagian, ini buat seneng-seneng aja. Buat mencurahkan ide doang.) Plagiat PLEAS...