Happy reading!
---
Pria itu datang lagi.
Sambil sesekali memperhatikannya dari balik meja kasir, aku meladeni pelanggan kafe. Aku menyodorkan segelas caramel macchiato atas nama Ariana, memastikan untuk memberi perempuan itu sebuah senyum ramah.
"Semoga kau menikmati kopimu," ujarku.
Perempuan itu membalas senyumku. "Thanks."
Setelah ia pergi, mataku kembali tertuju pada pria yang duduk di salah satu meja kafe. Di seberang pria itu, duduk seorang wanita cantik yang selalu menemaninya setiap kali mereka datang ke kafe ini. Keduanya tampak akrab dan berbincang ria, membuatku bertanya-tanya mengenai status hubungan mereka.
Apakah wanita itu temannya? Rekan kerjanya? Atau... kekasihnya?
Hingga, pria itu melontarkan sebuah ucapan yang mampu membuat si wanita terkekeh, sebelum akhirnya dia bangkit dari kursi, dan berjalan menuju ke arahku.
Seakan keberadaannya mengikis habis pasokan oksigen di ruangan, aku menarik napas dalam-dalam, dan tercekat. Pria itu berhenti di hadapanku, kemudian melemparkan sebuah senyum manis yang mampu membuat jantungku seakan hendak jungkir balik di dalam dada.
"Hai," sapanya. Dia menunjuk ke balik bahu dengan jari jempol. "Si cantik yang ada di sana ingin memesan iced latte dan sepotong lemon cake. Dan untukku--"
"Iced mocha dengan extra whipped cream?" mulutku menyela dengan sangat kurang ajarnya.
Sialan, Kaitlyn! Kau membuatnya terdengar seolah dirimu seorang penguntit gila!
Pria itu mengernyit heran. "...Ya." Ada sinar geli yang berkilat-kilat di sepasang mata hazel-nya. "Itu keren. Bagaimana kau bisa tahu?"
"Kau selalu memesan itu," aku menjawab. Dan karena tidak ingin membuat diriku terlihat seperti penguntit, aku pun menambahkan, "Aku mudah menghafal wajah seseorang. Dan aku menyadari bahwa kau sering datang kemari."
"...dan kau selalu memesan minuman yang sama." Aku tersenyum kikuk dan menyelipkan poni ke belakang telinga. "Maaf, aku... terlalu banyak mengoceh."
Pria itu mengibaskan tangan. "Tidak perlu minta maaf. Bukan masalah besar, kok. Itu semua memang benar." Ia tersenyum lebar. "Aku pesan itu, dan sepotong tart apel."
"Baik." Aku menekan layar tab untuk menjumlah total pesanan milik pria itu. "Iced latte, iced mocha dengan extra whipped cream, sepotong lemon cake, dan tart apel. Atas nama?"
"Um, Josh."
Jari telunjukku mengambang di atas layar tab untuk sesaat. Pria itu memakai nama lain, lagi. Baru dua hari yang lalu, ia adalah John.
"Josh," aku mengulang, dan mengetikkan nama itu di layar tab. "Totalmu 28.35 dolar."
Setelah membayar dan menyerahkan struk padanya, pria itu pergi meninggalkan meja kasir, lalu kembali ke mejanya, di mana teman wanitanya telah menunggu.
.
.
"Kenapa tidak coba meminta nomornya saja?"
Aku menoleh, menemukan salah satu rekan kerjaku berdiri bersandar pada konter kafe sambil memberiku tatapan herannya.
"Siapa?" tanyaku.
Emilio, si barista kafe, mengedikkan dagu, menunjuk ke arah seorang pria yang duduk di salah satu meja dekat jendela, tengah sibuk mengetik sesuatu di laptopnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oneshots
Short StoryHanya beberapa kumpulan cerita fiksi pendek berbagai genre yang terbesit di benak. Mohon dimaklumi ya kalau ada typo dan kesalahan kata, agak males buat ngoreksi hahaha. (Lagian, ini buat seneng-seneng aja. Buat mencurahkan ide doang.) Plagiat PLEAS...
