Hanya beberapa kumpulan cerita fiksi pendek berbagai genre yang terbesit di benak. Mohon dimaklumi ya kalau ada typo dan kesalahan kata, agak males buat ngoreksi hahaha. (Lagian, ini buat seneng-seneng aja. Buat mencurahkan ide doang.)
Plagiat PLEAS...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Bau alkohol dan obat-obatan menjadi hal pertama yang ia tangkap begitu matanya terbuka. Mata Christian mengerjap malas, pandangannya tampak kosong menatap langit-langit ruangan berwarna putih gading tersebut, mencoba mengingat-ingat apa yang telah terjadi padanya.
Dan sekilas ingatan mengenai kecelakaan yang ia alami terputar kembali. Suara klakson truk, cahaya lampu yang menyilaukan, kerlap-kerlip merah dan biru mobil polisi. Semua potongan memori itu terputar jelas layaknya menonton video melalui televisi.
Ah, benar. Aku mengalami kecelakaan, ya?
Suara pintu ruangan yang didorong terbuka menarik perhatian Chris. Dia menoleh ke arah sumber suara, melihat seorang suster memasuki ruangan.
"Oh. Anda sudah sadar."
Kerongkongannya terasa kering. Christian mencoba mengeluarkan suara, namun membuka mulutnya saja terasa seperti pekerjaan yang melelahkan. Jadi, satu-satunya suara yang dapat ia keluarkan adalah sebuah helaan napas.
"Kami tidak berhasil menghubungi keluarga Anda," suster itu memberitahu. "Kami mencoba menelepon orang terdekat Anda, namun tak ada yang menjawab."
Christian tidak menanggapi, meski dia merasa penasaran. Siapa yang suster itu hubungi ketika dia menyadari bahwa orang tua Chris tidak akan pernah menjawab panggilannya? Apakah mereka menelepon teman-teman satu kantornya? Bosnya, mungkin? Sudahkah mereka mencoba menelepon Thomas, sahabat lamanya? Bagaimana dengan Emma?
Ia tidak dapat menyuarakan sepatah pertanyaannya. Christian terbaring lemah di ranjang rumah sakit itu, memandang kosong ke arah langit-langit sambil mendengarkan suster itu menjelaskan kondisi tubuhnya.
Wanita itu terlalu banyak bicara.
Demi Tuhan. Christian baru saja sadar, dan suster itu sudah membombardinya dengan ribuan kata yang membosankan. Sialnya lagi, Chris tak dapat mengatakan apa-apa demi meminta suster itu agar menyimpan semua informasi dan penjelasan mengenai kondisinya untuk nanti, ketika Chris merasa lebih bugar.
Dan matanya terasa berat.
Jadi, Chris mengabaikan wanita itu. Membiarkan ucapannya masuk ke telinga kanan, dan keluar dari telinga kiri. Dia memejamkan mata, merasakan kesadarannya melayang-layang.
...
Satu minggu setelah Christian sadar dan merasa lebih baik, ia berhasil membujuk suster untuk mengembalikan ponselnya. Kini, pria itu tengah duduk di ranjang rumah sakitnya, sebuah bantal ia gunakan untuk menopang punggung. Sebelah tangannya yang tidak diinfus memegang ponsel, jari jempolnya berdansa di atas layar.
'Emma, bisakah kau datang menemuiku?'
Pesan tersebut terkirim beberapa jam yang lalu. Namun tak ada jawaban dari gadis itu. Jadi, Christian mengirimkan pesan baru, berharap Emma meluangkannya sedikit simpati.